Pendakian Kemuning
Pada pekan kuliah yang padat, jadwal libur merah terlihat sama seperti hari biasanya. Tugas-tugas yang menumpuk, kegiatan kerja kelompok dan pengumpulan lembar ulangan harian. Sekelompok Mahasiswa ingin melepaskan rasa penatnya dengan melakukan pendakian yang telah lama mereka rencanakan. Ada delapan mahasiswa memesan tiket bus menuju ke sebuah perkampungan.
Rute jalan kesana tidak bisa menggunakan mobil, jalanan yang rusak, terjal dan licin. Mobil yang mereka naiki hanya bisa berhenti di bagian perbatasan kota. Bus roda gerigi, rem pakam dan supir yang siap terjun bebas masuk ke dalam jurang. Memilih lokasi pendakian karena tempatnya terkenal sangat indah dan menawan.
Kemuning membatalkan rencananya karena malam sebelum pergi dia mendapat mimpi buruk. Seolah pertanda gambaran firasat buruk yang akan menimpa. Wajah wanita tua membungkuk melepaskan biji bola mata ke tangannya. Dia mengembalikan semua barang-barang bawaan, mengirimkan pesan membatalkan janji pada hari sabtu pagi.
Tin_tin_
Rombongan teman-temannya menunggunya di dalam mobil. Farsya dan Hana keluar memanggil Kemuning. Dia keluar masih mengenakan baju tidur dan jilbab oblong polos berwarna putih menunjukkan lingkar mata menghitam.
“Maafin aku ya, aku nggak jadi ikutan.”
“Loh kok gitu sih, kita kan udah janji wajib ikut. Persiapan juga udah jauh hari, emangnya kamu kenapa Kemuning?” tanya Hana.
“Aku takut, akan ada banyak hal-hal ganjil kalau kita memaksa pergi..”
“Kalau kamu nggak pergi, aku juga! Aku di kasih ibu pergi karena alasan ada kamu” ucap Farsya mengernyitkan dahi.
Dia di paksa dengan bujukan sampai Ke tujuh temannya meminta ijin pada ibu Kemuning. Wanita yang berpenampilan bersahaja meskipun kehidupan kelas atas. Dia memberi ijin anaknya dengan catatan di sepanjang perjalanan tetap menegakkan sholat. Bekal yang di berikan bu Hamza adalah seperangkat mukenah dan doa keselamatan anaknya.
Farsya dan Hana membantu kemuning mengemasi barang-barangnya. Berpamitan pada ibunya, sekali lagi dia meminta ijin pada ibunya sebelum pergi. Perjalanan panjang di mulai pada waktu pertengahan hari, perpindahan melanjutkan menuju bus. Pandangan tertuju pada sosok yang melihat mereka dari seberang jalan. Kemuning mengusap matanya mengabaikan penampakan.
“Kamu liat apa?” tanya Erik.
“Nggak ada apa-apa..”
Di dalam bus, wajah-wajah asing memperlihatkan pandangan rasa tidak sukanya. Sisa satu kursi panjang pada bagian belakang, seorang wanita tua yang sedikit membungkuk melotot mendengus mendekati Nardi. Dia menepuk kuat pundak Jaja, ketakutannya melihat rahang yang terbuka lebar itu antara senyuman atau menakut-nakuti.
“Geser, ada nenek-nenek aneh di samping ku!” seru Jaja menutupi wajahnya.
“Mana ada nenek-nenek di sebelah kamu! yang ada Cuma kambing bandot tua. Tuh si Legi pandangannya liar banget, matanya keliling cari cewe kembang desa di dalam bus!”
Pak supir membawa kendaraan seperti tidak memikirkan nyawa penumpangnya. Kalau bukan karena keberuntungan hari ini, mereka sudah terguling masuk ke dalam jurang. Ke delapan mahasiswa itu menjerit ketakutan. Tapi anehnya para penumpang lain di dalam bus terlihat biasa saja.
“Ada yang nggak beres sama penumpang disini. Mereka nggak ada ekspresi sama sekali”
“Perasaan kamu aja kali Pin, mereka pasti udah terbiasa keluar masuk kampung naik bus ini” jawab Erik.
Farsya mulai mengantuk dia menyenderkan tubuh pada jendela. Di dalam alam bawah sadar, dia melihat semua wajah teman-temannya pucat fasih. Ada nenek-nenek tua yang menarik tangannya membawanya pergi. Farsya ketakutan meminta tolong, cengkraman tangannya sangat kuat sampai melukai tangannya.
“Arghh! Lepaskan aku! Tolong!”
“Far bangun! Haduh, dia mimpi di siang bolong!” Hana mengguncang tubuhnya.
Farsya membuka mata merasakan tangan kanannya yang sakit. Dia melihat kulitnya membiru berbekas gambar jari tangan. Meyakini mimpinya yang nyata, dia minta pulang di turunkan di tengah hutan.
“Jangan gila kamu Far, tidak ada rute bus balik. Kalau pun ada ya besok, jadi kamu nginap di tengah hutan malam ini” ucap Jaja.
Kemuning mengolesi pergelangan tangannya dengan minyak hangat. Dia membalut menggunakan sapu tangan miliknya. Sesampainya di area pos pendakian, sebelum mendaki mereka di beri petunjuk dan bimbingan mengenai batas wilayah, jalur dan cara mendaki lainnya.
Hal yang paling penting mengenai memastikan kondisi tubuh yang stabil, iklim, jalur, peta dan pembekalan para pendaki. Bekal makanan, minuman, pakaian secukupnya, obat-obatan dan kota P3K. Pulau daun teh hijau, kecamatan selayang pandang menjadi titik awal setelah mendapatkan surat ijin masuk mendaki.
Petugas pengendali Ekosistem hutan tidak pernah melupakan kewajibannya memeriksa jumlah sampah yang harus di bawa turun para pendaki. Ada pembagian pada empat pos pemondokan peristirahatan.
Pos peristirahatan awal sebelum memulai mendaki. Disana para pendaki juga di cek satu persatu. Satu pemimpin regu menyerahkan data keterangan lengkap, tempat itu di sebut lumbung rehat. Pada pos awal, di perkirakan empat kilometer dengan waktu berjalan Sembilan puluh menit.
Hani berhenti menekuk lutut, dia tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan. Farsya di sepanjang perjalanan mengeluhkan tangannya yang sakit. Erik menggendong Hana dan Farsya di gendong Jaja. Mereka melanjutkan pendakian sampai menuju pos kedua.
Keringat pertumpahan, gerimis membasahi tanah berlumpur. Mereka kembali berjalan masing-masing, berhenti di bawah pohon memakai jas hujan. Bebatuan terjal, mereka hampir tergelincir saat berpegangan pada tali.
“Hati-hati, sebentar lagi di depan sana pos tiga. Jangan sampai tergelincir!” teriak Didim.
“Ha_ha_hantu!” teriak Jaja berlari mendahului rombongan.
“Kamu mau kemana Ja? Jangan sampai tersesat!” teriak Didim.
Mereka duduk di batang pohon yang tumbang. Didim meminta yang lainnya tetap di posisi tersebut sampai dia dan Nardi kembali membawa Jaja. Suasana semakin tegang merasakan suara-suara aneh di dalam hutan. Untuk mencapai pos tiga, mereka harus melewati jembatan panjang di bawahnya ada sungai yang mengalir deras.
Menunggu temannya kembali, Kemuning turun ke pinggir sungai menggunakan seutas tali. Dia di bantu Erik menyimpulkan tali dan memangkas rumput sebagai tanda arah jalan.
Kemuning mengambil air wudhu, dia mencari arah kiblat mengunakan jarum penunjuk arah. Sekujur bulu kuduknya merinding saat mengangkat takbir. Merasa banyak makhluk mendekati, dia bertekad mengabaikan semua gangguan agar mendirikan sholat lebih khusyuk.
“Kemuning… hah” suara menggema terbawa angin kencang.
“Seram banget ya, kamu dengar sesuatu nggak Far?” kata Hana.
“Sstth! Jangan ngomong aneh-aneh di dalam hutan. Oh ya Kemuning mana ya lama banget.”
Dalam sekejap sekitar wilayah hutan di selimuti kabut putih pekat. Mereka baru menyadari kehilangan Legi setelah memasuki pos kedua. Legi di bawa makhluk berwujud wanita yang sangat cantik, pakaian kebaya berwarna hijau, kain panjang yang melilit pinggang membentuk rok. Kibasan jarinya memainkan rambut. Legi melangkah menjauh dari rombongan mengikuti sampai masuk ke dalam mata air.
“Legi! Kamu dimana?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Pena dua jempol
meninggalkan 1 jejak disini 🫰🏻
2024-04-28
0
tintakering
baru bab 1 udah banyak penampakan 😁👍
2023-06-13
1
Hanum Anindya
bagus menurut aku sih ceritanya. tetap semngat ya
2023-06-07
0