Tidak bisa berbuat apapun demi menyelamatkan Didim, dia pria yang sulit mengeluarkan air mata. Nardi berlari sambil memukul dirinya sendiri. Kesalahan terbesar melakukan pendakian sebagai ajang rekreasi yang berujung maut. Hari-hari yang di lewati di dalam hutan, tidak ada jalan keluar bahkan setiap waktu di kejar kematian. Mangsa berbagai penampakan makhluk halus, musuh utama mereka adalah sosok pria tua yang berkedok sebagai pemandu pendaki.
“Pria tua itu tidak akan melepaskan kalian” ucap pria yang membukakan pintu untuknya.
Nardi memohon sampai memelas agar dia di ijinkan untuk beristirahat. Pria itu tidak lagi memperdulikan apakah penjaga tempat peristirahatan pendaki sosok hantu atau manusia. Baginya asal bisa berteduh dan bersembunyi maka dia terpaksa meminta ijin untuk sementara menetap.
“Pak, tolong bantu saya mencari sisa teman-teman saya yang hilang” ucap Didim menyatukan kedua tangan.
“Omongan mu seperti makan kacang goreng. Kau tidak pernah tau bisa keluar dari hutan ini atau sekedar jadi penyelamat teman-teman mu.”
Warga desa tetangga kaki bukit terpaksa masuk ke hutan mencari kayu bakar. Hutan keramat meski terkenal angker, tapi semua cagar alam dan pepohonan subuh tegak dalam cuaca yang tropis. Hanya para pendaki yang merasakan setiap hari daerah itu mengalami kabut hingga hujan deras dari waktu ke waktu.
Edi dan Bowo membawa senapan dan dua karung goni berukuran besar. Mereka hanya berani menjelajah sampai batas pinggiran hutan, tanda garis batas masuk yang terpasang kain hitam tidak ada berani yang melewatinya. Seharian berburu, mereka tidak mendapatkan seekor burung pun. Peluru senapan meleset, sampai pandangan mereka tertuju melihat seorang pria berpakaian kumal berjalan menabrak Bowo.
“Woy, kalau jalan pakai mata dong. Jadi jatuh kan senapannya! Cari masalah nih anak!” ucap Bowo menahan emosi yang akan memukulnya.
Wajah pucat anak muda menunjukkan pandangan kosong dalam satu titik. Bowo merinding saat dia melewatinya. Edi menyenggol lengan Bowo, mengarahkan pandangan agar memperhatikan cara berjalannya yang aneh. Saat senja mulai tiba, mereka segera mengambil goni yang berisi ranting pohon kering. Bowo terkejut melihat sebuah tangan sepotong yang membuatnya tersandung.
“Kabur Ed, ada hantu!”
“Mana? siang bolong gini mana ada hantu! “ tanya edi melihat ke kanan dan kiri.
Arah tangan Bowo menunjukkan ke potongan tangan manusia. Mereka berlari memberitahu warga lain yang berada di kampung seberang. Mendengar berita keduanya, tidak ada satupun orang yang berani melihat potongan tangan itu atau membawa polisi kesana. Tersemat jelas tempat terlarang itu tidak boleh di kunjungi.
“Kalian kan sudah tau tempat itu hanya di datangi oleh manusia-manusia sesat. Banyak yang berkejasama dengan setan demi mendapatkan apa yang mereka mau. Makanya setiap tahun orang kota ramai ke gunung itu” ucap pak Kades.
Malam bulan purnama di manfaatkan paranormal mengasah kekuatan atau menebar ilmu yang mereka miliki. Walau jarak kaki gunung dengan kampung seberang terbilang jauh. Banyak gangguan hinggap mengancam jiwa lelah dan kosong di malam hari.
“Mas, besok kau jangan ke kaki gunung. Aku nggak mau kau mati disana, Capit si dukun ilmu sesat itu pasti mencari korban baru! Aku hampir kena serangan jantung mendengar kau melihat tangan sepotong di hutan!” ucap Dini merasa sangat kesal.
“Loh, kan aku nggak sendirian dik. Ada pak Edi yang kenal seluk beluk gunung itu ikut bersama ku. Mana mungkin aku di mangsa si Capit, pak edi kan masih ada hubungan darah dengannya..”
“Tapi tetap saja aku melarangnya mas.”
“Stok bahan kayu kita habis. Lagian aku kan tidak pulang sampai malam. Pokoknya kalau ada pak edi pasti aman. Di hutan itu banyak sekali burung dan sungai yang memiliki ikan berlimpah ruah. Besok aku dan Edi memancing. Kamu nggak pengen makan ikan segar?”
“Terserah kamu saja!”
Tidak jera dengan apa yang di lihat, Bowo menjemput Edi ke rumahnya. Barang bawaanny sangat banyak, sebuah bakul besar dia pikul dengan keyakinan bisa mendapatkan banyak ikan. Tapi hari ini Edi mengurungkan niat untuk pergi. Dahinya berkerut, jendela terlihat di tutupi kain panjang dan sarung hingga ventilasi udara tipis masuk ke dalam.
“Ada apa pak Edi? Kenapa keadaan rumah mu begini?”
“Pak Bowo, kau tau kan siapa Capit? Walau aku saudara kandungnya sekalipun, dia telah di rasuki iblis pasti tidak mengenali saudara kandungnya sendiri. Untuk beberapa hari ke depan kita tunda saja pak, perasaan ku tidak enak. Aku sengaja menutup rapat semuanya karena takut ilmu hitam Capit mengincar ku”
Hubungan bau darah yang sama, para iblis selalu mengganggu Edi hingga hampir merasukinya.
“Yasudah aku sendiri saja yang pergi pak. Apa persyaratan agar tidak di ganggu?”
“Bawa jimat penjaga ini. Kalungkan di leher mu dan jangan sampai lepas.”
Sisa harapan berharap pria yang terlalu memaksakan diri itu bisa selamat. Dengan penuh rasa percaya diri Bowo pergi ke kaki gunung. Batas hutan yang tidak boleh di lewati di terobos. Pria itu memainkan kalung pemberian Edi. Seharian memanen buah-buahan di hutan, ranting dan mendapatkan hasil memancing yang berlimpah ruah.
Merasa kurang dengan apa yang dia dapat, Bowo meneruskan langkah lebih masuk ke dalam hutan. Dia melupakan arah jalan awal. Pandangan berputar mencari-cari sela lekukan kecil yang membawanya menjauh dari kaki bukit.
“Waduh, aku lupa jalannya!” gumam Bowo mengusap kepala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Cece
miss
2023-06-09
0
Kertas putih
jalan satu satunya PULANG
2023-06-09
0
Meica
aq merinding plus muallll
2023-06-09
0