Di atas kasur, wanita itu telah menjadi gila. Dia suka menjerit dan suka mengeluarkan caci makian. Suratmi jarang memakai baju, tubuhnya hanya di balut sprei yang mengikat badannya. Dia sering menggigit jarinya sendiri. Ujung jari jempolnya di lahap hingga di kunyah, darah di hisap sampai di amputasi setengah karena mengalami pembusukan.
Melihat ibunya sering berbicara sendiri, dalam tawa dan tangisan memanggil nama Jeje saudara kembarnya. Jaja bersiap memakai ransel meminta ijin kedua kalinya berpamitan pergi mendaki gunung tempat saudaranya terakhir kali mendaki.
“Bu, Jaja pamit ya bu. Ibu jaga diri baik-baik ya, kalau Jaja nggak ada. Ibu harus rajin makan, Jaja akan selalu ada di dekat ibu kok..”
“Den Jaja. Ada yang ingin bibi sampaikan..”
Kehadiran mbok Mijan yang tiba-tiba muncul dari balik pintu. Dia baru beberapa hari yang lalu mencari kabar mengenai Jeje di kaki pegunungan. Pengurus rumah tangga sekaligus tangan kan terpercaya keluarganya mengabarkan Jeje masih ada di daerah pegunungan. Panggilannya terabaikan, tim petugas utusan tidak pula menemukannya keberadaannya.
Jasad Jeje sekalipun lenyap bagai tertelan bumi. Mbok Mijan mengatakan melihat penampakan Jeje berwujud sosok lain bersama seorang wanita berpakaian kebaya. Mbok Mijan memanggil juru kuncen gunung datang ke rumahnya, di depan Jaja dia membuka semua seluk beluk pengetahuan dan kegunaannya sebagai orang inti penjaga gunung serta penyampai segala hajat yang di inginkan.
“Aku hanya tau nama yang bisa membantu mengabulkan keinginan manusia terutama pesugihan adalah pak Capit. Apa bapak adalah pak Capit yang di sebut katakan itu?” tanya Jaja memperhatikan pakaiannya yang lusuh.
“Tidak, nama saya Kliwon. Tapi warga kaki bukit memanggil saya dengan sebutan pak Kumis.”
Pria yang lahir pada malam jumat kliwon itu kematiannya sangat di tunggu bangsa makhluk halus maupun para dukun yang ingin memanfaatkan jasadnya sebagai ilmu hitam. Kliwon tidak bisa lama-lama meninggalkan gunung. Di harus siap sedia menjaga semua hal yang menyangkut mengenai gunung keramat.
“Bapak bisa bantu menemukan adik saya?” jaja menunjukkan foto Jeje.
Pria itu melihat gambar wanita yang goresan wajahnya mirip dengan pria di depannya. Dia teringat lima pendaki yang sangat anti menggunakan hal mistis. Kelimanya menolak tapi satu diantaranya merubah pikiran meminta jimat penjagaan.
“Wanita di dalam foto ini membawa jimat yang aku beri. Aku akan mencoba mencari dimana jejaknya berada melalui indera penciuman ghaib kalau jimat masih terpasang di tubuhnya.”
Pak Kliwon merasakan rumah yang dia kunjungi sangat kuat aura kemistikannya. Jin iblis penunggu gunung menampakkan wujud di rumah itu. Dalam benak terasa semua yang terjadi pada mereka tidak lain campur tangan iblis yang mereka minta.
Beberapa bulan berlalu, kecurigaan pendakian saat pria yang pernah berbincang-bincang dengannya seolah melupakan perkenalan mereka di hari itu. Arwah kaka beradik terjebak di gunung keramat, sosok arwah Jeje yang mengikuti si makhluk berpakaian kebaya kemanapun dia pergi. Dia menjadi budak pengikut setia.
Sosok wanita kebaya tidak lain adalah adiknya yang di tumbalkan dari awal pesugihan di layangkan. Bayi tanpa nama yang tumbuh dewasa di alam lain. Sosok wanita kebaya akan merubah diri menjadi wanita yang sangat cantik jika mau menipu para pria yang dia incar dan berubah mengerikan ketika akan memangsa korban.
“Dimana jasad si wanita kebaya?” Kemuning di beri gambaran masa lalu lewat mimpinya.
Hantu pendaki Ayu menggandeng tangannya berjalan melewati dimensi lain. Tangan kasar, kaku dan dingin. Kemuning membalas senyumannya berjalan mengikuti arah pasar hantu di pegunungan. Kali ini Capit tidak bisa melihat dirinya yang berdiri memperhatikan ritual persembahannya setelah berhasil mengambil janin yang sedang dia makan.
Semakin banyak dia makan tumbal sesajian, arwah melayang menjadi penghuni gunung bergentayangan mengganggu ketengan orang berani masuk ke sana.
Peristiwa manusia yang bernama Bowo, dia yang tidak di terima oleh siluman dan di mangsa duluan para penghuni gunung sebelum di temui iblis yang dia cari mengakibatnya nyawanya menghilang secara sia-sia.
“Ayu , aku baru tau para pendaki yang membuang pembalutnya di gunung maka darahnya akan menjadi makanan mereka”
“Itulah mengapa wanita sangat di larang mendaki, aku mengabaikan semua pesan ibu ku sewaktu aku hidup dahulu. Sekarang aku menanggung dosa ku sendiri..”
Pasar hantu tercipta di dalam dunia lain karena kematian warga kampung yang habis terbakar. Capit memperlakukan hal yang sama dengan apa yang dia timpa sebelumnya. Gambaran pasar sama beroperasi seperti di alam manusia. Kemuning sedikit bergetar merinding merasakan sosok berwajah menyeramkan mendekatinya. Tubuhnya terbalik ke atas, sosok itu menunduk saat melihat hantu Ayu membalas tatapannya.
“Pergi, jangan ganggu kami!” suara Ayu terdengar sedikit mengerikan.
Jualan yang di gelar kebanyakan menjajakan bangkai-bangkai hewan mati. Banyak tikus raksasa, ular, potongan tubuh kelelawar dan hewan melata lainnya. Sosok wanita tua menawarkan semangkuk cacing. Ayu menerima lalu secepatnya menarik Kemuning pergi. Harga mati bagi manusia biasa adalah jangan pernah menelan minuman dan makanan apapun yang berasal dari hutan.
Sosok jari merayap turun dari pohon hampir menyentuh rambut Kemuning. Hantu Ayu segera menariknya, keduanya kembali ke alam nyata. Sosok hantu Ayu menghilang merasakan hawa panas keluar dari tubuh Kemuning.
“Ayu, kamu dimana? Ayu” panggilnya melihat ke sekeliling.
“Kamu manggil siapa? Jangan buat aku tambah takut deh” ucap Hana bergerak menekan kakinya.
Wajah Hana yang pucat, bibir membiru, gerakannya gemetar menopang tubuh bersandar di pohon. “Aku udah nggak kuat lagi, aku pengen tidur lebih lama” Hana yang terdengar meracau. Dia menggigil meminta Kemuning meminjamkan jaket miliknya.
“Han, kamu harus bertahan. Aku udah tau arah jalan pulang. Ayo kita lanjutkan perjalanan sama Farsya”
Kemuning mengangkat tubuhnya yang sangat lemas, Farsya membantu di sisi sebelahnya perlahan berjalan mengikuti arah yang di tunjuk Kemuning. Hantu pendaki Ayu mengikuti dari belakang, dia memasang posisi menjaga manusia yang dia anggap sebagai sahabat. Hanya Kemuning yang bisa melihat keberadaannya dan mau mendengarkan semua keluhan yang dia derita.
Informasi surat kabar mengenai para pendaki yang hilang terpajang di setiap sudut jalan dan arena masuk si setiap kaki pegunungan. Para keluarga yang cemas menunggu mereka yang tidak kunjung pulang Salah satu keluarga yang sangat cemas yaitu Nek Mindun tidak henti mencari cara menemukan cucunya dan bisa membawanya pulang.
Tidak dengan menggunakan ilmu praktek perdukunan, dia tetap memegang teguh nilai kejawen di dalam doanya yang tidak pernah putus.
“Aku yakin cucu ku masih hidup. Dia akan pulang..” gumam nek Mindun setiap hari menunggu di depan teras rumah.
“Bu ayo masuk, udaranya mulai dingin” ajak bu Hamza membantunya beranjak dari kursi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Sejawat
dengan doa semua akan menjadi mudah
2023-06-10
0