Erik mengangguk, dia menarik selimut melanjutkan tidurnya. Sementara Farsya tertidur di luar tenda di bangunkan Hana yang memperhatikan jaketnya sangat kotor. Setelah semalam, Farsya bertingkah seolah bukan dirinya, dia tidak pernah kasar pada sahabatnya. Tapi Farsya yang ada di depannya memasang wajah cemberut dan bertingkah kasar.
“Kabutnya tebal banget Far, kamu mau kemana?” tanya Hana.
“Mau bersih-bersih. Aku di belakang tenda kok..”
Dia membuka simpul sapu tangan milik Kemuning. Dia membuang benda itu lalu menyiram luka dengan air. Tiba-tiba pandangannya berubah melihat luka di tangannya menjalar semakin lebar. Ada belatung menggeliat dia atasnya. Dia menjerit ketakutan, memukul hewan-hewan itu ke atas batu yang ada di dekatnya.
“Arghh! Hiks! Tolong!”
“Farsya! Kamu kenapa? Bangun Far” Kemuning menutupi tubuhnya dengan jaket.
Saat dia membuka mata, tidak ada hewan apapun di tangannya. Lukanya semakin melebar akibat kulit terbentur keras mengenai batu. Dia menangis kesakitan, Nardi dan Didim membantu membawanya ke dalam tenda.
“Loh si Erik mana?” tanya Kemuning.
“Tadi ada di tenda, tapi sekarang nggak kelihatan lagi” jawab Didim.
Farsya menangis, tubuhnya menggigil kedinginan. Suhu tubuhnya sangat panas, Kemuning membersihkan luka, suara ringisan Farsya merasakan tangannya yang sakit. Dia menjerit lebih kuat melihat sosok hantu mirip kuntilanak menjilati lukanya. Tubuh Farsya merontah ketakutan, semua yang ada di dalam tenda sangat panik.
“Demamnya pasti tinggi banget sampai dia kayak gitu” ucap Hana menahan kaki Farsya yang bergerak seperti mau menendang semua orang.
Beberapa jam kemudian dia tenang, Kemuning melihatnya mulai terlelap, dia benar-benar tidak betah lagi berlama di dalam hutan. Meminta pada teman-temannya agar mengurungkan niat naik ke puncak gunung. Hana menolak keras dengan berlari menjauh dari tenda. Didim menahan agar Kemuning tidak mengejar.
“Biarin dia menenangkan dirinya sendiri. Oh ya, aku dan Nardi mau melanjutkan mencari yang lain. Kami akan pulang sebelum senja.”
“Nggak bisa kita semua nggak boleh berpencar lagi Dim. Kita harus mencari mereka sama-sama” ucap Kemuning.
Pria yang hanya memikirkan kesenangannya saja, dia tidak sadar dengan apa yang di buat pada Farsya semalam. Berpikir seolah sedang tidak ada masalah apapun. Telinganya seperti di tutupi setan tidak mendengarkan apa yang terjadi dan pandangannya hanya melihat yang indah-indah saja. Mempercepat bangun di pagi hari, Erik membawa kamera memotret keindahan alam. Kaca hitam mejeng tanpa membawa tas dia berdiri lebih ke tepi mengambil gambar dirinya.
Gambar di tengah kabut, dia terkejut melihat sosok aneh yang ada di sampingnya. Mengambil beberapa gambar lagi memastikan sosok yang mendekatinya. Ketika dia akan meninggalkan tempat itu, muncul seorang pendaki wanita berwajah murung keletihan membawa ransel dan barang bawaannya.
“Permisi, mbak kok sendirian. Rombongan mbak mana?”
“Aku ketinggalan waktu di bawah tadi. Boleh aku ikut kamu?”
“Wah tentu saja boleh banget mbak, yuk..”
Sosok pendaki yang telah lama meninggal itu merasa dirinya masih hidup. Melakukan kegiatan mendaki, menampakkan wujud pada orang-orang yang menjelajah gunung. Di belakangnya, Erik tersenyum tidak sabar ingin mengenal wanita itu . Sesekali dia sembunyi-sembunyi memotret mengambil gambarnya.
......................
“Si Erik udah gila. Dia ternyata pergi entah kemana setelah berganti pakaian kotornya ini semalam. Nih lihat!” ucap Didim menunjukkannya pada Nardi.
“Ya benar, tuh anak udah kerasukan setan. Nggak takut bahaya lagi..”
Didim tidak sengaja melihat pak Capit berkelakuan mencurigakan berjalan melewati tenda. Dia mengikutinya, tenaganya dua kali lipat dari usia muda. Tanpa terasa dia berada di atas puncak bersembunyi memperhatikan Capit seperti mengubur sesuatu. Putung rokok tidak terlepas dari bibirnya, dia menyemburkan asap ke benda aneh.
Mengubur ke dalam tanah, wajahnya merah padam menatap ke atas pohon. Memastikan situasi aman, Capit berjalan menuruni belokan tenda. Didim membuka galian tanah, dia meraih akar bercampur cacing.
“Hih! Apaan nih? Benar kata si Kemuning, ada yang aneh sama pak Capit!”
Sebagai barang bukti, dia mengambil benda itu untuk menunjukkan pada teman-temannya. Nafasnya tersengal-sengal, dia menarik Nardi mendekati tenda. Membuka isi daun memperlihatkan kegelian cacing. Nardi menepis tangan menjatuhkannya.
“Apaan ini Dim? Kamu dapat dari mana? Geli aku lihat cacing!”
“Aku lihat pak Capit ngubur ini di atas!”
“Kamu menuduh saya? Seharusnya saja tinggalkan saja kalian disini. Saya melakukan itu demi keselamatan kalian. Menjauhkan dari gangguan makhluk halus!”
Dia menyangkal perbuatannya yang akan mencelakakan mereka. Capit mengambil cacing dan benda aneh itu lalu berjalan pergi. “Pak Capit tunggu pak!” teriak Nardi.
Mengira pak Capit harapan terbesar sebagai pemandu gunung supaya secepatnya mencapai puncak. Dia memohon agar pria itu tetap membantu mereka membimbing jalan dan mencari teman-temannya yang hilang.
Matahari berdiri di atas kepala, Kemuning mencari tempat menjalankan ibadah sholat zuhur. Sebelum menjauh dari tenda, dia memberi tanda sebanyak-banyaknya karena takut tersesat. Pandangannya tetap sama, daerah gunung itu tetap memperlihatkan keangkeran mistis dalam kabut yang mulai menyebar.
Selesai mendekatkan diri pada Illahi, dia melihat seorang wanita yang memperhatikannya. Kira-kira berjarak satu meter menyebrang ke bebatuan terjal. Dia berpegang pada pohon kedua bertemu di dekat pinggiran jurang. Kalau boleh memilih, Kemuning ingin berlari berteriak ketakutan melihat sosok yang sebenarnya di balik wajah aslinya yang menipu. Sosok pendaki yang telah lama meninggal di gunung.
“Hai nama aku Kemuning, kamu tersesat ya?” sapa memperhatikan kakinya yang tidak menapak di tanah.
“Saya Ayu , pendaki jalur kuning tahun lalu mbak. Kamu harus segera pergi dari sini. Ada banyak kejadian di depan sana yang tidak terduga di luar nalar manusia..”
“Aku akan pulang bersama teman-teman yang lain setelah menemukan Jaja dan Legi. Apakah kamu melihatnya?”
Dalam kedipan mata, keadaan berubah menunjukkan kejadian di masa lalu.
Pepohonan, bebatuan dan tanah berbeda lebih subur di penuhi lumut basah. Keindahan gunung tidak terlukiskan oleh kata-kata. Seorang wanita memakai kebaya dan sarung yang membentuk rok, berdiri memainkan selendangnya tersenyum di kelilingi para pria memakai pakaian hitam.
Salah seorang pria duduk di dekatnya mengeluarkan sebuah keris yang sangat panjang. Dia menusuk wanita itu tepat di bagian jantung. Wanita persembahan, jasadnya belum di temukan sampai saat ini. Pria penganut ilmu hitam sebagai dukun sekaligus juru kunci pesugihan gunung bagi orang-orang yang ingin mencari kekayaan.
Wajah pria itu sangat mirip dengan pak Capit. Sosok pemandu gunung yang mereka temui secara kebetulan sesaat setelah teman-temannya menghilang.
“Ayu, siapa wanita itu? kenapa hanya dia yang di bunuh?”
Sosok pendaki yang membawa Kemuning melihat kejadian tragis menghilang. Kemuning terbangun melihat dirinya berada di atas bebatuan tempat bertemu dengan hantu pendaki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
dami 𓅟
pengen menyelamatkan si kemuning.
2023-06-07
0
𝕂𝕚𝕟𝕔𝕚𝕣 𝕒𝕟𝕘𝕚𝕟
asikk baru lagi
2023-06-07
0
Si paling NGABRUT
jadi halusinasi gueh
2023-06-07
0