Bukan sekedar Lipan biasa, jelmaan sosok penunggu hutan yang arwahnya masuk ke dalam hewan untuk menjemput nyawa Mulyo. Pria berhati iblis, tidak memperdulikan mayat yang telah terbujur kaku. Dia melanjutkan ritual, menyiram kepala Nasib sampai kepalanya di hinggapi lalat.
“Sudah belum pak?” tanya Nasib mulai kedinginan menahan rasa sakit di dalam tubuhnya.
“Sekali lagi kau bersuara. Keris ku ini akan mencungkil biji bola mata mu untuk makanan ku!”
Gleekk__
Mata pak capit merah menyala, pupil memutih, suaranya berubah mengerikan. Di tahap ritual yang tidak pernah dia duga adalah menyuruh Nasib mengunyah daging mentah yang dia sediakan di hadapannya.
“Cepat telan! Kalau kau tidak sanggup dan terus mengeluh maka aku akan meninggalkan mu sekarang"
Nasib menahan rasa mual mengunyah bangkai daging sampai pada potongan terakhir. Jari manusia yang sudah tidak sanggup lagi dia makan. Melihat pak Capit memainkan kerisnya, dia ketakutan terpaksa mengunyah sambil meringis ngilu.
“Aku ini telah jadi kanibal! Aku tidak mengira sampai seperti ini..” gumamnya menahan gejolak mual di lambungnya.
Setelah proses ritual itu, keduanya di tinggal Capit sampai berganti malam tanpa secercah penerangan. Bersama jasad temannya, Nasib menggigil dingin dan takut. Dia merasakan ada banyak sosok mengitarinya. Aungan suara serigala semakin mendekat, bunyi langkah hewan buas mendekati. Tetesan air liur semakin menakutinya.
......................
Kemuning memetik beberapa daun yang bergetah. Dia ingat jenis obat-obatan tradisional yang sering di ramu neneknya untuk mengobati luka. Menyiram daun, menghaluskan daun menumbuk di atas batu. Kaki Hana di luruskan lalu menempelkan pada luka. Hana meringis perih kesakitan, tidak tahan menahan sakit sampai menjerit sekuat-kuatnya.
Lengkingannya menerbangkan burung-burung yang bertengger di atas pohon. Suara yang terbawa angin terdengar Capit, pria itu memastikan lagi arah asal jeritan. Tenda-tenda yang di tegakkan semula untuk mengelabuinya tidak berarti apapun. Dia mempercepat proses ritual pesugihan Nasib yang tubuhnya dia kubur di dalam hutan.
“Anak-anak itu menipu ku! ternyata sisa dari mereka masih ada yang hidup” gumamnya meneruskan ritual.
Meninggalkan tenda membuang jejak ke capit, di gagalkan tanda suara jeritan. Di dalam gua, Nardi dan Didim mencari cara agar bisa melepaskan diri. Didim merangkak mendekati meja ritual, dia meraih keris yang tenggelam di dalam wadah berisi darah. Meskipun tangannya tertusuk ujung keris karena menggesekkan tali terlalu kuat. Setelah berhasil melepaskan ikatan, dia membuka tali yang mengingat tubuh Nardi. Keduanya saling menopang berdiri mencari jalan keluar. Pria tua licik itu memasang banyak jebakan. Hewan-hewan melata dan makhluk-makhluk halus dia tundukkan sebagai menjaga gua dan dirinya.
Gua yang tidak terlihat sama sekali celah atau rongga jalan keluar. Mereka bersembunyi mendengar gema langkah kaki. Tanah yang terpijak berlumut dan berlendir, dari atas terjatuh sosok mayat laki-laki yang keadaan tubuhnya sangat mengenaskan. Organ yang tidak utuh, bola mata menghilang hingga serpihan usus jatuh di atas kepala Didim.
“Hiih! Ayo cepat Nar. Nyawa kita bisa tamat seperti mereka!”
Cahaya sinar matahari yang menelusup di anatar sela bebatuan menandakan peluang jalan keluar. Didim mendorong, mencungkil sampai menendang batu. Dia tidak menyerah begitu pula nardi yang meraup tanah dan bebatuan menggunakan tangan. Rasa perih bercampur sakit tidak lagi dirasa, mereka akhirnya bisa menemukan jalan keluar dari celah yang sangat sempit.
“Kau duluan yang keluar Dim, biar aku yang berjaga.”
“Tidak Nar, aku akan menahan Capit agar kau bisa bebas.”
“Apa maksud mu? kita akan keluar bersama-sama..”
Kesalahan Didim berani menyentuh benda terlarang yang memakan korban. Keris pemakan jiwa setelah mendapatkan tetesan darah yang di tuju maka dia akan terus mengincar hingga mendapatkan semua darah yang di kehendaki. Bekas terkena ujung keris membekukan tangannya, rasa sakit melumpuhkan sampai bagian bahu. Darah kering memucat, kulit mengerut menandakan keganjilan yang mulai menguasai dirinya. Setengah sadar, lebih tepatnya dia berusaha semaksimal mungkin agar tetap pada dirinya. Sosok makhluk yang merasuki perlahan menempati tubuhnya sambil merasakan darah segar.
Didim merasakan perubahan pada dirinya. Menekan kepala, menggelengkan agar tetap sadar. Panggilan suara Capit keras mencari mereka, mendorong nardi agar secepatnya pergi. Kekuatan setan yang ada di dalam diri Didim menjebol bebatuan dengan satu hentakan. Nardi berhasil keluar, dia mengulurkan tangannya agar Didim ikut keluar. Tapi pria itu malah menutupi lubang dengan mengangkat batu yang sangat besar.
“Kalau aku ikut pergi dengan mu. Maka aku akan membunuh mu Nardi, aku bukan lah Didim setelah memegang keris terkutuk itu. Kau harus selamat” gumam Didim
membalikkan tubuh melihat Capit melihatnya.
Bumm_ krakk_
Capit mematahkan tulangnya, memecahkan kepalanya lalu menampung darahnya. Nardi ketakutan terpaksa pergi. Larinya terhenti melihat penampakan sosok hitam besar berbulu mendekati Farsya yang sedang duduk sendiri di bawah pohon. Kemuning meninggalkannya beberapa detik yang lalu untuk mencari air. Sosok jadi-jadian berwajah Erik mulai mencari kesempatan mendekatinya. Mengetahui ada manusia yang melihatnya dari jarak jauh, Erik menjauhi Farsya meninggalkan kabut putih pekat.
Pandangan buram Hana melihat kedatangan bayangan tadi bukan lah mimpi. Penampakan gendoruwo yang hadir di sisi Farsya. Kali ini dia meyakinkan Erik yang asli pasti tidak kan pernah meninggalkannya dalam kondisi apapun.
“Suami ku itu misterius. Kami baru saja menikah bulan lalu dan berencana menggelar pesat setelah hari wisuda tiba. Hana, kau tidak lihat dia sangat setia dan mencintai ku?”
“Tapi Far..”
“Udah Han, aku tau kamu dan lainnya lagi stress karena sampai saat ini kita masih hutan. Gimana luka kaki kamu?”
“Obatnya masih bereaksi. Aku tidak yakin bisa sembuh, tulang ku retak dan menonjol keluar. Rasanya aku ingin mematahkannya saja untuk mengakhiri rasa sakit ini..”
Tumbukan daun itu hanya berkhasiat menghentikan pendarahan pada luka. Rasa sakitnya kembali menjalan kalau daun mengering di atas, tidak setiap waktu di hutan di temui daun getah penyembuh. Hana mulai merasakan suhu badannya naik, demam tinggi, menggigil kesakitan. Kemuning berhenti di pinggiran aliran air terjun. Dia mendengar suara panggilan nyaring, menyadari ada makhluk halus mengganggunya. Dia mengucapkan surah pendek, mengabaikan gangguan kemudian secepatnya pergi.
Ramai suara bercampur derasnya air, salah satu suara tersisa terdengar keras mirip suara Jaja sahabatnya. Namun, dia tetap tidak merespon semua tanda-tanda itu. Kemuning kembali naik ke atas dataran tinggi menemui Hana dan Farsya yang dari tadi menunggunya.
“Syukurlah kamu kembali, pikiran ku udah macam-macam takut kamu dalam bahaya. Pak Capit masih mencari kita. Kita harus tetap waspada” ucap Hana.
“Pria tua itu, aku harus memberitahu Erik kalau dia kembali..”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Dinamika
di makan setan
2023-06-09
0
Kertas putih
nyawa jadi gak berharga
2023-06-09
0
es batu emak🧊
si nasib lagi nasib baik
2023-06-09
0