Dia mengabaikan pesan hantu pendaki Ayu agar jangan berhenti dan menoleh ke belakang. Kemuning merasa kasian meninggalkan sosok itu di dalam sarang iblis. Berbalik masuk ke dalam gua, kaki melangkah ke belakang melihat sosok hantu pendaki ayu wajahnya berubah mengerikan. Pupil memutih melihat Kemuning seperti ingin memangsa.
“Ayu! Pasti pak Capit merubah mu seperti itu!” gumamnya berlari.
Perubahan cuaca menghentikan deras hujan, langit berwarna merah menyala. Suara anjing mengaum, jeritan bahkan lengkingan suara kuntilanak terdengar keras. Bersembunyi di dalam ilalang, menstabilkan nafas yang memburu. Hentakan kaki setan menggetarkan tanah, sosok Capit berjalan di ikuti makhluk-makhluk tidak kasat mata.
Ada sebuah rantai yang menarik leher Ayu, dia mengerang kesakitan terseret kulit berserakan mengeluarkan darah hitam.
“Maafkan aku tidak bisa menolong mu” gumam Kemuning menahan nafasnya.
Hawa manusia, aliran darah yang hangat, nafas yang berhembus. Kehadiran Kemuning menarik para makhluk halus mendekatinya. Dia berlari kencang, tangan dan tubuh tersayat cabang pepohonan tidak menghentikan kakinya. Tersandung batu hingga tubuhnya terbanting berguling masuk ke dalam air terjun. Di dalam dasar, dia melihat banyak tulang tengkorak salah satunya ada tanda cincin yang di pakai Ayu.
Dia mengambil tengkorak itu naik ke atas permukaan. Mengucapkan ayat-ayat suci Al qur’an seketika langit berubah seperti semula. Kemuning menyelamatkannya dari jeratan Capit, rantai yang mengikat lehernya terlepas. Sukmanya tidak lagi menjadi tawanan makhluk iblis penunggu gunung.
Perjuangan Kemuning belum sampai disitu, dia membawa tulang tengkorak di ikuti banyak gangguan yang hampir membunuhnya. Sosok makhluk yang mirip Capit berdiri mencekiknya. Kemuning hampir kehabisan nafas, dia mencari benda apapun sampai tangannya meraih sebuah batu memukul kepalanya. Tiga pukulan di tambah satu lemparan potongan kayu yang berat. Dia melarikan diri meraih tas yang berisi tulang tengkorak.
“Sialan kau anak kecil!”
Capit menarik rambut kemuning, tubuh pria yang kuat di rasuki ilmu hitamnya hampir merusak masa depan Kemuning yang mulai membuka pakaiannya. Sosok hantu Ayu menampakkan wujud yang menyeramkan, dia menarik kedua bola mata Capit lalu menelannya.
“Arghh!” teriakan kesakitan pria itu memegangi bola matanya yang bolong.
Kemuning segera merapikan pakaiannya sambil menangis berlari meninggalkan tempat itu. Tanpa penerangan, cahaya sinar rembulan di malam hari mulai menerangi hutan. Dia bersembunyi di bawah semak ketika mendengar suara keramaian. Pasar hantu yang sering di perbincangkan kini nyata di depannya, Kemuning melihat pemandangan langka itu perlahan melangkah berjarak lebih dekat.
Para arwah warga yang masih berpikir masih hidup melakukan kegiatan keseharian. Dia melihat sosok wanita memakai kebaya di ikuti wanita yang mirip dengan temannya Jaja.
“Siapa dia?” gumam Kemuning.
Terlihat jaja berbicara padanya berjarak satu meter dari keduanya berdiri. Sosok wanita berpakaian kebaya menariknya pergi. Jaja di kejar para arwah penasaran hingga suara teriakannya tidak terdengar lagi. Kemuning berjalan merangkak mencari-cari dimana tasnya. Dia teringat terakhir kali tasnya terlempar di dekat Capit. Memutar jalan untuk mengambil tas, Ayu menahan tangannya sampai perputaran waktu berikutnya di langit yang berbeda.
“Aku hanya berharap engkau selamat Kemuning, jangan kembali hanya demi kerangka ku. Pria itu masih di sana mengincar mu” gema suara hantu Ayu dia dengar terakhir kalinya.
Berjalan perlahan menahan sekujur tubuhnya yang sakit. Dia menghafal-hafal rute pos ketiga setelah mendengar gemercik suara air di aliran sungai dekat jembatan gantung. Seorang nenek tua menutup mulutnya, dia menggiring langkah Kemuning berjongkok menunduk bersembunyi.
Gerombolan para arwah manusia yang berjalan membungkuk bersuara parau. Kemuning tidak mengira gunung angker itu semakin membuatnya ketakutan. Dia mengikuti jalan si wanita tua sampai berhenti di sebuah gubuk. Api yang menyala di depan rumahnya menandakan dia kemungkinan besar adalah manusia. Kemuning mengusap dada masuk ke dalam memperhatikan rumah sederhana yang beralas atap rumbia.
“Terimakasih banyak nenek telah menolong ku. Nenek tinggal sendirian?”
“Ya, kenapa kau ada di gunung ini? kau harus tau di kaki gunung sekalipun orang-orang yang terlihat bukan lagi manusia biasa. Desa itu lenyap di mangsa pria penganut ilmu hitam.”
Kemuning mengilas balik semua hal yang dia dan teman-temannya alami. Di mulai dari perjalan menyambung pada Bus besar berpenumpang aneh. Menerka setiap kejadian, posko yang berubah-ubah. Wajah-wajah para pendaki pucat. Hanya sosok juru kuncen yang berkali-kali bertanya apakah mereka siap mendaki ke gunung tersebut.
“Bus itu bukan lah bus biasa. Terlebih lagi semua yang kalian alami disini.”
“Pak Capit, apakah dia manusia nek? Lalu kenapa nenek tetap tinggal disini?”
Wanita itu menggelengkan kepala, dia menghembus cerobong kecil berbahan bambu agar api menyala memanaskan air di atasnya. Secangkir teh di suguhkan di depan Kemuning yang memastikan berkali-kali tidak ada keanehan di dalamnya.
“Ki Capit maksud mu? pria itu telah lama meninggal. Tapi arwahnya berhasil membentuk dirinya kembali yang hangus terbakar. Tetap saja dia menjadi makhluk siluman iblis yang kekal mencari tumbal. Ini adalah rumah ku, keluarga ku meninggal disini. Aku tidak punya siapa-siapa lagi..”
Kemuning menyeruput air, bibirnya yang kering kerontang akhirnya basah di dalam dahaganya. Melihat jam tangannya mati, dia jadi bimbang berada di rumah wanita tua itu.
“Nenek ini siapa? Aku jadi sedikit merinding” gumamnya memperhatikan gerakan si nenek yang kaku.
“Nek boleh saya bertanya siapa wanita berpakaian kebaya itu?”
“Jangan kau sebut namanya! Dia ada dimana-mana, gunung ini miliknya!” bentak si nenek melingak-linguk berjalan cepat menutup pintu dan jendela.
Di dalam tenda, Farsya dan Hana menunggu Kemuning yang tidak kunjung kembali. Dua teman lelaki berpencar mencarinya tapi tidak ada tanda bekas keberadaanya. Sampai Didim berlari dengan teriakannya yang sangat keras. Jaket Kemuning yang bercak darah dia temukan di dekat arah puncak gunung.
“Ini punya Kemuning Far! Pasti terjadi sesuatu sama dia! Hiks” Hana memegang jaket berwarna merah jambu yang terakhir kali di pakai Kemuning keluar tenda.
Farsya membawa tas, dia bersiap mencari sahabatnya dengan meminta Erik menemaninya. Dia tidak memperdulikan omongan Hana atau yang lainnya bahwa Erik tidak pernah terlihat lagi. Setiap hari suaminya menemuinya di luar tenda hingga perlakuannya sangat romantis.
“Loh kamu mau kemana Far?” tanya Nardi.
“Aku mau mencari Kemuning bareng Erik. Kita akan bertemu disini besok.”
“Tapi Far__” Nardi memutuskan perkataannya.
“Erik siapa? Erik udah nggak ada Far!”
“Suami ku masih ada Didim. Kalian semua kenapa sih? Aku lihat pakai mata kepala sendiri mas Erik selalu bersama ku! udah ya aku mau pergi!”
Langkah Farsya sangat cepat, mereka melihat sosok hitam berbulu menggandeng tangannya. Erik yang di sebut itu berwujud sosok mirip gendoruwo yang terlihat seperti wajah suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
raha
sampai sekarang ga ada nyali buat climbing
2023-06-08
0
pgRi
❤
2023-06-08
0
kak fatin
ngilu ya aampuun
2023-06-08
0