Dia berwajah masam cemberut memikirkan sikap teman-temannya. Berjalan mengikuti arah jalan Erik. Dalam benak berpikir apa yang membuat teman-temannya seolah membenci suaminya. Merasakan tangannya sedikit berbulu, dia sesekali mendengar suara yang tidak jelas.
“Sayang! Kamu tau nggak kalau aku lagi kesal sama semua teman-teman aku! Mereka bilang kamu udah nggak ada! Nih jelas-jelas kamu sama aku!”
Erik menjawab dengan senyuman menyeringai. Menggenggam tangannya lebih erat, sosok itu berhenti menunjuk ke sebuah gubuk di seberang sisi tebing. Saat farsya menoleh, lagi-lagi dia kehilangan suaminya. Rasa kesalnya seperti suaminya selalu bermain petak umpet. Dia menyebrang tebing berpegangan pada simpul tali yang dia ikat di tubuhnya.
“Lama-kelamaan aku bisa gila sendiri. Mas Erik seperti sibuk dengan kegiatannya sampai rela meninggalkan aku” gumam Farsya.
Di tenda depan tenda tampak sisa dari tiga mahasiswa itu kebingungan harus mengambil langkah apa yang di tempuh untuk memecahkan masalah mereka. Didim membuka suara, dia mengatakan sebuah pengakuan hal yang mencengangkan. Kaitan mereka ada di gunung sebagai pilihan pendakian ini tidak lain adalah usul Jaja untuk mencari saudara kembarnya.
“Aku udah tau keangkeran gunung ini. Banyak kabar menyebutkan para pendaki hilang sampai cerita perkampungan dan pasar warga yang habis di lahap si jago merah. Aku terpaksa tutup mulut, Jaja berharap bisa menemukan saudaranya Jeje.”
“Apa! Kalian emang benar-benar gila! Sekarang kamu puas Dim? Kita semua akan mati!” teriak Hana sambil menangis.
“Jangan ngomong seperti itu Hana, aku janji bakal jaga kamu” ucap Nardi.
“Nggak, kalian lihat kaki aku. Kemungkinan besar aku akan cacat! Hiks!”
Beberapa tahun lalu, pendaki Jeje bersama teman-temannya.
Mereka berlima berangkat tanpa persetujuan dari orang tua masing-masing. Ibunya Jeje melarang keras anaknya mendaki di gunung yang di kabarkan banyak memakan korban. Sebelum anaknya pergi, dia melihat sosok Jeje yang lain berwajah pucat melayang menangis di dekatnya. Akan tetapi, dia tetap bersikeras menentang sampai pergi tanpa membawa bekal yang cukup.
Hari itu cuaca sangat mendung, Jeje bersama Ayu dan tiga orang teman-teman pria tiba di depan posko pertama. Seharusnya mereka menemui juru kuncen di kaki bukit sebelum memasuki posko awal. Jaja dan lainnya tidak mempercayai hal mistis melewatkan tahap terpenting itu hingga langkah mereka di hentikan ular panjang yang melata di depan jalan.
“Kita harus balik, ini pertanda buruk. Aku tidak mau celaka!” ucap Ayu berlari.
Jeje dan tiga pria lainnya mengejar. Mereka memaksa bahkan memastikan keselamatan mereka semua terjaga. Tidak ada satu kekurangan pun di saat mereka kembali. Tetap saja Ayu tidak mau naik gunung, kecuali permintaan terakhirnya di pertemukan oleh si juru kuncen.
“Jadi cukup kamu saja yang membawa bekal ini. Urusan nasib aku tidak bisa mengatakan untung dan rugi. Kalau bisa pendakian kalian di urungkan” ucap si juru kuncen.
Sebuah benda bungkusan hitam sebagai tanda penjagaan yang tidak boleh hilang. Nasib naas kesialan yang menimpa. Saat dia berada di tepi sungai untuk membersihkan diri, Ayu kehilangan kantung penting itu. Jaketnya hanyut terbawa air sungai yang deras.
“Lama banget si Ayu, aku susul sebentar ya kalian jangan jalan duluan” ucap Jeje.
DI tepi sungai, bajunya basah kuyup seperti sedang mencari sesuatu. Dia semakin takut melanjutkan pendakian. Jeje mendesak agar segera naik ke atas, wajahnya ketakutan mengatakan tetap tinggal di pos tiga menunggu para kawanan turun gunung.
“Jangan ngada-ngada ya, kamu cewek sendirian di tengah hutan mau jadi santapan hewan liar?” ucap Bobi menakut-nakuti.
“Aku nggak mau tau pokoknya kamu ikut. Ayo dong Yu..” Jeje memasang wajah memelas.
Wanita kebaya yang di sebut-sebut sering mengganggu para pendaki berkaitan dengan tragedi si dukun Capit. Dia anak Capit yang di jadikan mangsa penunggu siluman jin iblis demi kesenangan ilmu ayahnya. Malang nasibnya berubah-ubah sesekali berwujud tua dan muda mengambil wanita maupun pria yang dia pilih. Tumbal yang masih berlangsung tidak memilih lawan, kawan maupun sanak saudara.
Catatan Jeje sebelum pergi mendaki Gunung.
Hati ku seolah merasa terpanggil harus pergi ke gunung yang di kabarkan memilik banyak misteri. Aku tidak memperdulikan apakah memenuhi panggilan ini membuat ku menjadi bersedih atau bahagia. Seperti ada yang menunggu disana, bahkan setiap malam aku bermimpi berada disana. Setiap jalan, rute tanjangan, jurang terjal, perbukitan, bebatuan dan letak seluk beluk di dalamnya bisa aku hafal dengan mudah. Satu tempat yang membuat ku penasaran, sebuah gua yang selalu menggambarkan sosok-sosok mengerikan seolah mau memakan ku. Pernah aku merasakan ingin sekali meneguk darah segar. Apa yang sebenarnya ada di dalam tubuh ku? semua pasti akan terjawab setelah aku ke sana. Gunung yang sedang menungguku.
Jeje ingin menyelesaikan misteri dalam mimpi dan gangguan makhluk-makhluk aneh hingga dia memutuskan melakukan pendakian tersebut. Suratmi tidak bisa menghentikan langkah anaknya. Dia pernah tinggal di perkampungan itu sampai suaminya turun dari gunung membawa peti emas. Setiap bulan atau setahun sekali, di hari-hari besar dalam panggilan makhluk jin pemuja. Dukun Capit menjalankan kewajiban dan mengambil korban-korban warga kampung sebagai tumbal.
“Aku berusaha sekuat tenaga menjauhkan anak-anak ku yang tersisa agar tidak berhubungan lagi dengan tempat itu. Tapi Jeje yang sekarang akan menjadi umpan. Untuk apa aku kaya dan memiliki segalanya? Aku baru sadar di dalam kesendirian, kesepian dan rasa bersalah di dalam dosa ku yang tidak akan terampuni” gumam Suratmi.
Sejak kepergian Jeje yang tidak pernah kembali, Suratmi sakit-sakitan hingga berbaring di atas ranjang dengan tatapan kosong. Para perawat pribadi maupun pekerja rumah yang menjaganya sering ketakutan sampai banyak mengundurkan diri. Terakhir kali perawat muda yang bola matanya di lepas oleh Suratmi saat dia kesurupan. Seorang pekerja yang masih bertahan hingga saat ini di jadikan tangan kanan sebagai tangan penyampai memenuhi setiap persyaratan sesajian.
Mbok Mijan yang masih hidup hingga sekarang, tubuhnya di duduki makhluk halus jin pesugihan sang majikan. Usianya hampir mendekati satu abad, tapi cara berjalan dan kesigapan menjalankan aktivitas keseharian. Dia hafal hari-hari ganjil, perhitungan pengisian wadah-wadah yang harus di ganti serta pengucapan mantra.
Saat jarum jam raksasa berdetak kuat, bagian depan pintu terbanting terbuka tutup menandakan siluman iblis masuk ke dalam rumah.
“Darah__”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
febrian
lanjut cerita si kemuning ❤❤❤❤❤
2023-06-09
0
Al azhar
semoga bisa cepat keluar dari gunung setan
2023-06-08
0