“Kita nggak bisa meninggalkannya begitu saja Nar! Hiks! Hana!” teriak Kemuning membungkuk ke dalam lubang.
Dia menangis melihat Hana masih menahan tubuh berpegangan pada akar pohon. Kemuning mengulurkan tangan, dia tidak mau kehilangan sahabatnya. Dengan mengucapkan bismillah, dia berhasil menarik Hana naik. Berlari pontang-panting, keduanya di susul Nardi dari belakang. Sesampainya di tenda,Hana menangis memeluk Kemuning. Dia sangat berterima kasih di bantu keluar dari lubang setan.
“Sekali lagi bahkan seumur hidup ku nggak akan melupakan pengorbanan mu Kemuning. Terimakasih banyak, hiks.”
“Semua itu atas ijin dan kuasa Allah, kalau bukan karena campur tanganNya aku tidak bisa melakukan apa-apa.”
Di dalam tenda yang mulai di terpa angin, api padam, suara aneh terdengar lebih keras memekik telinga. Farsya dengan santai masuk ke dalam tenda sambil tersenyum mengibaskan rambut. Berpikir selama berada di hutan dia semakin dekat dengan Erik. Suami yang mulai mencintainya dengan segenap jiwa. Tidak ada yang menyadari Erik yang asli sedang mengikuti salah satu penunggu hutan.
“Tunggu mbak, jalannya jangan cepat-cepat nanti kamu tergelincir” ucap Erik mengimbangi langkahnya.
Dia tersenyum mengulurkan tangan, Erik terpesona dengan kecantikannya menggenggam tangan mengikuti sampai ke air terjun yang sangat deras. Pandangan mata tidak henti melihat wanita yang melepaskan tusuk sanggulnya. Rambut indah berkibar tertiup angin. Dia menarik lebih mendekati air, kejadian yang seolah pernah dia alami. Erik tenggelam di tarik masuk ke dalam air.
Dua kali kejadian tenggelam di air terjun bagai mimpi yang nyata. Kali ini saat dia muncul ke permukaan, sosok wanita pendaki berubah berpenampilan memakai kebaya melepaskan bola mata ke tangannya.
“Arggh! Argh!”
......................
“Far, tangan kamu udah sembuh?” tanya Kemuning melihat dia senyum-senyum sendiri.
“Udah, kalau ketemu mas Erik aja sembuhnya! Tapi lihat! Kalau kami berjauhan pasti mulai sakit bercampur gatal!” keluhnya menggaruk luka.
“Sini aku basuh darah kamu Far, tengah malam meneteskan darah takut mengundang makhluk halus” ucap Kemuning.
Tidak ada pendaki yang bisa tidur pulas di alam hutan sekalipun pendaki tingkat senior yang naik turun gurun. Pasti ada saja gangguan dan cobaan, terlebih lagi tidak ada yang bisa memperkirakan cuaca dan iklimnya. Hana membangunkan Farsya, dia minta di temani buang air kecil. Mengangguk, mengusap mata berjalan di belakangnya. Hana mencari tempat di samping jarak Farsya yang sedikit lebih jauh.
Beberapa detik berlalu, Farsya melihat dari balik pohon ada Erik yang menemui Hana dengan wajah yang sangat menyeramkan. Tubuhnya besar dan berbulu, dia yakin pria itu bukanlah suaminya Erik. Hana hanya bisa menutup kuat mulutnya mengalihkan pandangan. Dia terkejut melihat Farsya tersenyum mengajaknya kembali ke tenda.
“Udah siap? Kok diam disini aja nggak panggil aku sih?”
“Far, tadi kamu sama siapa?”
“Sama mas Erik, untung dia temenin aku. Jadi aku nggak ketakutan deh..”
Sampai saat ini, semua teman-temannya berpikir Farsya berhalusinasi bertemu dengan suaminya. Didim dan Nardi ingat terakhir kali Erik hanya mengganti pakaian tanpa membawa perlengkapan di dalam tenda. Hanya Farsya yang bisa melihatnya terutama di malam hari.
“Kamu jangan bilang kalau itu bukan Erik ya. Aku yakin Farsya bakal nggak percaya” ucap Hana ketakutan.
“Tapi kita harus memberitahunya sebelum ada apa-apa. Perasaan aku makin nggak enak Han..”
Kemuning melihat setiap kali Farsya menyisir rambutnya di malam hari, pasti mengatakan akan bertemu dengan Erik. Terkadang dia tersenyum menyeringai menggerai rambutnya tanpa membawa penerangan keluar tenda.
Diam-diam Kemuning dan Hana mengikutinya, dia berjalan sangat jauh hingga langkah sampai ke atas puncak gunung.
Jalan kecil bebatuan, di samping kiri dan kanan tebing membentang siap memangsa. Kemuning tidak bisa melanjutkan langkah mengikuti karena tidak membawa persiapan mendaki. Tanpa seutas tali, Farsya terlihat berjalan di atasnya. Di ujung sana ada sosok hitam besar menunggu, tepat di sorot senter Kemuning, keduanya ketakutan berbalik meninggalkannya.
“Hati-hati Hana, awas jatuh!” ucap Kemuning mengingatkan.
“Argg! Kemuning! Tolong!”
Keduanya terperosok ke dalam jurang, untung saja tanah tempat mereka terjatuh tidak terlalu dalam.Tubuh kesakitan sulit di tegakkan, Hana merangkak melewati penampakan kuntilanak terbang dari atas kepalanya. Menahan suara, perlahan melewati hingga berhasil mendekati Kemuning yang berada di depannya.
Luka yang keluar di dahi di tahan menggunakan jaket. Jalan pincang di topang kemuning melewati tanjakan berliku. Malam yang tidak berujung, mereka seolah berputar-putar di tempat yang sama. Sosok hantu pendaki Ayu membuka jalan membantu Kemuning mencari arah tenda. Kalau sosok hantu itu tidak ikut campur tangan kemungkinan besar Kemuning dan Hana akan tergelincir ke dasar jurang bebatuan.
Mereka melihat seperti pos dua yang kosong tanpa ada yang menjaga. Sarang laba-laba bertengger memenuhi gagang pintu. Tempat pos yang sama sesaat sebelum musibah datang di pos selanjutnya, Kemuning membaca tulisan kecil pada papan. Lima tahun lalu, bangunan ini resmi di dirikan.
“Apa kami lagi di masa lalu?” gumamnya mendorong pintu.
Kerangka tubuh bersandar terlihat ketika Kemuning menyenter di dalamnya. Mayat yang telah lama membusuk menyebar aroma yang tidak sedap. Kemuning segera menutup pintu membantu Hana mempercepat langkah meninggalkan tempat itu.
Di depan sana, gambaran para pendaki di masa lalu yang masuk ke dalam pos memberikan data diri mereka ke seorang pria berkumis tebal. Setelah menulis nama lengkap dan tanggal lahir sebagai formalitas data pendakian, kaki tangan pak Capit mencari mangsa menumbalkan setiap pendaki yang naik ke atas gunung.
“Tengkorak itu jasadnya siapa?” gumam Kemuning memikirkan lika-liku misteri itu.
Lima orang pendaki yang salah satunya adalah Ayu yang menjadi korban Capit sebagai tumbal ilmu dan pesugihannya. Posko kedua sebagai saksi nyata kekejaman Capit mengambil jiwa yang tidak bersalah. Dia menggunakan jasad-jasad korban, organ tubuh pilihan di persembahkan sebagai makanan jin yang dia puja.
“Kaki ku sakit sekali, Kemuning kenapa kamu mematung begitu?” tanya Hana.
“Aku lihat pak Capit , dia bukan manusia biasa. Kita selama ini di tipu olehnya..”
“Kamu jangan ngada-ngada. Aku yakin pak Capit orangnya baik..”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Tisya Icha
serammm
2024-03-10
1
Bapak Rudol
kak
2023-06-08
0
Siju
kemuning
2023-06-08
0