TANGISAN

TANGISAN

Alina Atmajaya

Seorang gadis tengah berkutat dengan laptopnya. Berbagai macam kos-kosan tersaji di layar laptopnya. Namun, belum ada yang cocok untuknya. Hingga ia menemukan sebuah kos-kosan yang sederhana dengan fasilitas yang lengkap. Harganya juga lumayan murah.

Mengingat kondisi keuangan keluarganya yang sedang kesulitan. Alina tak mau semakin menambah beban orang tuanya dengan biaya pendidikannya nanti.

Alina mengambil ponselnya dan mengetikkan beberapa digit angka. Ia menelfon nomor yang tertera di platform kos-kosan itu.

"Halo, selamat malam. Apa benar ini dengan ibu Gita?" tanya Alina.

"Malam, Iya saya sendiri"

"Maaf Bu, begini saya lihat kos-kosan ibu masih ada yang kosong. Apa bener?"

"Iya"

"Saya mau ambil satu kamar Bu"

"Baik, dengan siapa?"

"Alina"

"Baik Alina, saya akan atur kamarnya. Kapan kamu akan menempatinya?"

"Tiga hari lagi Bu"

"Baik, kamu bisa datang tiga hari lagi"

"Terimah kasih Bu"

Alina menyimpan ponselnya. Ia senang akhirnya ia mendapatkan kos-kosan yang bagus dengan harga yang murah. Sekarang yang perlu ia pikirkan hanyalah mempersiapkan semua barangnya untuk pergi.

***

"Alina!" panggilan itu membuat Alina terbangun dari tidurnya. Panggilan ibunya itu memang tidak ada yang bisa melawannya. Bahkan di saat Alina berada di alam mimpi sekali pun. Panggilannya mampu membuat Alina bangun.

"Iya Bu" balas alina.

Alina bangkit dan bangun dari kasurnya. Setelah membersihkan diri ia keluar dan menghampiri ayah, ibu dan adiknya yang tengah sarapan.

"Gimana? kosannya udah dapat?" tanya ayah.

"Udah yah"

"Harganya gimana?"

"Ayah tenang aja. Murah kok"

"Bagus deh. Maafin ayah yah, gara-gara usaha ayah bangkrut kamu sama Aini jadi ikut susah" ujar ayah melirikku dan adikku dengan binar mata yang sayup.

"Ayah tenang aja, kita gak papa kok. Iya kan ai?"

"Iya yah" balas Aini. Aini masih berusia sepuluh tahun dan di usianya yang masih muda Alina terkadang kasihan dengan adiknya itu. Ia selalu di jauhi oleh teman-temannya karena Aini punya kelebihan yang tidak di miliki orang lain. Aini bisa melihat sesuatu yang tak bisa di lihat orang lain. Aini di kenal oleh teman-temannya sebagai anak indigo.

"Ibu, nanti Alina bantu antar laundry nya ya" ujar Alina pada ibu.

"Gak usah, lebih baik kamu siapkan barang-barang kamu saja. Dua hari lagi kamu akan berangkat ke tempat baru mu" balas ibu.

"Barang-barang Alina udah siap semua Bu. Jadi Alina bisa bantu ibu"

"Yasudah, terserah kamu saja"

"Ai, kamu udah selesai sarapannya?" tanya Alina.

"Udah"

"Ayo kakak antar ke sekolah"

"Hm" angguk Aini.

Alina mengambil sepedanya yang terletak di belakang rumah. Ia mengantarkan Aini menggunakan sepeda.

"Kak" panggilan Aini membuat Alina menggowes sepedanya agak melambat.

"Kenapa ai? ada yang ketinggalan?"

"Aini boleh ikut kakak pergi gak?"

Alina langsung menghentikan sepedanya mendengar penuturan adiknya itu.

"Loh kenapa gitu ai? ai kan sekolah disini!" ujar Alina sembari menatap kedua mata adiknya itu. Alina melihat ada kekhawatiran tersirat di mata adiknya itu.

"Ai gak mau kakak kenapa-kenapa, ai sayang kak alin" tiba-tiba saja adiknya menangis. Hal itu membuat Alina bingung. Apa sebenarnya maksud dari perkataan Aini.

"Kenapa ai ngomong gitu?"

"Semalam ai mimpi buruk, ai mimpi kak alin ninggalin ai" tangisnya semakin pecah ketika menceritakan tentang mimpi yang di alaminya semalam.

"Hm, ai dengerin kakak ya. Kakak gak bakalan kenapa-kenapa. Ai cuman mimpi buruk. Percaya deh sama kakak!" ujar Alina mencoba menenangkan adiknya.

"Kak alin janji!" ujar Aini mengacungkan jari kelingkingnya.

"Ya, kak alin janji" balasnya.

***

Alina tersenyum melihat laundry ibunya ramai akan pelanggan. Ia langsung memarkirkan sepedanya. Setelah pulang mengantarkan Aini ke sekolah. Alina langsung menuju tempat laundry ibunya. Ia sudah berjanji akan membantu ibunya mengantarkan laundry.

"Ibuu" ujar Alina memanggil ibunya yang sedang sibuk memasukkan baju ke dalam mesin cuci. Di tempat laundry ibunya hanya bekerja sendiri. Jadi Alina selalu menyempatkan dirinya untuk datang dan membantu ibunya.

"Alin, gimana Aini?" tanya ibu.

"Udah Bu, aman. Tapi Aini aneh deh Bu" ujar Alina.

"Aneh kenapa?"

"Masa dia tiba-tiba mau ikut aku pergi. Padahal kan dia sekolah" kekeh Alina.

"Kamu tanya kenapa dia mau ikut?" tanya ibu menatapku serius.

"Iya"

"Apa katanya?"

"Kata Aini, semalam dia mimpi buruk. Di mimpinya itu Aini bilang kalau alin ninggalin dia"

"Ibu jadi khawatir. Apa sebaiknya kamu gak usah pergi!"

"Ah ibu, ibu berlebihan. Itu cuma mimpi gak bakalan jadi kenyataan" sangkal Alina.

"Tapi mimpi Aini itu selalu ada maksudnya alin"

"Ibu berlebihan deh" Balas Alina. Ia mengambil beberapa kantong laundry yang sudah selesai untuk di antarkan ke rumah pelanggan.

"Alin antar laundry nya dulu ya Bu" ujarnya berlalu pergi dengan menggowes sepedanya.

"Kenapa perasaan ku gak enak ya melepas alin pergi" gumam Ibunya.

***

"Alina Atmajaya!" panggilan itu membuat Alina yang tengah menggowes sepedanya langsung berhenti.

"Apa?" balasnya.

"Kapan kamu berangkat?" tanyanya. Cowok dengan badan tegap itu menghampirinya.

"Dua hari lagi"

"Cepat kali kamu pergi?"

"Ya mau gimana lagi"

"Naik apa kamu pergi?"

"Palingan naik bus"

"Bareng aku aja gimana?"

"Memangnya ada keperluan apa kamu kesana?"

"Aku ada pekerjaan. Dan kebetulan perginya lusa. Jadi mau bareng gak?"

"Boleh deh. Lebih hemat ongkos aku" kekeh Alina.

"Yaudah, aku harus bantu bapakku. Aku pergi dulu" pamitnya.

"Vino makasih ya!"

"Sama-sama" Balas cowok yang bernama vino itu. Vino adalah anak kepala desa di kampungnya. Ia dan vino sudah berteman sejak mereka kecil.

Vino selalu saja membantu Alina dalam kondisi apa pun. Namun, sayangnya walaupun dari keluarga yang berkecukupan ia tidak mau melanjutkan pendidikannya. Dan ia lebih memilih mengembangkan hobinya. Ia suka memotret dan beberapa kali ia di panggil untuk pemotretan model-model terkenal.

Hal itu yang membuatnya sering bolak-balik kota ke kampung. Jadi tidak heran jika vino menawarkan Alina untuk pergi bersama.

"Astaga sudah siang!" ujar Alina melihat jam tangannya.

"Aini pasti sudah menunggu" gumamnya. Ia langsung menggowes sepedanya menuju sekolah aini.

Alina tersenyum mendapati adiknya tengah menunggunya di depan gerbang sekolah. Alina hendak menghampirinya tapi Alina langsung berhenti di tempat saat melihat adiknya itu tertawa. Aini seperti tengah bercanda dengan seseorang. Namun, Alina tak melihat adanya orang di samping Aini.

"Aini bicara sama siapa?" gumam Alina. Ia memberanikan diri untuk menghampiri adiknya.

"Ai!" panggil Alina.

"Eh kak Alin udah datang!" ujarnya.

"Iya maaf ya kakak telat"

"Gak papa kak. Lagian aku gak sendiri kok ada temen aku" balas Aini. Bagaikan tersambar petir, tengkuk Alina langsung meremang mendengar ucapan Aini. Sedari tadi ia bahkan tak melihat adanya orang lain selain Aini disini. Lalu teman yang mana yang di maksud Aini.

Jangan lupa like dan comen...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!