"Teman?" tanya Alina sedikit ragu.
"Iya" angguk Aini semangat.
"Kamu jangan aneh-aneh deh ai. Kakak gak liat ada orang lain selain kamu disini!" ujar Alina. Mendengar penuturan Alina Aini hanya tersenyum.
"Aku pulang dulu ya, nanti kita ngobrol lagi" ujar Aini ke arah samping kanannya.
"Ayo kak, kita pulang!" ujar Aini.
Tak mau tau lebih dalam. Alina langsung menggowes sepedanya meninggalkan sekolah Aini. Meski tau jika adiknya punya kelebihan melihat sesuatu yang tak bisa di lihat orang lain. Alina masih saja menolak untuk percaya jika apa yang di katakan Aini itu memang benar.
Sebelum pulang, Alina membawa Aini ke tempat laundry ibunya. Ia ingin memberikan hasil laundry yang baru ia antarkan.
Alina langsung masuk dan mencari ibunya.
"Ibu!" panggil Alina.
"Iya, udah selesai ngantarnya?" tanya ibu.
"Udah Bu"
"Aini udah di jemput?"
"Udah, tuh di depan. Oh ya Bu, tadi alin lihat Aini ketawa di depan sekolahnya"
"Terus kenapa?"
"Alina gak lihat siapa-siapa disana Bu"
"Yang bener kamu?"
"Iya" angguk Alina.
"Ibu mau samperin adik kamu dulu" Dengan langkah lebar ibu langsung menghampiri Aini yang tengah duduk di kursi.
"Aini!"
"Iya Bu" Aini langsung bangkit dan menghadap ibunya.
"Kamu berhubungan lagi sama mereka?" tanya ibu. Aini melirikku sekilas kemudian ia menunduk.
"Maaf Bu"
"Ibu kan udah bilang, kalau kamu lihat mereka jangan di hiraukan! pura-pura gak lihat aja!" ujar ibu sedikit menaikan nada suaranya.
"Iya Bu, maaf" hanya kata itu yang bisa di ucapkan oleh Aini. Ibu dan ayah memang percaya jika Aini bisa melihat hal-hal yang tidak bisa di lihat orang lain. Dan Alina sendiri ia seperti percaya dan tidak percaya. pada penglihatan adiknya itu. Ia belum bisa benar-benar yakin dengan apa yang di katakan oleh Aini.
"Alina, kamu bawa adik kamu pulang!" pinta ibu.
"Iya Bu"
"Ayo ai" ajak Alina. Aini menurut dan mengikuti kakaknya dari belakang.
Alina menggowes sepedanya menuju rumah. Sebenarnya ia merasa bersalah karna sudah membuat Aini di marahi oleh ibu. Tapi untuk merahasiakan keanehan Aini, Alina juga tidak bisa. Alina selalu menceritakan apa pun pada ibu nya menyangkut keanehan adiknya itu.
"Ai!" alina menghentikan sepedanya.
"Iya kak"
"Maafin kakak ya" ujar Alina.
"Gak papa kok kak. Aku tau kakak lakuin itu buat kebaikan aku. Ibu marah sama aku karna khawatir aku kenapa-kenapa" balas Aini. Di usianya yang masih sepuluh tahun Alina sangat salut kepada adiknya. Ia mampu berfikiran dewasa dengan masalah yang di hadapinya. Bahkan lebih dewasa dari dirinya sendiri.
Alina tersenyum pada Aini, ia mengelus rambut panjang adiknya itu.
"Kamu dewasa banget ai" ujarnya.
"Nanti kalau kakak pergi, jagain ibu sama ayah ya! ingetin mereka makan biar gak sakit" kekeh Alina menepuk-nepuk kepala adiknya.
"Ai gak suka kakak ngomong gitu. Mau sejauh apa pun kak alin pergi, kak alin harus tetap balik lagi!"
"Pasti. Apa yang gak buat adik kak alin yang manis ini" ujarnya mencubit pelan hidung Aini.
"Ai sayang kak alin" ujarnya memeluk Alina.
"Kakak juga"
***
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tapi ayahnya belum juga pulang. Ibu dan aini sudah risau tidak biasanya ayahnya itu pulang terlambat.
"Alin susul ayah aja ya Bu, alin khawatir!" ujar Alina. Ia terus mondar mandir di depan pintu menatap keluar rumah.
"Tapi ini udah malam Lin, gak baik anak perempuan keluar malam-malam!" balas ibu.
"Tapi ayah gimana Bu?" tanya Alina. Di tengah kekhawatiran ibu dan Alina. Aini terus saja diam dan langsung tersenyum menatap ke arah luar tepat ke ambang pintu di mana Alina berdiri.
"Kamu kenapa ai?" tanya Alina, senyuman Aini membuatnya bergidik ngeri. Apalagi saat tatapan mata Aini tidak mengarah kepadanya. Melainkan ke arah lain.
"Ayah gak papa kok kak. Bentar lagi pasti sampai!" balasnya.
"Kamu tau dari mana?" tanya alina.
"Teman aku yang kasih tau"
Dan benar saja tak lama ayah pulang dengan mendorong motornya.
"Hufttt" jengah ayah. Ia langsung duduk di teras rumah melepaskan penatnya.
"Ayah kenapa dorong motor?" tanya Alina.
"Gak tau, tiba-tiba motor ayah mogok"
"Ai, ambilin ayah minum!" pinta Alina.
Aini langsung mengambil gelas di meja makan. Dan menuangkan air di dalam teko.
"Ini yah!" ujar Aini.
"Makasih ya nak" balas ayah meneguk airnya.
Sementara itu, alina masih saja menatap adiknya yang terus manatap ayahnya yang kelelahan karna mendorong motor. Ia masih tidak percaya jika Aini punya teman yang tidak bisa di lihat orang lain.
"Aku yakin itu hanya kebetulan!" batin Alina.
***
Alina masih saja memikirkan kejadian hari ini. Entah kenapa ia masih sulit percaya dengan kemampuan Aini. Padahal semua yang di ucapkan oleh Aini sudah terjadi di depan matanya.
Dan teman Aini. Apakah itu nyata? atau itu hanya khayalan Aini. Bukankah di umur Aini yang masih belia wajar saja jika punya teman khayalan. Apalagi Aini suka menyendiri dan di jauhi teman-temannya. Jadi tidak heran jika Aini punya teman khayalan di pikirannya.
"Ah sudahlah" gumam Alina. Ia ingin berhenti memikirkan semua kejanggalan yang terjadi tapi sangat sulit baginya.
Tiba-tiba saja Alina teringat akan mimpi Aini. Apakah mimpi itu akan benar-benar terjadi. Atau itu hanya karangan Aini agar Alina tidak jadi pergi. Karena setaunya Aini sangat tergantung pada dirinya. Mungkin saja Aini tidak mau jika Alina pergi.
"Sepertinya pikiranku terlalu jauh"
Alina mencoba memejamkan matanya untuk tidur.
"Kak alin" panggilan Aini kembali mengusiknya. Alina kembali membuka matanya.
"Ada apa ai?" tanya Alina. Aini masih berdiri di belakang pintu kamarnya. Itu karna setiap kali alina tidur pintu kamarnya selalu ia kunci.
"Ai gak bisa tidur kak. Ai mau tidur sama kakak" ujarnya.
Alina menyingkap selimutnya dan bangkit. Ia membukakan pintu kamarnya dan membiarkan Aini masuk.
"Kenapa gak bisa tidur?" tanya alina.
"Mereka terlalu brisik kak" balas Aini.
"Apa sih ai, kamu ngawur ngomongnya!"
Aini langsung terdiam, Alina juga sadar jika ia telah membuat Aini takut. Suaranya yang berbeda satu oktaf dari biasanya saja akan membuat Aini langsung diam. Aini adalah tipe anak yang ketika di bentak ia akan langsung diam.
"Maaf" ujar Alina. Aini tetap diam dengan terus memeluk boneka kelincinya.
Alina berdiri dan mengambil earphone miliknya di atas meja.
"Pakai ini, biar gak denger mereka lagi!" ujar alina.
"Hm makasih kak" balas Aini ia langsung tersenyum dan merebahkan diri di kasur.
Alina juga ikut merebahkan diri sembari memeluk adiknya itu.
Jangan lupa like dan comen...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Minartie
💓👍👍
2024-12-28
0
aliya_love
kalau udh sepuluh tahun menurutku sudah tidak bisa ber imajinasi karna
aku senditi yang pinter gambar tidak bisa berpikir untuk menggambar apa
2023-06-08
1