NovelToon NovelToon

TANGISAN

Alina Atmajaya

Seorang gadis tengah berkutat dengan laptopnya. Berbagai macam kos-kosan tersaji di layar laptopnya. Namun, belum ada yang cocok untuknya. Hingga ia menemukan sebuah kos-kosan yang sederhana dengan fasilitas yang lengkap. Harganya juga lumayan murah.

Mengingat kondisi keuangan keluarganya yang sedang kesulitan. Alina tak mau semakin menambah beban orang tuanya dengan biaya pendidikannya nanti.

Alina mengambil ponselnya dan mengetikkan beberapa digit angka. Ia menelfon nomor yang tertera di platform kos-kosan itu.

"Halo, selamat malam. Apa benar ini dengan ibu Gita?" tanya Alina.

"Malam, Iya saya sendiri"

"Maaf Bu, begini saya lihat kos-kosan ibu masih ada yang kosong. Apa bener?"

"Iya"

"Saya mau ambil satu kamar Bu"

"Baik, dengan siapa?"

"Alina"

"Baik Alina, saya akan atur kamarnya. Kapan kamu akan menempatinya?"

"Tiga hari lagi Bu"

"Baik, kamu bisa datang tiga hari lagi"

"Terimah kasih Bu"

Alina menyimpan ponselnya. Ia senang akhirnya ia mendapatkan kos-kosan yang bagus dengan harga yang murah. Sekarang yang perlu ia pikirkan hanyalah mempersiapkan semua barangnya untuk pergi.

***

"Alina!" panggilan itu membuat Alina terbangun dari tidurnya. Panggilan ibunya itu memang tidak ada yang bisa melawannya. Bahkan di saat Alina berada di alam mimpi sekali pun. Panggilannya mampu membuat Alina bangun.

"Iya Bu" balas alina.

Alina bangkit dan bangun dari kasurnya. Setelah membersihkan diri ia keluar dan menghampiri ayah, ibu dan adiknya yang tengah sarapan.

"Gimana? kosannya udah dapat?" tanya ayah.

"Udah yah"

"Harganya gimana?"

"Ayah tenang aja. Murah kok"

"Bagus deh. Maafin ayah yah, gara-gara usaha ayah bangkrut kamu sama Aini jadi ikut susah" ujar ayah melirikku dan adikku dengan binar mata yang sayup.

"Ayah tenang aja, kita gak papa kok. Iya kan ai?"

"Iya yah" balas Aini. Aini masih berusia sepuluh tahun dan di usianya yang masih muda Alina terkadang kasihan dengan adiknya itu. Ia selalu di jauhi oleh teman-temannya karena Aini punya kelebihan yang tidak di miliki orang lain. Aini bisa melihat sesuatu yang tak bisa di lihat orang lain. Aini di kenal oleh teman-temannya sebagai anak indigo.

"Ibu, nanti Alina bantu antar laundry nya ya" ujar Alina pada ibu.

"Gak usah, lebih baik kamu siapkan barang-barang kamu saja. Dua hari lagi kamu akan berangkat ke tempat baru mu" balas ibu.

"Barang-barang Alina udah siap semua Bu. Jadi Alina bisa bantu ibu"

"Yasudah, terserah kamu saja"

"Ai, kamu udah selesai sarapannya?" tanya Alina.

"Udah"

"Ayo kakak antar ke sekolah"

"Hm" angguk Aini.

Alina mengambil sepedanya yang terletak di belakang rumah. Ia mengantarkan Aini menggunakan sepeda.

"Kak" panggilan Aini membuat Alina menggowes sepedanya agak melambat.

"Kenapa ai? ada yang ketinggalan?"

"Aini boleh ikut kakak pergi gak?"

Alina langsung menghentikan sepedanya mendengar penuturan adiknya itu.

"Loh kenapa gitu ai? ai kan sekolah disini!" ujar Alina sembari menatap kedua mata adiknya itu. Alina melihat ada kekhawatiran tersirat di mata adiknya itu.

"Ai gak mau kakak kenapa-kenapa, ai sayang kak alin" tiba-tiba saja adiknya menangis. Hal itu membuat Alina bingung. Apa sebenarnya maksud dari perkataan Aini.

"Kenapa ai ngomong gitu?"

"Semalam ai mimpi buruk, ai mimpi kak alin ninggalin ai" tangisnya semakin pecah ketika menceritakan tentang mimpi yang di alaminya semalam.

"Hm, ai dengerin kakak ya. Kakak gak bakalan kenapa-kenapa. Ai cuman mimpi buruk. Percaya deh sama kakak!" ujar Alina mencoba menenangkan adiknya.

"Kak alin janji!" ujar Aini mengacungkan jari kelingkingnya.

"Ya, kak alin janji" balasnya.

***

Alina tersenyum melihat laundry ibunya ramai akan pelanggan. Ia langsung memarkirkan sepedanya. Setelah pulang mengantarkan Aini ke sekolah. Alina langsung menuju tempat laundry ibunya. Ia sudah berjanji akan membantu ibunya mengantarkan laundry.

"Ibuu" ujar Alina memanggil ibunya yang sedang sibuk memasukkan baju ke dalam mesin cuci. Di tempat laundry ibunya hanya bekerja sendiri. Jadi Alina selalu menyempatkan dirinya untuk datang dan membantu ibunya.

"Alin, gimana Aini?" tanya ibu.

"Udah Bu, aman. Tapi Aini aneh deh Bu" ujar Alina.

"Aneh kenapa?"

"Masa dia tiba-tiba mau ikut aku pergi. Padahal kan dia sekolah" kekeh Alina.

"Kamu tanya kenapa dia mau ikut?" tanya ibu menatapku serius.

"Iya"

"Apa katanya?"

"Kata Aini, semalam dia mimpi buruk. Di mimpinya itu Aini bilang kalau alin ninggalin dia"

"Ibu jadi khawatir. Apa sebaiknya kamu gak usah pergi!"

"Ah ibu, ibu berlebihan. Itu cuma mimpi gak bakalan jadi kenyataan" sangkal Alina.

"Tapi mimpi Aini itu selalu ada maksudnya alin"

"Ibu berlebihan deh" Balas Alina. Ia mengambil beberapa kantong laundry yang sudah selesai untuk di antarkan ke rumah pelanggan.

"Alin antar laundry nya dulu ya Bu" ujarnya berlalu pergi dengan menggowes sepedanya.

"Kenapa perasaan ku gak enak ya melepas alin pergi" gumam Ibunya.

***

"Alina Atmajaya!" panggilan itu membuat Alina yang tengah menggowes sepedanya langsung berhenti.

"Apa?" balasnya.

"Kapan kamu berangkat?" tanyanya. Cowok dengan badan tegap itu menghampirinya.

"Dua hari lagi"

"Cepat kali kamu pergi?"

"Ya mau gimana lagi"

"Naik apa kamu pergi?"

"Palingan naik bus"

"Bareng aku aja gimana?"

"Memangnya ada keperluan apa kamu kesana?"

"Aku ada pekerjaan. Dan kebetulan perginya lusa. Jadi mau bareng gak?"

"Boleh deh. Lebih hemat ongkos aku" kekeh Alina.

"Yaudah, aku harus bantu bapakku. Aku pergi dulu" pamitnya.

"Vino makasih ya!"

"Sama-sama" Balas cowok yang bernama vino itu. Vino adalah anak kepala desa di kampungnya. Ia dan vino sudah berteman sejak mereka kecil.

Vino selalu saja membantu Alina dalam kondisi apa pun. Namun, sayangnya walaupun dari keluarga yang berkecukupan ia tidak mau melanjutkan pendidikannya. Dan ia lebih memilih mengembangkan hobinya. Ia suka memotret dan beberapa kali ia di panggil untuk pemotretan model-model terkenal.

Hal itu yang membuatnya sering bolak-balik kota ke kampung. Jadi tidak heran jika vino menawarkan Alina untuk pergi bersama.

"Astaga sudah siang!" ujar Alina melihat jam tangannya.

"Aini pasti sudah menunggu" gumamnya. Ia langsung menggowes sepedanya menuju sekolah aini.

Alina tersenyum mendapati adiknya tengah menunggunya di depan gerbang sekolah. Alina hendak menghampirinya tapi Alina langsung berhenti di tempat saat melihat adiknya itu tertawa. Aini seperti tengah bercanda dengan seseorang. Namun, Alina tak melihat adanya orang di samping Aini.

"Aini bicara sama siapa?" gumam Alina. Ia memberanikan diri untuk menghampiri adiknya.

"Ai!" panggil Alina.

"Eh kak Alin udah datang!" ujarnya.

"Iya maaf ya kakak telat"

"Gak papa kak. Lagian aku gak sendiri kok ada temen aku" balas Aini. Bagaikan tersambar petir, tengkuk Alina langsung meremang mendengar ucapan Aini. Sedari tadi ia bahkan tak melihat adanya orang lain selain Aini disini. Lalu teman yang mana yang di maksud Aini.

Jangan lupa like dan comen...

Teman Aini

"Teman?" tanya Alina sedikit ragu.

"Iya" angguk Aini semangat.

"Kamu jangan aneh-aneh deh ai. Kakak gak liat ada orang lain selain kamu disini!" ujar Alina. Mendengar penuturan Alina Aini hanya tersenyum.

"Aku pulang dulu ya, nanti kita ngobrol lagi" ujar Aini ke arah samping kanannya.

"Ayo kak, kita pulang!" ujar Aini.

Tak mau tau lebih dalam. Alina langsung menggowes sepedanya meninggalkan sekolah Aini. Meski tau jika adiknya punya kelebihan melihat sesuatu yang tak bisa di lihat orang lain. Alina masih saja menolak untuk percaya jika apa yang di katakan Aini itu memang benar.

Sebelum pulang, Alina membawa Aini ke tempat laundry ibunya. Ia ingin memberikan hasil laundry yang baru ia antarkan.

Alina langsung masuk dan mencari ibunya.

"Ibu!" panggil Alina.

"Iya, udah selesai ngantarnya?" tanya ibu.

"Udah Bu"

"Aini udah di jemput?"

"Udah, tuh di depan. Oh ya Bu, tadi alin lihat Aini ketawa di depan sekolahnya"

"Terus kenapa?"

"Alina gak lihat siapa-siapa disana Bu"

"Yang bener kamu?"

"Iya" angguk Alina.

"Ibu mau samperin adik kamu dulu" Dengan langkah lebar ibu langsung menghampiri Aini yang tengah duduk di kursi.

"Aini!"

"Iya Bu" Aini langsung bangkit dan menghadap ibunya.

"Kamu berhubungan lagi sama mereka?" tanya ibu. Aini melirikku sekilas kemudian ia menunduk.

"Maaf Bu"

"Ibu kan udah bilang, kalau kamu lihat mereka jangan di hiraukan! pura-pura gak lihat aja!" ujar ibu sedikit menaikan nada suaranya.

"Iya Bu, maaf" hanya kata itu yang bisa di ucapkan oleh Aini. Ibu dan ayah memang percaya jika Aini bisa melihat hal-hal yang tidak bisa di lihat orang lain. Dan Alina sendiri ia seperti percaya dan tidak percaya. pada penglihatan adiknya itu. Ia belum bisa benar-benar yakin dengan apa yang di katakan oleh Aini.

"Alina, kamu bawa adik kamu pulang!" pinta ibu.

"Iya Bu"

"Ayo ai" ajak Alina. Aini menurut dan mengikuti kakaknya dari belakang.

Alina menggowes sepedanya menuju rumah. Sebenarnya ia merasa bersalah karna sudah membuat Aini di marahi oleh ibu. Tapi untuk merahasiakan keanehan Aini, Alina juga tidak bisa. Alina selalu menceritakan apa pun pada ibu nya menyangkut keanehan adiknya itu.

"Ai!" alina menghentikan sepedanya.

"Iya kak"

"Maafin kakak ya" ujar Alina.

"Gak papa kok kak. Aku tau kakak lakuin itu buat kebaikan aku. Ibu marah sama aku karna khawatir aku kenapa-kenapa" balas Aini. Di usianya yang masih sepuluh tahun Alina sangat salut kepada adiknya. Ia mampu berfikiran dewasa dengan masalah yang di hadapinya. Bahkan lebih dewasa dari dirinya sendiri.

Alina tersenyum pada Aini, ia mengelus rambut panjang adiknya itu.

"Kamu dewasa banget ai" ujarnya.

"Nanti kalau kakak pergi, jagain ibu sama ayah ya! ingetin mereka makan biar gak sakit" kekeh Alina menepuk-nepuk kepala adiknya.

"Ai gak suka kakak ngomong gitu. Mau sejauh apa pun kak alin pergi, kak alin harus tetap balik lagi!"

"Pasti. Apa yang gak buat adik kak alin yang manis ini" ujarnya mencubit pelan hidung Aini.

"Ai sayang kak alin" ujarnya memeluk Alina.

"Kakak juga"

***

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tapi ayahnya belum juga pulang. Ibu dan aini sudah risau tidak biasanya ayahnya itu pulang terlambat.

"Alin susul ayah aja ya Bu, alin khawatir!" ujar Alina. Ia terus mondar mandir di depan pintu menatap keluar rumah.

"Tapi ini udah malam Lin, gak baik anak perempuan keluar malam-malam!" balas ibu.

"Tapi ayah gimana Bu?" tanya Alina. Di tengah kekhawatiran ibu dan Alina. Aini terus saja diam dan langsung tersenyum menatap ke arah luar tepat ke ambang pintu di mana Alina berdiri.

"Kamu kenapa ai?" tanya Alina, senyuman Aini membuatnya bergidik ngeri. Apalagi saat tatapan mata Aini tidak mengarah kepadanya. Melainkan ke arah lain.

"Ayah gak papa kok kak. Bentar lagi pasti sampai!" balasnya.

"Kamu tau dari mana?" tanya alina.

"Teman aku yang kasih tau"

Dan benar saja tak lama ayah pulang dengan mendorong motornya.

"Hufttt" jengah ayah. Ia langsung duduk di teras rumah melepaskan penatnya.

"Ayah kenapa dorong motor?" tanya Alina.

"Gak tau, tiba-tiba motor ayah mogok"

"Ai, ambilin ayah minum!" pinta Alina.

Aini langsung mengambil gelas di meja makan. Dan menuangkan air di dalam teko.

"Ini yah!" ujar Aini.

"Makasih ya nak" balas ayah meneguk airnya.

Sementara itu, alina masih saja menatap adiknya yang terus manatap ayahnya yang kelelahan karna mendorong motor. Ia masih tidak percaya jika Aini punya teman yang tidak bisa di lihat orang lain.

"Aku yakin itu hanya kebetulan!" batin Alina.

***

Alina masih saja memikirkan kejadian hari ini. Entah kenapa ia masih sulit percaya dengan kemampuan Aini. Padahal semua yang di ucapkan oleh Aini sudah terjadi di depan matanya.

Dan teman Aini. Apakah itu nyata? atau itu hanya khayalan Aini. Bukankah di umur Aini yang masih belia wajar saja jika punya teman khayalan. Apalagi Aini suka menyendiri dan di jauhi teman-temannya. Jadi tidak heran jika Aini punya teman khayalan di pikirannya.

"Ah sudahlah" gumam Alina. Ia ingin berhenti memikirkan semua kejanggalan yang terjadi tapi sangat sulit baginya.

Tiba-tiba saja Alina teringat akan mimpi Aini. Apakah mimpi itu akan benar-benar terjadi. Atau itu hanya karangan Aini agar Alina tidak jadi pergi. Karena setaunya Aini sangat tergantung pada dirinya. Mungkin saja Aini tidak mau jika Alina pergi.

"Sepertinya pikiranku terlalu jauh"

Alina mencoba memejamkan matanya untuk tidur.

"Kak alin" panggilan Aini kembali mengusiknya. Alina kembali membuka matanya.

"Ada apa ai?" tanya Alina. Aini masih berdiri di belakang pintu kamarnya. Itu karna setiap kali alina tidur pintu kamarnya selalu ia kunci.

"Ai gak bisa tidur kak. Ai mau tidur sama kakak" ujarnya.

Alina menyingkap selimutnya dan bangkit. Ia membukakan pintu kamarnya dan membiarkan Aini masuk.

"Kenapa gak bisa tidur?" tanya alina.

"Mereka terlalu brisik kak" balas Aini.

"Apa sih ai, kamu ngawur ngomongnya!"

Aini langsung terdiam, Alina juga sadar jika ia telah membuat Aini takut. Suaranya yang berbeda satu oktaf dari biasanya saja akan membuat Aini langsung diam. Aini adalah tipe anak yang ketika di bentak ia akan langsung diam.

"Maaf" ujar Alina. Aini tetap diam dengan terus memeluk boneka kelincinya.

Alina berdiri dan mengambil earphone miliknya di atas meja.

"Pakai ini, biar gak denger mereka lagi!" ujar alina.

"Hm makasih kak" balas Aini ia langsung tersenyum dan merebahkan diri di kasur.

Alina juga ikut merebahkan diri sembari memeluk adiknya itu.

Jangan lupa like dan comen...

Keberangkatan Alina

Semua koper dan barang-barang yang akan di bawa Alina sudah di masukkan ke dalam bagasi mobil vino. Alina menatap ayah, ibu dan adiknya. Ini adalah pertama kalinya ia akan pergi jauh dari keluarga kecilnya itu.

"Kamu jaga diri ya di sana, jangan lupa makan!" ujar ibu mengelus bahu Alina. Putri sulungnya yang selalu membantu dan menjadi kebanggaannya itu sekarang harus pergi untuk pendidikan yang selama ini di impikannya.

"Iya Bu, pasti!"

"Alin, baik-baik disana! sering-sering kabarin ayah sama ibu!" ujar ayah, ia hanya menatap haru pada putrinya itu.

"Iya yah"

"Kak, ai bakalan kangen sama kakak!" ujar Aini ia langsung memeluk Alina dengan erat. Begitu juga Alina, ia membalas pelukan adiknya itu tak kalah erat.

"Kakak juga" balasnya.

"Alin berangkat yah, Bu" ujarnya menyalami kedua orang tuanya.

"Ai jagain ibu sama ayah ya!" pinta Alina.

"Iya kak" angguk Aini.

"Anak pinter" ujar Alina mengusap lembut rambut adiknya lalu mengecup keningnya.

"Kak alin sayang ai" ujarnya.

"Ai tau" balasnya.

Alina memasuki mobil dan berangkat ke kota bersama vino. Alina terus saja menatap kebelakang di mana keluarga kecilnya itu masih setia menatap kepergiannya.

"Pasti susah ya pisah sama mereka?" ujar vino.

"Iya, selama ini aku gak pernah jauh dari mereka. Rasanya jadi canggung banget" balas Alina.

"Nanti kamu pasti bisa beradaptasi kok, tergantung waktu aja"

"Ya, kamu bener"

***

Alina berdiri di depan semua bangunan yang cukup megah. Namun suasananya entah kenapa membuat Alina tidak nyaman.

"Alina!" ujar vino.

"Iya" balas Alina.

"Kenapa bengong?"

"Gak papa, tapi kamu ngerasa gak sih kalau hawa rumah ini bikin kita gak nyaman?"

"Mungkin karna kamu baru pertama kali kesini. Wajar aja" balas vino sembari mengeluarkan barang-barang Alina dari bagasi.

"Kamu bener, mungkin karna aku baru pertama kali"

Seorang wanita paru baya keluar dari rumah itu. Alina menatapnya hingga wanita itu tepat berada di depannya.

"Alina?" tanya wanita itu.

"Iya" angguk Alina.

"Saya Gita, pemilik kos-kosan ini" ujarnya.

"Mari saya antarkan menuju kamar kamu" tawarnya.

"Baik Bu"

Alina langsung mengikuti Bu Gita pemilik kos-kosannya. Dan Vino ia mengikuti dari belakang sembari membawakan barang-barang Alina.

Bu Gita membuka pintu kamar yang akan di tempati oleh Alina. Semuanya sudah tersusun rapi di dalam.

"Ini kamar kamu!" ujar Bu Gita.

"Hm baik Bu" balas Alina.

"Ini kuncinya, kalau gitu saya tinggal dulu!" pamit Bu Gita.

"Iya Bu, terimah kasih"

Alina memasuki kamarnya, ia melihat dari sudut ke sudut. Ruangannya sempurna. Tak ada masalah bagi Alina. Kamar mandi dan dapurnya pun juga bersih. Sesuai dengan keinginan Alina.

"Bagus kos-kosan nya" ujar Vino.

"Iya, beruntung banget aku dapet kos-kosan kayak gini"

"Ini barang-barang kamu mau di taroh di mana?" tanya vino yang masih setia menarik koper dan membawa beberapa kotak kardus di tangannya.

"Eh iya, aku sampai lupa" kekehnya. Alina segera membantu vino menurunkan kotak yang ada di tangannya dan menaruhnya di dekat lemari.

"Maaf ya udah ngerepotin" ujar Alina.

"Santai aja, kayak sama siapa aja Lin" kekeh Vino.

"Oh ya Lin, mau makan dulu gak? pasti laper kan?" tanya vino.

"Iya nih"

"Yaudah, ayo!"

"Hm" angguk Alina.

Alina mengunci kamarnya dan pergi mencari tempat makan di sekitar kosan bersama vino. Mereka makan di sebuah rumah makan yang tak jauh dari tempat Alina ngekos.

Vino memesan makanannya dan Alina menunggu di meja sembari menelfon orang tuanya. Ia hanya ingin memberikan kabar jika ia sudah sampai di tempat tujuannya. Setelah mendengar kabar jika Alina sudah sampai dan baik-baik saja. Keluarganya merasa sangat lega dan bersyukur.

"Habis ngabarin orang tua kamu ya?" tanya Vino yang baru saja selesai memesan makanan.

"Iya nih"

Ibu pemilik rumah makan itu menyajikan makanannya di atas meja. Ia tersenyum melihat Alina dan Vino.

"Kalian baru disini ya?" pertanyaan itu langsung di lontarkan oleh ibu itu.

"Iya Bu" balas Alina.

"Tinggal di mana?"

"Itu Bu, saya nge kos di rumah putih yang di ujung jalan!" ujar Alina. Mendengar ucapan Alina ibu itu langsung diam dengan wajah panik.

"Rumah putih itu?" tanya ibu itu dengan raut wajah yang sangat khawatir.

"Iya Bu, ada apa ya Bu? kenapa ibu panik banget waktu saya sebut rumah itu?"

"Saran saya sebaiknya kamu cepat pergi dari sana!"

"Tapi kenapa Bu?"

"Bu, pesen nasinya dua ya!" tiba-tiba saja dua orang pelanggan datang dan memesan pada ibu pemilik rumah makan itu.

"Ba_baik"

"Saya gak bisa jelasin sekarang! ma_maaf saya ada pelanggan" balasnya.

"Aneh banget ibu itu" ujar Alina, ia masih memperhatikan gerak geriknya yang terlihat sangat mencurigakan.

"Udah lupain aja! palingan ibu itu cuma nakut-nakutin kamu aja" balas vino.

"Hm" angguk Alina.

"Kenapa malah bengong? ayo makan!" pinta vino yang melihat Alina malah terdiam seperti tidak selera makan.

"I_iya" mendengar perkataan ibu tadi, entah kenapa selera makan Alina mendadak menghilang. Ia masih bingung apa sebenarnya maksud ibu itu? kenapa ia menyarankan Alina untuk pergi dari rumah itu?

"Alina!"

"Makan! jangan bengong!" ucapan vino kembali menyadarkannya.

"Iya"

Vino tau jika Alina tengah khawatir dengan ucapan ibu tadi. Sebenarnya dari awal vino sampai di rumah itu. Vino juga merasa ada yang aneh dengan rumah tempat Alina ngekos. Hanya saja Vino memilih diam dan tak mengungkapkannya agar Alina tak kepikiran.

Tapi dari cara ibu tadi berbicara. Vino yakin ada sesuatu dengan rumah itu. Vino akan mencari taunya. Dan selama itu, vino akan mencari kos-kosan yang dekat dengan kos-kosan Alina. Agar ia bisa memantau dan mengetahui keadaan Alina. Ia tak akan rela jika Alina sampai kenapa-kenapa.

Ia dan Alina sudah tumbuh dan besar bersama. Dan tanpa Vino sadari ternyata kedekatan mereka membuat perasaan Vino untuk Alina bukan hanya sekedar teman. Tapi lebih dari itu.

"Alin! aku ada kerjaan beberapa hari di sini! kemungkinan aku akan ngekos di sekitaran sini. Jadi kalau kamu butuh apa-apa hubungi aku ya?" ujar Vino.

"Yang bener?"

"Iya"

"Berapa lama?"

"Satu bulanan kayaknya"

"Bagus deh, aku juga agak takut setelah dengar kata-kata ibu itu"

Alina terlihat lebih lega setelah mendengar jika vino akan ngekos di sekitar kosannya.

"Kamu udah tau mau ngekos di mana?"

"Aku udah cari beberapa referensi nih, rencananya aku bakal coba datangin tempatnya satu persatu" ujar vino memperlihatkan beberapa platform yang menawarkan kos-kosan.

"Aku temenin ya"

"Oke"

Jangan lupa like dan comen...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!