Kalung

Vino tidak menyangka ternyata Alina yang selama ini tidak percaya dengan kemampuan adiknya, Aini. Sekarang ia sendiri yang mendapatkan kemampuan itu.

"Lucu ya" kekeh Vino.

"Lucu kenapa?" tanya Alina tampak bingung.

"Iya lucu, kamu yang dulu selalu bilang kalau apa yang di ucapkan Aini hanyalah sebuah halusinasi. Sekarang kamu malah punya kemampuan yang sama seperti Aini"

"Iya, sekarang aku sadar aku udah buat adik aku sendiri tertekan karena ketidakpercayaan ku padanya" balas Alina, ia cukup menyesal dengan sikapnya.

"Jadi sekarang apa? apa yang bisa aku bantu?" tanya Vino.

"Aku butuh bantuan kamu buat cari pelaku pembunuhannya" ujar alina.

"Apa kamu ada seseorang yang di curigai?" tanya Vino.

"Sebenarnya aku curiga sama mbak Tika. Dia punya bekas luka di pergelangan tangannya. Tapi citra bilang kalau mbak Tika itu adalah teman baiknya. Itu yang buat aku ragu!"

"Kadang teman baik bisa jadi musuh yang paling berbahaya Alina, kamu jangan terkecoh hanya karena citra bilang kalau mbak Tika itu teman baiknya"

"Jadi aku harus apa?"

"Coba selidiki dulu! Kamu bilang pelakunya mengenakan kalung liontin berbentuk hati. Coba kamu cari tau apa mbak Tika punya kalung itu"

"Ya kamu benar! gak sia-sia aku cerita sama kamu" kekeh Alina.

"Jelas dong" balas Vino membanggakan diri.

***

Alina kembali ke kos setelah perbincangannya dengan Vino. Ia pulang sendiri karena Vino ada pemotretan.

Di depan kos Alina menatap kamar mbak Tika dari kejauhan. Kamarnya terlihat kosong. Sepertinya mbak Tika belum pulang bekerja. Terlihat dari motornya yang tidak ada.

"Kayaknya mbak Tika belum pulang!" ujar alina. Ia langsung memasuki kamarnya. Gea juga masih ada di rumah sakit menjaga kakaknya. Jadi hanya tersisa dirinya.

Alina!

Damian muncul secara tiba-tiba di depan Alina. Dengan tatapan kesal Alina melihat damian.

"Bisa gak kalau nongol itu baik-baik jangan ngagetin!" ujar Alina menggerutu kesal.

Maaf!

"Ada apa?"

Kamu tau di mana citra? dari tadi aku tidak menemukannya?

"Gak!" singkat Alina.

Citra kemana ya?

"Setau aku, kalau orang yang udah meninggal itu arwahnya gak bakalan jauh dari tubuhnya. Mungkin Citra lagi di kamar sudut!" ujar Alina.

Kamu bener! aku bakalan cari kesana!

Damian langsung menghilang saat Alina memberitahunya kamar sudut.

"Dasar hantu bucin!" kekeh Alina.

Mendengar suara motor. Alina sudah dapat menebak jika itu adalah mbak Tika.

"Aku samperin kali ya" gumam Alina.

"Tapi alasannya apa?"

Alina berfikir sejenak. Agar niatnya untuk menyelidiki mbak Tika tidak ketahuan.

"Ah aku tau" ujar Alina. Ia segera menuju dapur. Tadi sebelum pulang ia sempat mampir untuk membeli martabak. Alina mengambil martabaknya dan membawanya ke kamar mbak Tika.

"Mbak Tika" ujar Alina sembari mengetuk pintu.

Tak lama mbak Tika muncul dan membuka kan pintu.

"Alina, kenapa?" tanya mbak Tika.

"Mbak, aku ada martabak! makan bareng yuk!" ajak Alina.

"Tumben banget kamu kesini? Gea kemana?"

"Gea lagi jenguk kakaknya mbak, aku sendirian!" ujar Alina.

"Oh yaudah ayo masuk! kita makan di dalam" balas mbak Tika.

"Yes berhasil!" batin Alina berteriak.

Alina memasuki kamar mbak Tika. Mbak Tika ternyata orang yang rapih dan bersih. Terlihat jelas dari caranya menata kamarnya.

"Mbak, aku mau tanya boleh?" tanya alina.

"Boleh" balas mbak Tika sembari menikmati martabak bawaan Alina.

"Kemarin mbak bilang kalau kotak musik yang aku pegang itu ngingatin mbak sama teman mbak. Ceritain dong mbak tentang temannya aku mau denger" ujar Alina.

Mbak Tika yang awalnya sedang asyik memakan martabaknya. Ia langsung terdiam. Tatapan matanya terlihat sedih. Hal itu yang membuat Alina semakin ragu bahwa mbak Tika adalah pelaku pembunuhan citra.

"Maaf ya Alina, mbak gak bisa cerita itu sama kamu" ujar mbak Tika.

"Oh iya gak papa mbak, maaf ya udah lancang" balas Alina.

"Gak papa"

Suasana mendadak hening. Alina menjadi canggung untuk mengobrol dengan mbak Tika.

"Mbak, udah larut aku pamit ya" ujar Alina, ia tak ingin terus menerus berada dalam situasi akward seperti ini.

"Yasudah"

***

Hiks...

Hiks...

Hiks...

Alina yang baru saja memejamkan matanya untuk tidur. Mendengar suara tangisan yang tak asing baginya. Ia kembali membuka mata. Suara tangisan itu tidak lagi menyeramkan bagi Alina.

"Citra, kamu kenapa?" tanya Alina melihat sekeliling kamarnya. Ia tak melihat adanya citra. Hanya suara tangisnya saja.

Aku sedih Alina! Citra menampakkan wujudnya di depan Alina. wajah pucatnya terlihat murung.

"Sedih kenapa?"

Aku sedih lihat ibu nangis setiap malam. Dia kesepian setelah aku pergi! Tangisan Citra semakin kencang dan nyaring. Hingga Alina menutup kupingnya.

Aku benci sama pembunuh itu!

Gara-gara dia aku dan ibu pisah!

Seharusnya aku masih temenin ibu di masa tuanya!

Hiks...

Hiks...

Hiks...

Semua benda yang ada di sekitar Alina mendadak berjatuhan. Angin kencang tiba-tiba saja menyelimuti kesedihan dan kemarahan citra.

Citra!

Kamu gak boleh kayak gini!

Kamu bisa menyakiti Alina!

Damian muncul dan berusaha menenangkan citra.

Damian.. lirih citra. Ia langsung memeluk Damian untuk menumpahkan kesedihannya. Bersamaan dengan itu angin kencang itu berhenti dan barang-barang berhenti berjatuhan.

"Syukur deh, udah berhenti" batin Alina.

Melihat Citra yang menangis di pelukan Damian membuat Alina juga ikut merasakan kesedihan yang di alaminya. Dari dulu Citra dan Bu Gita hanya tinggal berdua setelah kematian ayahnya. Lalu seseorang dengan kejamnya merenggut nyawa citra. Hingga ia tidak bisa menemani ibunya di masa tua.

***

Pagi ini terasa sangat sunyi bagi Alina. Karna hari ini ia harus berangkat ke kampus sendiri. Sejak kemarin Gea belum juga kembali dari menjenguk kakaknya. Alina dapat mengerti mungkin Gea sedang sibuk.

Alina mengambil tasnya dan menutup pintu. Ia sedikit menghela nafas kasar. Rasanya agak canggung saat Gea tidak ada.

"Pagi Bu" sapa Alina. Ia tak sengaja berpapasan dengan Bu Gita.

"Pagi alina, Gea mana? tumben sendiri?"

"Gea lagi jenguk kakaknya di rumah sakit Bu"

"Oh pantesan ibu jarang lihat dia akhir-akhir ini"

Bu Gita tidak seperti awal Alina bertemu dengannya. Ternyata Bu Gita sangat ramah dengan penghuni kos disini.

Alina yang awalnya fokus pada pembicaraan. Matanya teralihkan oleh sebuah benda melingkar yang ada di leher Bu Gita. Itu sebuah kalung dan yang membuat Alina semakin kaget adalah kalung itu memiliki liontin berbentuk hati.

"Bu kalungnya bagus!" ujar Alina.

"Oh kalung ini, ya ini pemberian anak ibu sebelum dia pergi" ujar Bu Gita.

"Maaf Bu, kalau boleh saya tau nama anak ibu siapa ya?" tanya Alina.

"Namanya citra"

Jangan lupa like dan comen...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!