Suami Tangan Satuku

Suami Tangan Satuku

Dilamar Boss

Amadea Kasea menatap boss barunya yang dua bulan terakhir ini membuatnya sakit kepala itu dengan tatapan tak percaya.

"Menikah? Dengan Pak Mandala?" tanyanya dengan bibir gemetar.

Ya, ia baru saja dilamar pria yang tangan kirinya belum lama diamputasi itu. Boss tampannya itu memang mengalami kecelakaan parah.

Tangan itu tak bisa terselamatkan. Ototnya mati, lukanya membusuk karena potongan besi mobil dan terlambat ditangani karena pria itu kecelakaan di tengah hutan.

Mandala Barata memang tipe pria maskulin yang punya hobby lumayan ekstrim. Offroad di medan sulit alias di hutan bersama teman satu klub-nya bulan kemarin itu menjadi pengganti pesta lajang baginya sebelum menikah.

Mana menyangka ia akan kecelakaan lalu telat dievakuasi karena longsor dan jalur ke kota tertutup. Ia sekarat di tengah hutan, dengan peralatan seadanya, badan kotor, hujan lebat, dan sampai di rumah sakit 2 hari kemudian. Sinyal untuk menghubungi bala bantuan apalagi ambulance pun tak ada.

Mandala menyangka ia akan mati. Tapi ia masih selamat. Hanya saja tangan kirinya harus ia relakan. Juga calon tunangannya. Ia relakan saja wanita itu pergi, karena mau memohon seperti apapun juga ia akan tetap dicampakan karena cacat.

Maka kini Mandala melamar sekretaris barunya sendiri karena putus asa.

"P--Pak Mandala bicara apa barusan? Sa--saya nggak salah dengar, kan?" Dea yang memakai setelan baju kantor rapi itu membulatkan matanya dengan gugup dan dengan wajah tak percaya.

Mandala Barata meringis sambil sedikit membuang muka. Sebenarnya ia benci situasi ini. Tapi otaknya ia paksa untuk memikirkan ide konyol ini demi kepentingannya ke depan.

"Iya, kamu nggak salah dengar. Saya barusan melamar kamu." Suara berat dan sedikit serak khas Mandala membuat Amadea semakin tersentak.

Oh, bahkan kini map berisi berkas yang ia bawa dari kantor ke rumah sakit ini terasa berat karena tangan Dea mendadak berkeringat karena gugup.

"B--Bapak kan punya tunangan. Nona Meirika..." Amadea bahkan tak bisa berkata-kata dengan tenang. Menelan ludah pun susah. Semua hal mengejutkan ini seolah membuat seluruh indra di tubuhnya ikut terkejut dan eror mendadak.

"Dia minta putus. Pengumuman pertunangan minggu depan juga di-cancel sepihak. Cincinnya dibalikin tuh sama manager-nya tadi pagi." Mandala memberi kode dengan gerakan kepala pada meja di samping ranjang rawatnya itu.

Dengan spontan mata Dea menoleh ke arah yang dimaksud Mandala.

Astaga!

Tampak cincin berlian yang bulan lalu ia ambil dengan gemetar dari toko perhiasan ternama itu teronggok di meja.

Dea tercekat. Masalahnya ia ingat betul harga yang tertera di catatan pembelian perhiasan mahal itu.

Ya, harga cincin itu jelas tak main-main. Meirika Jayatri artis kenamaan yang sedang naik daun. Mana mungkin Mandala Barata membelikan cincin murahan untuk pertunangan mereka. Lagipula Mandala kurang kaya apa, sih. Apalagi semenjak papanya meninggal, seluruh perusahaan, aset, saham, dan seluruh harta Tuan Barata menjadi miliknya sepenuhnya.

Cincin mengkilat itu terpantul di mata cantik Dea yang bertubuh ramping itu.

Ah, kalau cincin itu dijual maka hutang ibunya bisa lunas. Bahkan lebih dari cukup. Sisa banyak sekali.

Hutang ibu Dea yang habis tertipu mantan suami keduanya alias ayah tiri Dea hanya 250 juta. Sedangkan cincin itu harganya 500 juta lebih.

Ya, kadang-kadang hidup memang selucu itu. Di belahan bumi satunya seseorang membuang uang untuk hal sepele macam cincin. Di belahan bumi yang lain seseorang bekerja keras tidak tidur hanya untuk makan.

Begitu pula Dea. Sebulan terakhir ini ia bekerja sambil menangis. Selain karena Mandala boss barunya membuatnya sakit kepala karena makin bertingkah setelah kecelakaan, ia juga dibuat pusing dengan tingkah ibunya.

Keputusan ibunya menikah untuk kedua kalinya setelah sang ayah meninggal sebenarnya sudah ditentang oleh Dea. Pria penipu yang ia panggil Om Alik itu memang sudah membuatnya curiga sejak awal.

Namun apa mau dikata. Nasi telah menjadi bubur. Dengan mengatasnamakan nama mamanya, pria tak tahu diri itu berhutang dengan sertifikat rumah satu-satunya peninggalan mandiang ayahnya. Bagaimana Dea tidak meradang.

Hidup setengah mati dengan hati lelah karena kebanyakan menangis ia jalani. Baru kerja 2 bulan setelah kena PHK, dapat boss galak, ditambah terbebani hutang segitu banyaknya.

Mata Dea tak berkedip. Cincin tunangan, lamaran boss-nya yang membingungkan membuatnya merasa seperti berada di alam mimpi. Semua ini jelas membuat otak pintarnya jadi berasa tumpul mendadak.

"Dea? Amadea?" Suara berat Mandala membuyarkan lamunan Dea yang masih berdiri mematung di depan ranjang rawat penuh selang dan alat medis yang tersambung ke tubuh Mandala.

Mata bening Dea tersadar. Ia langsung menoleh ke arah sang boss lagi. Gerakan mendadak itu membuat rambut panjangnya yang tergerai berayun manis macam ombak yang cantik.

"I--iya, Pak." Amadea masih belum bisa bicara dengan normal.

"Jadi gimana? Kita atur kesepakatan kalau kamu mau. Saya perlu menikah karena sudah tersebar rumor ini dimana-mana. Cuma kan nama mempelai-nya dirahasiakan karena Meirika masih ada kontrak kerja dengan brand. Rencana pengumuman tunangan dibatalkan sama dia.

Dia minta putus karena nggak mau punya calon suami cacat. Yaudah lah mau bagaimana. Jadi kelihatan kan kalau dia nggak benar-benar cinta sama saya. Baru kehilangan satu tangan sudah ditinggal. Gimana kalau bisnis saya bermasalah atau bangkrut, bakal langsung minta cerai dia.

Baguslah dia minta putus. Tapi gedung, gaun, semuanya, undangan juga sudah siap disebarkan. Tinggal ganti jadi nama kamu aja nanti. Daripada saya nggak jadi nikah." Mandala mengatakan hal ini seolah pernikahan bukan hal serius baginya.

"Hah?" Amadea makin terlihat konyol dengan respon alami polosnya.

Ya siapa yang tidak terkejut dilamar boss-nya sendiri yang bahkan minggu lalu masih membuatnya menangis di kamar mandi kantor karena tertekan habis diomeli.

Mandala tampak menghembuskan nafas panjang lalu memberi kode dengan tangan kanannya yang baik-baik saja itu agar Dea mendekat ke arahnya. Ia juga menunjuk ke sebuah kursi.

Dea tergopoh-gopoh mendekat dengan gerakan yang kaku dan gugup. Sesekali matanya melirik ke arah pria bermata coklat yang membuatnya kebingungan itu.

"Duduk sini dekat saya." Mandala berkata lagi dengan nada tegasnya.

Amadea sang sekretaris berusia 24 tahun, berlesung pipi, dan berkulit putih itu duduk dengan tegap dan nafas tak beraturan seperti seorang murid yang sedang dipanggil gurunya untuk dihukum.

Mandala tertawa pelan melihat ekspresi Dea yang tegang itu. Ia lalu berdehem dan mulai bicara dengan serius. Tak lupa matanya menatap lurus ke arah Dea.

Dea seolah terhipnotis. Mata coklat bos galak yang sebenarnya wajahnya tampan itu membuatnya terkesima juga pada akhirnya.

"Terima lamaran saya dan mari menikah. Nanti saya lunasi hutang keluarga kamu."

Suara berat Mandala membuat mata Dea makin membulat.

Hah? Apa-apaan ini? Darimana sang boss tahu soal hutang keluarganya?

Tangan Dea makin basah karena gugup dan gemetar.

Bugh!

Map yang ia pangku tergelincir ke lantai.

Mandala tertawa. Mentertawakan kepolosan dan kegugupan sekretaris cantiknya.

Bersmabung...

_____

Halo pembaca, mohon dukung karya ini dengan like, share, komen, dan vote ya.

Satu like dan komentar sangat berarti untuk penulis.

Terima kasih telah mampir membaca.

🥰

Terpopuler

Comments

Rani Harianti

Rani Harianti

cerita ya bagus

2023-07-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!