Cium Saya!

Kedua staff yang dibawa Renda Bachtiar dari butik mewahnya itu tampak saling sikut melihat Amadea yang tak kunjung merespon mereka.

Oh! Gaun cantik yang awalnya dirancang khusus untuk Meirika yang banyak mau itu tampak sempurna di tubuh ramping Amadea.

"Jangan panggil Mbak! Dia calon istri Pak Mandala! Mungkin dari tadi diam karena tersinggung kita panggil dengan sebutan Mbak." Salah seorang berbisik pada yang lainnya.

Staff yang memasangkan gaun itu pun mengangguk lalu memberanikan diri mendekat ke arah Amadea yang masih berdiri melamun menatap cermin dengan tatapan kosong.

"Permisi, Bu. B--bu Amadea." Wanita jangkung dan kurus itu berkata agak keras.

Dea langsung menoleh dan tersadar dari lamunannya soal foto di pigura itu.

"Ya? Kenapa?" Amadea mengamati bayangan dirinya di cermin dengan gugup. Astaga, sampai tak sadar ia kalau gaun pengantin ini sudah terpakai sempurna di tubuhnya.

"Sudah selesai. Gaunnya pas tanpa perlu dirombak lagi. Atau kalau Bu Dea perlu diubah lagi sesuai selera bisa langsung bilang ke boss Renda. Masih ada waktu beberapa hari untuk mengerjakan." Ia menyampaikan lagi.

Amadea langsung menggeleng cepat.

Apanya yang mau diubah. Gaun Cinderella ini sudah sempurna. Ia saja sampai terkesima.

"Kalau gitu mungkin Bu Dea bisa keluar untuk menunjukkan ke Pak Mandala. Mungkin beliau kurang puas dengan hasil finalnya dan ada yang perlu diubah?"

Mendengar kata-kata dari staf Renda soal ia yang harus menunjukkan gaun ini di depan Mandala membuat perut Dea mendadak mulas.

"Mmm, bi--bisa nggak Pak Mandala aja yang disuruh ke sini dan kalian keluar?" tanya Amadea dengan harap-harap cemas.

Kedua staff saling berpandangan dengan bingung tapi beberapa saat kemudian langsung mengangguk dan pamit pergi.

Setelah mendengar pintu ruangan ini ditutup, Dea segera mendekat ke arah nakas dan memungut pigura foto itu.

Mandala maupun Rafael kelihatan muda di foto ini. Mereka memakai bahu jersey bola dan tampak seperti sedang berada di stadion besar...

"Tunggu! World Cup tahun... Astaga! Ini kan momen 10 tahun yang lalu. Bahkan lebih. Jadi hubungan mereka sudah sejak lama? Sejak mereka muda?

Tapi kok Meirika nggak tahu ya dan sempat mau dinikahi Mandala. Apa jangan-jangan dia tahu tapi nggak peduli ya. Dia kan artis, mungkin pernikahan kontrak juga awalnya biar sama-sama untung. Oh..."

Jegrek!

Dea hanya sibuk bermonolog sendiri dalam hati dengan spontan menaruh pigura itu begitu Mandala tiba-tiba sudah berada di depan pintu.

Namun gerakan gugupnya keburu tertangkap mata tajam Mandala.

"Kamu lihat apa?" Mandala berkata santai lalu menoleh ke belakang dan menutup pintu ketika menyadari Renda dan pegawainya sok-sokan terlihat sibuk tapi menguping dan mengintip ke dalam kamar.

Amadea langsung menggeleng dan mundur satu langkah seolah merasa terancam saat Mandala berjalan mendekat padanya.

Mandala rupanya barusan mengepas jas juga. Sungguh dengan kemeja putih dan jas yang seolah hanya ditumpangkan ke pundak saja, Mandala terlihat sempurna.

Aura CEO-nya terasa makin kuat. Kalau tidak melihat secara detail, orang-orang mungkin tidak akan sadar kalau siku kiri sampai jarinya sudah hilang.

Tak tuk tak tuk!

Langkah Mandala makin dekat dengan posisi Dea berdiri. Jantung Dea jelas tak aman, mau copot rasanya.

Mandala mengamati Dea dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia mengagumi dalam hati betapa gaun ini pas dan cocok dengan tubuhnya.

Amadea Kasea yang memang cantik dari sananya makin terlihat cantik. Padahal ia belum mengenakan make up sedikit pun. Hanya lipstik tipis saja yang membuat bibirnya agak merah. Ia tadi sempat memolesnya sehabis makan saat Mandala izin ke toilet.

Ah, bahkan ia lebih cantik dari Meirika...

Dea merasa gugup diamati begitu tajam.

Masalahnya walau Mandala mengakui kecantikannya dalam hati, wajahnya tetap tampak dingin. Tidak ada ekspresi ramah-ramahnya. Senyum pun tidak.

Setelah puas mengamati, Mandala kini menoleh padanya pigura yang tadi sempat diambil Dea. Barulah ia tersenyum. Bahkan tertawa kecil.

"Kamu syok karena lihat itu barusan? Memangnya kenapa? Kamu kemakan gosip di luar sana yang menyangka saya punya hubungan spesial dengan Rafael?" Mandala bersuara di sela-sela tawanya.

Amadea hanya bisa menunduk.

"Astaga! Amadea Kasea, saya pikir kamu punya pikiran yang lebih logis. Benar-benar ya oknum-oknum jahat di luar sana menggiring berita. Padahal Rafael juga sudah meninggal setengah tahun yang lalu.

Saya normal. Saya suka perempuan. Rafael itu saudara sepersusuan saya. Kita sebaya dan orang tua kami bersahabat. Ibunya sakit waktu dia bayi dan mama saya yang menyusui dia. Kami dekat bagai saudara kandung. Cuma memang nggak pernah ekspose soal ini saja ke publik."

Tak disangka Mandala meluruskan pada Dea soal salah kaprah ini. Padahal ia paling malas membahas Rafael karena jadi sedih teringat lagi.

Amadea Kasea yang mengenakan gaun pengantin itu langsung mengangkat wajahnya. Matanya bertemu langsung dengan mata Mandala.

Oh... Salah paham rupanya ia selama ini...

"Kenapa diam? Nggak percaya? Arghhh! Dengar ya Dea! Lihat kamar ini! Dulunya kamar Rafael kalau dia datang menginap. Semua sudah dikosongkan sejak dia meninggal.

Tapi kemarin saya kangen dia dan masuk ke kamar ini. Ternyata ada satu barang yang ketinggalan disingkirkan, yaitu foto ini. Tadinya di laci. Saya lupa nyuruh pegawai saya buat buang." Mandala kembali menjelaskan panjang lebar.

Amadea mendadak membisu. Antara terlalu keget, malu karena salah paham, campur kasihan karena ternyata Mandala punya sisi lemah juga yang tak sengaja baru ia dengar.

Ia juga kadang kangen alias rindu pada orang yang ia sayang tapi telah meninggal. Sama seperti Dea yang rindu mendiang papanya.

"Dea? Dea? Kamu masih nggak percaya saya normal?" Mandala mulai tampak kesal.

"Per--percaya, Pak," jawab Amadea gugup.

Mandala lalu menyentuh dahu lancip sempurna Dea dan membuat wajahnya mendongak menatapnya.

Dea jelas makin mulas-mulas.

Kemarin saat salah tingkah dengan kelakuan Mandala, ia selalu mengucapkan mantra dalam hati, "Jangan terbawa perasaan. Pak Mandala nggak suka perempuan."

Tapi apa sekarang? Barusan Mandala meluruskan semua kesalahan pahaman ini.

Dan sekarang pria normal ini menyentuh wajahnya dan mendekatkan wajahnya padanya. Amadea hampir tidak bisa bernafas saat hidung mancung Mandala mulai menyentuh hidungnya.

Mandala adalah pria pertama yang hendak menciumnya. Amadea entah kenapa otomatis memejamkan mata.

Ya, setidaknya itulah yang ia ketahui dari pengalamannya melihat adegan romantis macam ini di dalam film.

Suara nafas harum Mandala bahkan bisa ia rasakan. Oh! Dia ini manusia atau bukan, sih? Bahkan nafasnya saja terasa memabukkan.

Amadea masih memejamkan mata seolah menunggu adegan 'itu.'

Satu... dua... tiga....

"Hahaha!"

Tidak ada adegan ciuman romantis. Yang ada hanya suara tawa Mandala yang membuat mata bulat Dea terbuka dengan syok sekaligus malu.

"Kamu ngapain merem? Memangnya kamu pikir saya mau cium kamu?" Mandala bertanya di sela-sela suara tawa gelinya.

Sungguh beberapa bulan bekerja dengan pria galak ini, baru sekali ini Dea mendengar pria ini tertawa.

"Ng--nggak, kok. Kita kan kemarin sudah tanda tangan kesepakatan soal sentuhan fisik," jawab Dea berargumen untuk menutupi malunya atas tindakan konyolnya sendiri.

"Hahaha!" Mandala tertawa lagi.

Dea menunduk sambil agak membuang muka menatap ekor gaun putihnya yang cantik itu.

"Saya normal Dea! Nggak perlu saya cium kamu untuk membuktikan kenormalan saya. Tapi kamu kelihatan nggak percaya. Jadi gimana kalau kamu yang cium saya?" Mandala tersenyum penuh arti dengan kerlingan mata menggoda.

"Hah?" Dea merasa seluruh darahnya tiba-tiba memompa cepat dan naik ke kepalanya.

Mandala tertawa lagi. Tapi kini waktunya mendekat.

Dea mundur selangkah. Mandala ikut maju selangkah. Dea mundur lagi. Mandala makin maju. Hingga akhirnya Dea tak bisa kemana-mana karena tubuhnya sudah rapat ke tembok.

"Dea, cium saya!" Mandala terdengar serius, baik dari nada suaranya maupun ekspresi wajahnya.

Amadea Kasea mau pingsan rasanya.

BERSAMBUNG ...

_____

Jangan lupa jejak LIKE dan KOMENTAR...🥰

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!