Mempelai Pengganti

Hening.

Suasana seperti seakan membeku dan waktu terhenti ketika Dea mengambil map miliknya yang terjatuh ke lantai itu.

Degup jantung wanita muda itu terasa cepat dan tak beraturan.

Lalu ketika ia kembali duduk tegap sambil mengalihkan pandangan menatap tetep tetes-tetes infus yang meluncur ke dalam selang yang terhubung ke lengan kanan Mandala itu, Mandala kembali berdehem.

"Saya tahu kamu sedang tertekan dan butuh uang, Amadea. Saya tahu." Suara Mandala membuat hati Dea makin melonjak-lonjak bingung bercampur kaget.

"Pak Mandala tahu darimana?" Suara lirih Dea akhirnya terdengar juga setelah beberapa detik ia mengatur nafasnya yang masih memburu itu.

Mandala tertawa lagi.

Sungguh Amadea kadang tak mengerti. Pria yang kemarin masih sekarat itu mungkin hanya kehilangan sebelah tangan, tapi energinya seolah tak hilang. Malah makin bertambah menyebalkan.

Bayangkan saja. Setelah operasi selesai pria itu menelponnya untuk urusan pekerjaan dan membuat Dea terbirit-birit lari dari kantor ke rumah sakit karena Mandala menyuruhnya cepat mengantar berkas.

Belum cukup itu saja, suara gelegar amarah dan omelannya masih terdengar sama seperti sebelum ia cuti dan kecelakaan.

Cutinya sang boss dan kecelakaan yang menimpanya awalnya membuat Dea senang bukan main. Artinya ia bebas dari omelan pria itu selama beberapa hari. Tapi rasa senangnya berubah menjadi kasihan begitu mendengar berita kalau sang boss harus kehilangan satu tangan.

Namun lihat sekarang. Setelah tangannya diambil, lalu keadaannya lumayan pulih, pria itu kembali menyiksa Dea dengan perintah-perintah arogannya.

Rasa kasihan Amadea tercabut lagi. Ia merasa lebih layak mengasihani dirinya sendiri daripada mengasihani bosnya yang ternyata tetap menjadi pria kejam itu.

Amadea kini memberanikan diri menatap sang atasan. Ia bingung darimana si boss tahu.

Masalah hutang ini kan masalah pribadinya. Bahkan teman barunya di kantor baru ini pun tidak tahu karena ia memendam masalah ini sendiri. Ia terlalu malu dan stress untuk sekedar curhat atau berbagi keluh kesah dengan siapapun.

"Waktu kemarin kamu ke sini untuk urusan kantor, kamu pikir saya tidur, kan? Nggak! Saya sudah bangun. Tapi saya merem aja karena terlanjur dengar kamu nangis-nangis. Saya pura-pura tidur dan menguping.

Waktu itu kamu ditelpon ibumu, kan? Kamu nangis sambil membahas utang, sertifikat rumah yang ditahan, lalu kamu juga ngeluh karena saya galakin kamu di kantor dan belum gajian.

Saya dengar, Dea. Ya saya nggak marah sih kamu bilang saya galak dan bengis. Memang kenyataannya begitu." Mandala sedikit mencibir, membuat Dea tertunduk malu bukan kepalang.

Kemarin waktu tergopoh datang dari kantor ke rumah sakit karena Mandala mengomel, Dea cukup dibuat kesal.

Bagaimana tidak kesal. Setelah diomeli habis-habisan lewat telepon, lalu disuruh cepat-cepat datang, eh sampai di ruang rawat Mandala malah tidur. Di saat yang sama kebetulan ibunya menelpon dan menagih uang karena tagihan utang sudah keluar, sedangkan Dea belum menerima gaji.

Dea marah, kesal, lelah. Dengan emosi membuncah akhirnya ia menangis sambil menerima telepon tanpa sempat menyingkir dari ruang rawat Mandala sehingga Mandala mendengarnya.

"M--maaf Pak saya nggak bermaksud..." Amadea masih menunduk dan lagi-lagi dari tadi suaranya terbata.

Mandala tertawa dengan nada sengak.

Ya, dari nada suaranya, gesture-nya bahkan di saat ia sedang terbaring lemah dan kehilangan satu tangan begini masih saja tetap menjengkelkan di mata Dea.

Mandala memang dikenal sebagai bos yang galak, arogan, dan susah ditaklukan. Mana pernah ia memuji karyawannya. Kalau ia melintas di kantor, semua orang akan ketakutan.

Mandala akan mengkritik apapun yang tidak sesuai dengan keinginan hatinya. Bahkan yang sudah dianggap sesuai pun kadang ternyata masih ia kritik.

"Gimana Dea? Kita menikah. Saya akan lunasi hutang kamu. Paling berapa ratus juta, sih? Kamu juga boleh minta cerai nanti. Ini pernikahan sementara, kok. Kita atur aja kalau sudah sepakat. Gimana? Kalau kamu nggak mau saya bisa nyari calon lain. Waktu saya nggak banyak." Suara Mandala yang berat terasa menggema di telinga Amadea yang kini mengangkat kepalanya makin tinggi.

Ditatapnya bos galak yang sering ia sumpahi karena kesal dalam hati itu dengan tatapan tak percaya.

Hutangnya lunas? Bukankah ini tawaran yang menggiurkan? Ini solusi dari permasalahan yang ia tangisi setiap malam, kan? Yang membuatnya heran, kenapa ia harus menikahi pria itu?

"Tapi kenapa Bapak harus tetap menikah? Bisa saja kan Bapak membatalkan pernikahan saja. Bapak kan kaya. Uang gedung, persiapan resepsi, paling juga tidak seberapa banyak untuk Bapak." Dea membalas dengan takut-takut.

Masalahnya wanita cantik itu penasaran juga. Kenapa pria itu bersikeras harus menikah dan mencari calon pengantin pengganti dari Meirika Jayatri?

"Karena saya pengen nikah aja." Mandala menjawab dengan singkat.

"Hah?"

Lagi-lagi Amadea hanya bisa merespon dengan 'hah'.

"M--maksunya gimana, Pak?" Amadea mengulang pertanyaan ini karena merasa belum sepenuhnya paham.

"Iya. Saya cuma pengin nikah aja. Cuma biar kelihatan udah pernah nikah aja di mata publik. Sekalian biar Meirika kesal sama saya. Dipikirnya habis semuanya dia batalkan sepihak saya akan terpuruk dan memohon-mohon biar dia kembali?

Nggak! Saya tetap pengin melanjutkan rencana pernikahan. Dan saya butuh mempelai pengganti yang pantas. Kalau kita menikah kita sama-sama untung, kan?" Mandala berkata sambil meringis ketika bergerak sedikit dari posisi duduknya.

Dea tercenung.

"Kenapa harus saya, Pak?" Dea terlihat masih syok merespon semua hal gila ini.

"Ya karena kamu cantik aja. Pas lah dibawa ke acara kolega bisnis saya, diliput wartawan. Ngapain saya nyari jauh-jauh. Apalagi kamu juga butuh uang sebagai imbalan. Pas, kan?" Mandala menaikkan sebelah alisnya.

Coba saja tidak galak. Pria ini sangat tampan, maskulin, dan menawan wanita manapun. Harus Dea akui, pria ini berparas di atas rata-rata!

Dea menunduk. Ya, ini solusi masalahnya, kan?

Ada hal mengejutkan lagi sebenarnya dari tawaran ini. Ya, bos galak yang ia benci itu barusan bilang kalau ia cantik.

Dea bukannya GR atau terlalu PD menyebut dirinya sendiri cantik. Nyatanya dari SMP, SMA, sampai kuliah, banyak yang bilang ia cantik. Bukan hanya teman lelakinya yang bilang. Teman perempuan pun mengakui paras cantiknya. Bahkan tak sedikit pula yang iri dan membencinya diam-diam.

Para gadis itu umumnya kesal kan kalau cowok incaran mereka bukannya merespon malah sibuk cari perhatian Dea.

Nyatanya Dea memang mengalihkan pethatian semua orang karena cantiknya tak kalah dengan deretan selebriti kenamaan ibukota.

"Saya nggak mau kasih kamu waktu buat mikir lama-lama, ya. Jawab sekarang juga kamu mau atau tidak. Kalau nggak mau saya suruh Beni nyari pengantin pengganti." Mandala melirik lagi ke arah Dea yang menunduk.

Dea perlahan mengangkat wajahnya.

Apa jawaban yang akan ia lontarkan untuk Mandala Barata?

Iya atau tidak...

BERSMABUNG...

_____

Jangan lupa tinggalkan like dan komentar ya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!