"Pak Mandala?" Amadea berseru dalam hati begitu membaca nama Mandala di layar panggilan handphone-nya.
Gadis cantik itu menggigit bibirnya. Ia tadi begitu terdistraksi dengan ibunya dan segala perdebatan rutin mereka sehingga lupa kalau pesan Mandala belum sempat ia balas.
Taksi terus melaju ke alamat rumah Mandala seperti yang diarahkan Dea. Sementara itu Dea masih memegangi handphone-nya dengan gugup.
"H--halo?" Amadea akhirnya mengangkat panggilan telepon itu.
Ah, setelah berhari-hari tak bertemu dan mendengar suara berat nan candu itu, akhirnya Dea bisa mendengarnya kembali.
"Halo, Dea? Saya kirimi kamu pesan tapi kamu cuma baca doang dan nggak balas. Everything okay?" Suara Mandala terdengar cemas, atau setidaknya kedengarannya begitu.
Dea bukannya langsung menjawab tapi hanya tersenyum-senyum saja.
"Dea? Halo?" Akhirnya Mandala memanggil lagi karena dari tadi Dea tidak menyahut.
"Eh, mmm, saya baik-baik saja, Pak. Maksud saya Mas. T--tadi saya nggak sempat balas pesan karena membereskan koper. I--ini saya lagi di taksi. Saya jadi pindah ke rumah hari ini." Dea terbata-bata.
Terdengar samar-samar suara helaan napas lega dari Mandala.
"Saya pikir kenapa. Yasudah. Saya tadinya masih di rumah sekalian ngecek hasil kerja Adit sama Vina. Tapi sekarang lagi di mobil mau ke kantor. Paling kita ketemu nanti malam.
Nanti kamu dibantu Bu Lulu ya. Tahu, kan? Dia kepala pelayan di rumah. Adit sama Vina udah pulang juga barusan. Pokoknya kamar kamu sudah beres seperti apa yang kamu mau." Mandala kini terdengar buru-buru.
Dea baru hendak membuka mulutnya ketika Mandala menyambung lagi.
"Dea, saya tutup teleponnya, ya. Saya udah sampai kantor dan buru-buru karena ada wawancara majalah bisnis. Sekalian saya mau umumin secara publik soal pernikahan kita beberapa hari lagi. Bye."
Klik!
Lalu panggilan telepon itu berakhir. Walau hanya beberapa menit, tapi setidaknya Dea akhirnya mendengar lagu suara yang diam-diam terbayang di kepalanya berhari-hari itu. Suara berat dan candu yang memanggilnya dengan sebutan 'sayang' di depan Meirika Jayatri dan seluruh kru sesi pra wedding.
"Mbak, belok kanan kan, ya? Mbak ada kartu akses? Kayaknya kendaraan umum dilarang masuk. Harus pakai tanda pengenal orang yang tinggal di sini." Sopir taksi barusan memecah lamunan indah Dea.
Dea lalu menatap ke depan dan melihat satpam kompleks elite ini menghadang taksi yang ia tumpangi.
"Oh, ini. Sebentar saya ambil kartunya." Dea buru-buru membuka tasnya.
Ya, Mandala yang memberinya kartu akses untuk masuk area rumahnya ini karena sebentar lagi ia tinggal di sini juga, kan. Walau hanya Nyonya pura-pura, tetap saja Dea akan menjadi Nyonya Mandala.
Kompleks ini memang dijaga ketat. Jelas, yang tinggal bukan orang sembarangan. Selain Mandala, di antaranya ada anak menteri, anggota parlemen, pengusaha terkenal, simpanan boss TV nasional, dan banyak lagi.
Mobil pun berbelok dengan mulus.
Begitu Dea turun dari taksi, penjaga rumah sudah sigap mengambil alih koper yang baru dikeluarkan dari bagasi. Agak kaget juga Dea dengan semua perlakuan istimewa ini.
Selanjutnya, seorang wanita berpakaian rapi, berambut separuh putih, dengan kerutan di wajah yang menandakan usia yang sudah makin menua tampak berlari-lari kecil menyambut Amadea.
"Bu Dea, maaf saya baru selesai membuat laporan bulanan jadi ketika Pak Mandala menghubungi saya lewat pesan, jadi saya terlambat mengecek. Saya tidak tahu kalau Ibu mau pindah hari ini.
Oh, ya. Saya Lulu. Panggil saja Bu Lulu. Saya kepala pelayan di rumah ini. Semua urusan rumah tentu atas kendali Pak Mandala, saya hanya perantara saja. Mari saya antar ke kamar."
Dan Dea hanya mengangguk. Rasanya masih agak aneh dipanggil "Bu" tapi Dea tak pernah protes. Memang sudah begitu seharusnya. Ia calon Nyonya Mandala, maka semua bawahan Mandala sudah sepantasnya memanggilnya dengan sapaan hormat "Bu."
Dea pun tersenyum dan mengangguk ketika Bu Lulu memberitahukan kalau ada sesuatu atau butuh bantuan, tinggal panggil dia saja.
Dea juga menolak ketika Bu Lulu hendak mengantarnya keliling rumah alias house tour sekarang. Ia begitu lelah hari ini. Ia bilang lain kali saja. Lagian ia kan tak boleh ngantor lagi oleh Mandala, pasti ia akan bosan lama-lama tinggal di rumah ini, maka nanti saja ia berkeliling untuk membuang bosan.
Dea pun masuk ke kamar dan mengunci pintunya. Koper dan tasnya tergeletak rapi di sebuah sudut. Tadi barang-barangnya itu diantar pelayan rumah.
Amadea menatap sekeliling kamar ini, dimana kemarin ia tak sengaja menemukan foto Mandala dengan Rafael Malik. Oh, ia jadi ingat hari itu. Hari dimana kesalah pahaman Dea soal gosip miring soal Mandala akhirnya terkuak kebenarannya.
"Saya normal, Dea. Saya suka perempuan." Suara itu kembali terngiang-ngiag.
Tanpa sadar Dea tersenyum-senyum sendiri. Dengan masih berdiri di depan kasur berukuran besar itu, Dea melihat ke sebuah sudut di dekat meja rias.
Ruangan ini mungkin diubah design-nya oleh Adit, tapi beberapa sudut masih terlihat sama. Dan Dea mengenali sudut itu...
Ah, di sudut itu... Sudut ruangan yang membuat Amadea Kasea tersudut oleh Mandala.
Sudut dimana mereka begitu dekat hingga Dea bisa merasakan napas Mandala menyapu wajahnya. Sudut tempat Dea pertema kali menyentuhkan bibirnya ke bagian tubuh seorang pria.
Dea lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tak mau bayangan itu memenuhi isi kepalanya. Sudah cukup semua perlakuan Mandala yang Dea sadari sebagai akting saja itu membuatnya terbawa perasaan. Jangan ditambah lagi. Dea sudah cukup mabuk kehaluan beberapa hari terakhir ini.
Tring!
Sebuah pesan masuk membuat dering notifikasi di handphone Dea menyala.
Sebuah pesan dari nomor Vina. Vina tak hanya mengetikkan pesan, tapi ia mengirimkan sebuah file foto berisi foto selfie-nya di kamar ini dan di ruang wardrobe.
[[ "Hasil kerja kilatku sama Adit. Semoga suka ya Bu Dea. Eh, Dea doang maksudnya hehe. Nyonya Mandala harus punya ruangan khusus untuk menyimpan gaun cantik dan sepatu kacanya. Aku tahu kamu akan kesal begitu mengecek semua harga pakaian dan aneka aksesori itu, Dea. Tapi tak usah dipikirkan, uang suamimu banyak.
Oh, ya. Satu lagi. Aku punya kejutan. Cari aja sampai ketemu." ]]
Dan Dea hanya menarik nafas panjang lalu tertawa. Mereka ada-ada saja, sih.
Arghhh! Kamar ini memang jadi lebih keren, sih. Tapi kejutan? Kejutan apa? Kenapa Vina bilang ada kejutan? Apa maksudnya? Dea mengernyitkan alisnya dengan penasaran.
BERSAMBUNG ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments