Amadea sedang menunggu taksi online yang ia pesan di depan rumah saat ibunya datang menghampiri.
Ada 2 koper dan satu tas berisi laptop dan berkas pribadi tampak teronggok di meja teras.
"Dea, I--ibu cuma butuh uang lebih. Ibu nggak maksud ngusir kamu. Kan lumayan kalau kamar kamu disewain." Riris Sayuti menghampiri putrinya yang kini ketus padanya itu.
Dea diam saja. Semakin ia menyahut, maka ia tahu perdebatan ibunya akan menjadi makin panjang.
"Dea, kan kamu bisa pindah ke rumah suami kamu lebih cepat. Jadi nggak papa, kan? Melisa butuh tumpangan." Riris Sayuti mengubah nada suaranya menjadi lebih lembut.
Dea masih diam. Ia terlalu kesal hingga pesan dari Mandala yang sudah ia tunggu-tunggu itu belum sempat ia balas.
Ya ampun apa sih susahnya menunggu hanya 2 atau 3 hari saja. Kalaupun mau sekarang, Dea kesal karena tiba-tiba ibunya datang sambil marah-marah dan seakan mengusirnya dari kamarnya sendiri.
"Dea, kamu marah ya? Ibu cuma emosi tadi karna kamu udah 3 hari lebih ini cuma tidur-tiduran aja di kamar." Riris Sayuti kembali merayu Dea. Diancam soal uang membuatnya berubah menjadi semanis ibu peri.
Karena ibunya masih berdiri di sampingnya dengan nada suara yang lama-lama seperti terdengar merengek, Dea akhirnya menoleh.
"Tumben Ibu nggak sebut-sebut kata cacat lagi waktu nyebut nama Mas Mandala. Ya udahlah, Bu. Aku akan pindah hari ini. Yang penting Ibu nggak ganggu-ganggu aku lagi soal uang.
Kita sepakat kalau aku akan transfer setiap bulannya buat Ibu cicil utang. Uang makan dan kebutuhan Ibu lebih dari cukup pakai uang pensiun ayah. Kalau di luar itu Ibu boros dan buang-buang uang karena gengsi sama teman-teman Ibu, aku nggak mau nanggung.
Ibu mau sewain bekas ruang kerja ayah dulu jadi kamar kost lagi juga nggak papa. Aku malah senang Ibu mikir sendiri bagaimana caranya dapat uang tambahan kalau mau foya-foya. Tahu cara habisin uang, harus tahu cara nyarinya, kan?" Dea berkata setengah menyindir.
Riris Sayuti langsung nyengir.
Wanita setengah baya itu tahu betul apa yang dikatakan putrinya itu sepenuhnya benar. Tapi ya namanya terlanjur gengsi. Ia malu terlihat miskin makannya selama ini selalu memeras uang hasil kerja Dea untuk terlihat kaya.
"Udah, Bu. Aku mau pergi. Taksinya udah datang. Kalau kemarin katanya Ibu malu datang ke pesta pernikahanku dan bilang baju designer yang kubawakan jelek, aku nggak papa kok, Bu.
Ibu datang sama nggak datang juga pernikahanku tetap sah. Malah aku malu kalau tiap kali Ibu menyebut nama Mas Mandala, Ibu selalu membawa-bawa kecacatannya.
Bye, Bu. Semoga Ibu senang sekarang karena aku benar-benar keluar dari rumah ini. Ingat waktu Ibu hampir ngusir aku karena aku berantem sama Om Alik? Aku sedih haru pergi tapi Ibu kelihatannya baik-baik aja jadi ya udah. Bye."
Amadea lalu memasukkan koper ke bagasi taksi dibantu sang sopir. Ibunya hanya memandangi dari teras sambil melambaikan tangan.
Dea membalas lambaian tangan ibunya sambil berusaha tetap tersenyum. Sebenci-bencinya Dea pada sikap dan kelakuan ajaib ibunya, tapi perempuan itu tetap yang melahirkan dan membesarkannya. Ya walau tentu semua itu juga berkat kasih sayang mendiang ayahnya.
***
Riris Sayuti langsung masuk ke dalam rumah begitu taksi yang ditumpangi Dea pergi menjauh.
"Melisa, Dea udah pergi. Astaga, Ibu deg-degan." Riris langsung duduk di kursi.
Melisa yang masih mengenakan ransel ikut duduk di kursi.
"Beneran nggak papa, Bu? Meli takut." Melisa masih sesekali melihat ke arah pintu. Mungkin takut tiba-tiba Dea muncul lagi di sana.
"Udah tenang aja. Dia lagi tergila-gila sama calon suaminya yang cacat itu. Udahlah nggak usah ngomongin Dea. Papa kamu dimana? Aduh kalian kemarin tidur dimana dong? Katanya diusir pemilik kontrakan." Riris Sayuti entah kenapa malah bersikap begitu lemah lembut pada anak tirinya itu.
"Iya, Bu. Aku numpang di rumah teman. Tapi kan udah 5 hari, jadi sekarang lontang-lantung. Untung ada Ibu. Papa di kantor teman bisnisnya. Nginep di sana." Melisa kini tampak melepas ranselnya dan meletakkannya di lantai.
Riris Sayuti menggeleng-gelengkan kepalanya dengan prihatin.
Ya, ia masih menyukai lelaki yang telah menipu dan membuatnya terlilit utang ratusan juta itu. Pokoknya ia seperti terbutakan oleh rasa sukanya.
Walau Dea sudah lelah memberi tahu kalau Om Alik itu penipu, tapi mamanya tetap bersikukuh kalau suami barunya itu juga tertipu. Ia hanya sial saja karena bisnisnya tidak berjalan dengan baik.
"Ya ampun kasihan papa kamu, Mel. Terus sekarang gimana? Suruh ke sini aja. Dea juga udah pergi. Iya, kan?" Riris Sayuti tampak nekat.
Ah, apa ia lupa pada janji sekaligus ancaman Dea? Dea tidak akan membantu pembayaran utang kalau sampai tahu mamanya masih berhubungan dengan suami baru yang sudah ia minta untuk diceraikan saja itu.
Riris Sayuti tidak hanya melanggar janjinya, tapi kepercayaan Dea sudah ia hancurkan.
Selain diam-diam masih saling berhubungan, ia bahkan mengiriminya uang. Makannya uang pemberian Dea selalu habis dengan cepat tak tahu dibelanjakan apa.
Sekarang anaknya ia tampung di sini dan ia malah mengundang lelaki itu kembali tinggal di sini mentang-mentang Dea sudah pergi.
Lalu kenapa Dea tidak tahu menahu soal Melisa? Itu karena dari awal ia sudah muak dengan pria bernama Alik itu. Makannya ia juga tak mau tahu soal kehidupan pria itu, kenapa ia menjadi duda, kenapa ia bercerai, apa ia punya anak dari pernikahan pertamanya. Dea tak mau tahu.
Makannya Dea tak curiga ketika Melisa muncul di depan pintu kamarnya dengan mamanya.
"Bu, emang nggak bahaya kalau Mbak Dea tahu? Nanti bisa gawat. Papa bilang Mbak Dea galak!" Melisa berkomentar.
Riris Sayuti tertawa.
"Tenang aja. Aman!" Jawabnya santai.
Melisa mengangguk-angguk lalu menelpon papanya.
"Halo, Pa? Kata Bu Riris, Papa bisa tinggal di sini lagi. Mbak Dea udah pindah ke rumah calon suaminya. Dia mau menikah sebentar lagi. Sini aja ya, Pa. Melisa capek pindah-pindah, numpang-numpang terus. Ya, Pa?" Melisa merengek.
Riris Sayuti menetap dengan penuh harap. Sesungguhnya ia ingin kembali lagi dengan pria itu, hidup bersama tanpa campur tangan Dea.
Mungkinkah hal itu bisa terjadi?
Akankah Dea curiga dan akhirnya memergoki kebohongan mamanya?
Yang jelas Dea sekarang sedang termenung di dalam taksi. Ia akan pindah ke rumah baru bak istana itu. Rumah suaminya nanti. Ia akan menjadi Nyonya Mandala.
Senangkah ia? Sedihkah ia?
Drttt drttt!
Handphone-nya bergetar. Mandala menelponnya.
BERSAMBUNG..
_______
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments