Harga Sebuah Keperawanan
Pukul satu dini hari, hujan mengguyur desa kecil di pinggiran kota, gadis berusia sembilan belas tahun itu menangis terisak meratapi nasib pedih yang harus dia alami, kehilangan sosok kakak satu-satunya yang menjadi pelindung dia selama ini.
"Kak, mengapa kau harus pergi meninggalkanku, kenapa kau tega menemui ibu dan ayah tanpa aku, kemana lagi aku harus pergi saat tidak ada siapapun lagi yang bisa kupintai pertolongan hiks hiks hiks, aku ingin ikut denganmu kak." Ringisan Olivia dengan memeluk mayat kakak laki-lakinya yang terbujur kaku kala itu.
Sebuah kebakaran rumah yang sangat besar menghancurkan semua harta milik Olivia satu-satunya, melenyapkan sang kakak dan kini telah kehilangan segalanya dalam hidup. Terus menangis dalam derasnya hujan yang tidak hanya memadamkan api di rumahnya, tetapi juga memadamkan rasa semangat hidup dalam hatinya.
Masyarakat berbondong-bondong membantunya mengangkat mayat sang kakak dengan perlahan, proses pemakaman di jalankan sebagai mana mestinya.
Gadis manis yang cantik rupawan sudah tinggal seorang diri, tidak memiliki apapun selain dari pakaian yang menempel pada tubuhnya, dia harus pergi ke kota menemui teman lamanya untuk melangsungkan hidup yang baru, meninggalkan makam sang kakak dengan tangisan sendu dan mata yang sembab. "Kak, maafkan aku, aku akan kembali ketika keadaan sudah membaik," ucapnya dengan berat hati.
Tak ada jalan lain lagi, dia hanya dibekali uang dari pemberian masyarakat disana sebagai bentuk bela sungkawa atas dirinya, merantau ke kota besar dan mencari alamat teman lama yang sudah bertahun-tahun tidak berkomunikasi dengannya, itu sangat sulit untuk gadis yang masih belia seperti dia, tetapi jalan itu satu-satunya yang harus dia ambil.
Betapa malangnya nasib gadis kecil itu, sampai hari terus berganti dia masih belum bisa menemukan alamat sahabat lamanya tersebut, hingga dia di rampok dan hampir saja akan mengalami kecelakaan sebab berlari ke tengah jalan mengejar seorang perampok yang mengambil sisa uang yang dia miliki.
"Arkkk...uangku, tolong jangan ambil uangku hiks hiks hiks. Aku mohon kembalikan uangku." Teriaknya begitu serak.
Saat berbalik rupanya ada sebuah mobil yang melaju cukup kencang dari arah sampingnya dan hampir saja menabrak dirinya, Olivia langsung berteriak kencang sambil menunduk dan memegangi kedua telinganya, dia sudah siap untuk menerima kenyataan bahwa dia tengah di jemput kematian di depan matanya, baginya lebih baik dia menyusul sang kakak daripada harus menjalani hidup tanpa arah tujuan seperti sebelumnya.
Sayangnya mobil tersebut masih sempat berhenti dan tidak menabrak Olivia, seorang gadis mudah keluar dari dalam mobil dan langsung menghampiri Olivia dengan wajah penuh kecemasan, dia mulai menyentuh pundak Olivia dengan perlahan dan menanyakan keadaannya. "Hai apa kau baik-baik saja?" Tanya wanita tersebut kepadanya.
Olivia menyadari dirinya selamat dari maut dan segera menengadahkan kepala ke arah samping, sosok wanita cantik dengan rambut panjang sepinggang dan berwarna pirang menatap dirinya dengan mata terbuka lebar, sedang Olivia langsung bangkit berdiri dan memeluknya dengan erat, rupanya gadis yang hampir menabrak dirinya adalah teman lama yang sudah dia cari-cari keberadaannya selama ini.
"Malara, akhirnya aku menemukanmu." Ujarnya dengan memeluk gadis itu sangat erat,
"Mengapa kau tiba-tiba muncul di tengah jalan seperti ini, Olivia?" Tanya Malara dengan penuh keheranan.
Olivia melepaskan pelukannya pada Malara dan dia hanya bisa tertunduk diam membisu, tangannya mengigil dan gemetaran, meski hujan sudah reda, tetapi sekujur tubuhnya masih terlihat basah kuyup, pakaian berwarna putih yang dia kenakan nampak tembus pandang hingga memperlihatkan bagian dalamnya.
Malara sangat iba melihat kondisi teman lamanya seperti ini, langsung saja dia membawanya masuk ke dalam mobil dan memberikan sebuah jaket miliknya untuk menutupi tubuh Olivia.
"Pakailah ini, kau tidak perlu menceritakannya sekarang juga padaku, aku tidak akan memaksamu." Ujarnya dengan lembut.
Olivia tersenyum kecil dan dia menahan tangan Malara yang saat itu hampir menyalakan mobilnya lagi. "Ada apa Olivia? Apa ada yang ingin kau katakan padaku?" Tanya Malara dengan wajah yang begitu bersahabat.
Olivia mengangguk dengan cepat dan dia terlihat mengatur nafasnya beberapa saat sebelum dia mulai mengutarakan perasaan yang sudah tertahan cukup lama di dalam hatinya. Sementara Malara terus mendengarkan dengan sangat serius dan memberikan seluruh perhatiannya kepada Olivia, dia mulai mengusap tangan Olivia untuk memberikannya kekuatan selama dia menceritakan semua nasib menyedihkan yang baru saja dialami temannya tersebut.
"Karena itu aku mencarimu Malara, aku tidak memiliki tempat tinggal lagi dan tidak tahu harus menemui siapa selain dirimu." Akhir kata yang diungkapkan Olivia.
"Tenang saja, ayo kita pulang dan kau bisa tinggal di rumahku selama kau mau, ayah dan ibuku jarang berada di rumah, kau bisa menganggap rumahku seperti rumahmu sendiri, jangan mencemaskan apapun." Balas Malara yang sangat melegakan hatinya.
Olivia pikir dia akan aman dan setidaknya memiliki tempat berteduh jika dia ikut dengan temannya tersebut, hingga tidak disangkan ketika sudah sampai di kediaman Malara dan bertemu dengan kedua orangtuanya, Olivia mulai merasa tidak nyaman sebab tatapan ayah Malara yang bernama Burhan terus menatapnya penuh nafsu, itu membuat dia merasa sedikit cemas, tetapi Olivia sama sekali tidak mau berperasangka buruk terhadap ayahnya Malara, terlebih dia sudah dengan baik memberikan izin untuk dirinya tinggal sementara waktu di rumahnya.
Tapi siapa sangka saat Olivia selesai membersihkan diri dan tengah tidur di kamarnya, justru pria paruh baya itu menyelinap masuk ke dalam kamarnya, diam-diam dia merayap mendekati ranjang Olivia dan mulai menarik selimut yang menutupi tubuh gadis muda itu. "Dia cantik sekali, tidak pernah aku temui ada anak gadis secantik ini, aku akan melahapnya malam ini," batin pria yang sudah berusia sekitar empat puluh tahunan tersebut. Dia mulai menyentuh kaki Olivia dari betis hingga terus naik ke lutut dan sampai di pahanya saat itu.
Untungnya Olivia tidak benar-benar tidur degan lelap, dia segera terusik merasakan ada sesuatu yang menyentuh kakinya, betapa kagetnya dia saat membuka mata, ternyata om Burhan sudah berada diatas tubuhnya dan dia langsung menjerit sangat kencang untuk meminta tolong dengan segera. "Om Burhan? Aaarkkkkk..." Teriaknya sangat kencang.
Pria itu dengan cepat membekap mulut Olivia dengan kuat dan memberikan ancaman kepadanya agar tidak berani berteriak sebelum sang istri dan putrinya akan terbangun sebab teriakkan Olivia yang sangat kencang itu.
Olivia terus saja berusaha berontak untuk melepaskan diri, dia sangat panik dan ketakutan, tidak pernah dia duga, hal seperti ini akan dia alami di hari kematian kakaknya sendiri, terlebih oleh ayah dari teman terbaiknya sendiri, tetapi tubuhnya yang tidak sebesar tubuh om Burhan tentu saja tidak bisa melawannya, hingga tiba-tiba saja sebuah ketukan pintu dari luar terdengar, dan itu seperti sebuah harapan untuknya melarikan diri dari pria tua yang mesum tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
X'tine
malang sekali nasibmu olive..🥺
2023-10-30
0