KEMBAR JENIUS CEO KEJAM
"Hahahaha… dasar anak yatim." Caci sekelompok anak usil menertawai Inara, gadis kecil lima tahun yang memiliki kelainan pada mata kirinya sejak lahir.
"Sana pergi, dasar anak haram, jangan berdiri di sini terus, merusak sekolah milik nenek ku,"
"Sudah aneh, tidak punya ayah, dan ibunya juga cacat, kasian, hahaha." Caci mereka menusuk hati Ara yang sekarang wajahnya telah dipenuhi air mata.
"Bellentti! Inalla bukan anak halam, pellgi kalian! Jangan ganggu dan ejek Mommy Ala!" Ara yang terisak-isak dan tak tahan diejek tiap hari oleh mereka, ia memungut batu dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Sudah tak mau ditindas oleh anak-anak itu.
"Kalau kalian ndak mawu pellgi, Inalla lempall kalian!" Ancam Inara, namun gertakannya itu malah membuatnya didorong oleh mereka.
Brugh!"
"Aduh… sakit," ringis Inara yang beringsut ke belakang.
"Hahaha, makanya jangan berani sama kita, dasar cacat!" pungkas mereka. Mentang-mentang lebih tua dan besar dari Inara, mereka mengacak rambut gadis kecil berambut pendek itu dengan jahat. Tak hanya itu, mereka juga merusak dan menendang tas Ara sampai robek.
"HEI, KALIAN! APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN DI SANA?!" Seorang satpam berteriak kepada mereka.
"Gawat, cepat kabur!" Seru mereka melarikan diri, meninggalkan Ara yang diam terduduk dan terguncang hebat melihat tas dari hadiah ulang tahunnya hancur. Padahal uang untuk membeli tas itu didapatkan secara mati-matian oleh ke lima kakak kembarnya.
"Uwaaa…. tas Inalla lusak." Isaknya mengusap kedua matanya.
"Inalla ndak pellnah jahat, tapi kenapa Inalla telus diganggu?" Tangis Ara di depan satpam itu yang kebingungan bagaimana menenangkannya. Satpam pun mengikat kembali rambut Ara dan merapikan seragam sekolahnya, kecuali tas Ara yang sudah tak layak dipakai lagi.
"Hik, melleka tellus ganggu Inalla, tapi Inalla ndak pellnah jahat, kenapa melleka selalu begitu, Om?" tanya Inara lagi dan mulai sedikit tenang. Pak Satpam pun hanya bisa diam, karena bingung harus menjawab apa. Mau menjawab, tapi ia juga takut dipecat, karena salah satu diantara anak itu ada cucu dari yayasan sekolah Inara belajar.
Tiba-tiba, ada yang memanggil dari belakang mereka.
"Ara!!!"
Ara mengangkat wajah imutnya dan melihat salah satu kakak kembarnya datang. Chloe pun kaget, melihat seragam adik bungsunya kotor dan tas Ara yang rusak.
"Om! Siapa yang sudah melakukan ini sama adik kami?" tanya Chloe langsung marah.
"Kamu siapa?" tanya Pak Satpam sambil memperhatikan Chloe yang tidak pernah terlihat sebelumnya. Tentu saja, untuk tahun ini, hanya Inara yang bersekolah, sedangkan lima dari enam bersaudara kembar itu tidak bisa ikut bersekolah karena sibuk mencari nafkah untuk adik dan Ibu cacat mereka.
"Saya, Kakak kedua Ara," jawab Chloe sedikit sopan setelah memahami orang dewasa di depannya tersebut yang membantu Ara yang kesulitan.
"Oh, begini dek …." Satpam pun menjelaskan yang sudah terjadi.
"Kakak… Inalla minta maaf, galla-galla Inalla ndak bisa pulang sendili, tasnya lusak sama olang," ucap Ara menunduk, takut dimarahi. Tetapi Chloe mengambil tas adiknya kemudian menggenggam tangan mungilnya.
"Om, terima kasih sudah menolong Ara, kami pulang dulu, permisi." Chloe membawa adiknya pulang. Melihat kedua anak itu, Pak Satpam merasa iba. Mau rasanya mengadopsi mereka, tapi apa boleh buat, dia juga miskin dalam hal ekonomi.
Tiba di rumah, Chloe membuka pintu apartemen kumuh tempat mereka lahir. Sontak, Chloe meletakkan jari telunjuknya ke bibir sebelum empat saudara laki-lakinya bersuara.
"Shht, Ara lagi tidur. Jangan membangunkan dia." Chloe masuk, membawa Ara yang berada di pundaknya ke dalam kamar. Membaringkan Ara dengan hati-hati agar tak terbangun dari tidurnya. Seketika, empat anak laki-laki di belakangnya segera diam mematung saat Chloe melirik sinis ke arah mereka.
"Axel! Kenapa tidak ada yang kasih tahu aku kalau Ara ditindas di sekolah? Apa kalian tidak kasihan melihat dia diganggu?" Chloe sebagai anak kedua, marah dan kecewa tidak ada yang memberitahukan kondisi Ara di sekolah.
Axel, Nathan dan Arzqa, mendorong Zee ke depan. Sebagai juru bicara di rumah, mereka bertiga mengandalkan Zee.
"Itu, kami disuruh tutup mulut sama Ara dan kami juga sebenarnya mau melawan mereka, tapi kami ingat pesan Mommy jangan balas kejahatan dengan kejahatan, itu tidak baik," kata Zee menenangkan Chloe.
"Benar sekali! Kalau saja mereka bukan anak-anak, kami berempat sudah membalas perbuatan mereka!" tukas Axel, Nathan dan Arzqa.
Chloe menghembus nafas kasar, tak habis pikir ke-empat saudara kembarnya itu menunda-nunda balas dendam mereka.
"Di dalam kamus Chloe, anak-anak atau orang dewasa, jika mereka berani melukai sedikit pun Inara dan Ibu, maka aku pasti balas dengan sepuluh kali lipat penderitaan mereka." Chloe masuk ke dalam kamar, sebagai juru komputer yang memiliki IQ IT di atas rata-rata orang dewasa, ia mulai beraksi untuk menghancurkan karir dan usaha orang tua anak-anak itu dengan modal komputer bekas dari tempat sampah.
"Baiklah, sebelum Ara bangun, aku pergi masak lagi," ucap Axel, juru masak profesional di rumah mereka.
"Nath, yuk kita masuk ke kamar Mommy." Arzqa menarik Nath, tetapi seketika di belakang mereka tampak seorang wanita cantik, bak model menawan dan bertubuh tinggi idel keluar dari kamarnya. Nyaris sempurna karena berkat perawatan anak-anaknya.
"Axel, apa yang terjadi, sayang? Kenapa ribut sekali di luar sini?" Hanya saja, wanita itu cacat sejak lahir. Mengalami kebutaan dan sekarang hanya bisa berada di rumah kecil dan sempit itu, layaknya tahanan rumah.
"Mommy, Axel pergi masak dan maaf, kami tadi berisik, karena barusan menyambut Ara pulang dari sekolah," jawab Nathan mengambil tangan kiri Ibunya.
"Terus, Ara sama Zee mana?" tanya wanita itu, bernama Aizhe Aza Evelin.
"Ara di kamar lagi tidur, kalau Zee ada di kamar jaga Ara," jawab Arzqa menarik tangan kanan Ibunya, menuntun Aizhe duduk di kursi.
"Syukurlah, kalian setiap hari rukun, Mommy senang punya anak seperti kalian, saling sayang dan menjaga satu sama lain. Maaf ya, kalau sampai saat ini Mommy hanya menyusahkan kalian," kata Aizhe membelai rambut Nath dan Arzqa. Walau kembar identik, masing-masing, punya suara khas, gaya rambut beda dan letak tahi lalat yang juga beda. Daripada itu,, bagi Aizhe, hanya suara yang bisa membedakan mereka ber-enam.
"Tidak, Mommy jangan bilang begitu. Kami sebaliknya senang dan tidak pernah kecewa. Kami sangat bersyukur hidup bersama Mommy." Nath dan Arzqa memeluk Ibu mereka dengan penuh cinta. Satu-satunya keluarga mereka setelah kematian Nenek mereka dua tahun lalu.
"Sayang sekali, Mommy tidak bisa melihat wajah kalian," ucap Aizhe, salah satu impiannya yang ingin melihat rupa ke-enam anak kembarnya.
"Mommy, jangan khawatir, kalau Arzqa sudah besar. Mommy boleh pakai mata Arzqa!" ujar Arzqa. "Tanpa mata, Arzqa masih bisa jaga Mommy." Lanjutnya membuat Aizhe terharu.
"Tidak, sayang. Tidak perlu, Mommy merasa sudah cukup mendengar suara kalian." Aizhe menolak, tidak mau merebut kebahagian anaknya. Walaupun harus mengorbankan impian terbesarnya, Aizhe rela buta selamanya demi anak-anaknya tidak bernasib malang sepertinya. Di lubuk hatinya yang paling dalam, Aizhe begitu bahagia dan bersyukur memiliki enam malaikat menggemaskan seperti mereka. Tetapi sayang sekali, Aizhe yang buta tidak tahu kejeniusan mereka. Jangankan itu, ia juga tak tahu siapa ayah biologis dari enam anak kembarnya. Yang jelas, Aizhe sangat benci pada pria tak bertanggung jawab itu dan berharap anak-anaknya tak bertemu dengan ayah jahat mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Suky Anjalina
waooo anak yg jenius
2024-01-30
0
Hartaty
nyimak
2023-10-20
1
dita18
baru mampir thoorrr
2023-06-25
2