Arzen menyudahi panggilannya dan belum memutuskan ajakan Davis. Presdir Neo tersebut pun keluar dari kamar, berjalan ke arah ruang kerjanya. Mendudukkan bokongnya ke kursi dan kemudian membuka laptop.
"Deg"
Arzen kembali syok karena layar laptopnya penuh dengan kode asing. Arzen segera bertindak dan menyadari seseorang sedang mengirim serangan virus ke dalam situsnya.
"S-hiit, siapa lagi yang berani berbuat ini?" umpat Arzen.
Tak hanya menyingkirkan virus, Arzen yang punya IQ di bidang IT yang tinggi, ia tidak akan membiarkan sang penyerang meretasnya, namun tingkat kejeniusan sang penyerang benar-benar tak bisa diremehkan. Sebuah foto yang hanya memakai ****** bergambar kodok terpampang di layar Arzen. Membuat Presdir Neo tersebut, geram dan emosi.
"Argh, siapa sih orang ini?" Arzen kesal, karena merasa dipermalukan atas kiriman fotonya yang diedit sembarangan. Bagaikan Gigolo badut yang sedang menjual diri ke tempat hiburan malam.
"ARGHHHH!" Arzen menggebrak meja.
"Huff, tenang. Aku harus tenang. Jangan terpancing dulu." Arzen menarik dan menghembus nafas lalu mengatur pernafasannya agar kembali normal. Selang dua menit, Arzen berhasil terhubung.
"Heh, bodoh. Kau berani juga meretas sistem ku, tapi jangan senang dulu, kau tak akan bisa lari dariku!" kata Arzen tersenyum smirk. Sang penyerang pun tersenyum smirk dan membalas, "Percuma, anda tak bisa menemukan saya."
"Dih, sombong sekali." Arzen membalasnya sambil melacak lokasi selagi mereka terhubung. Tetapi lokasinya benar-benar teracak asalan. Sampai penyerang memakai lokasi di luar satelit bumi.
"Anda lebih sombong dan tidak berguna, dasar lemah."
Arzen tertampar membaca itu. "Heh, aku lemah? Okeh, aku akui memang kemarin aku hampir ditipu, tapi kali ini aku yang akan menang darimu! Dasar penjahat amatiran!" umpat Arzen langsung mengirim balasan virus dengan tingkat kerusakan tinggi. "Lihat sendiri, kehebatanku!"
Duarr!
Terdengar ledakan yang membuat Arzen tak mendapat balasan lagi.
"Hahaha…. mam-pus, makanya kalau pilih lawan itu yang harus setara dengan mu, sampah! Presdir Neo, dilawan? Hahaha, kocak!" Arzen terbahak-bahak kemudian merapikan dasinya.
"Ehem, meski aku menang, aku tetap harus cool." Arzen berdiri, menghubungi Davis untuk memakai situs pendeteksinya, melacak lokasi sang peretas. Lima menit kemudian, Davis mengatakan lokasi berada di apartemen yang berdiri di timur kota.
"Hm, maksudnya apartemen kumuh, dekil, sempit dan jelek itu?" tanya Arzen dengan lagak sombongnya.
"Benar, Pak. Dan juga, apartemen itu adalah alamat si kembar yang akan saya kunjungi," jawab Davis.
"Woah, kebetulan! Kalau begitu, atur jadwal saya ke sana." Arzen kini berubah pikiran, tak hanya menemui calon bintang tamunya, ia akan menangkap sang peretas.
"Baik, Pak." Davis menjawab paham.
"Sebentar, Dav," tahan Arzen.
"Ada apa, Pak?" tanya Davis.
"Tak apa-apa, lupakan saja." Davis pun menyudahi panggilannya. Sedangkan Arzen duduk dan menopang dagu, memikirkan sesuatu kemudian tersenyum smirk.
"Hahaha, mungkin lebih baik aku gusur apartemen itu supaya peretas sampah itu tak punya tempat tinggal, dengan cara ini, aku yakin, dia akan keluar sendiri dan bertekuk lutut di hadapanku." Arzen tertawa, jahat dan sifat kejamnya yang tidak berprikemanusiaan mulai keluar.
"Victor, bagaimana keadaan Arzen? Katanya, dia sakit?" tanya Nyonya Arita pada Victor yang sedang menyiapkan obat.
"Nyonya, dia baik-baik saja. Buktinya, dia sedang tertawa di ruang kerjanya." Victor menjawab, sesuai apa yang dia dengar saat lewat di depan ruang kerja Arzen.
"Saya harap, dia menemukan pasangan. Melihat dia sudah menikah, saya tak perlu lagi mencemaskan masa depannya," ucap Nyonya Arita.
"Kira-kira, apakah anak kecil itu sudah kau pulangkan, Victor?" tanyanya.
"Sudah, Nyonya. Dia telah berkumpul dengan kelima saudara dan Ibunya," ucap Victor memberi suntik vitamin.
"Kalau begitu, apakah kau punya foto anak-anak itu? Saya cukup penasaran, bagaimana lima saudara Ara, apakah mereka punya mata unik atau tidak?"
"Nyonya, mereka anak-anak yang tampan dan normal. Hanya Ara dan Ibunya saja yang sedikit memiliki kecacatan," ucap Victor agak grogi.
"Cacat? Ibunya cacat?" ulang Nyonya Arita.
"Benar, dia adalah wanita buta, dan yang saya dengar, buta sejak lahir." Victor menjawab dan melirik Nyonya Arita yang menunduk, merasa Iba.
"Oh ya, Nyonya. Sekarang saya punya jadwal operasi di rumah sakit, saya permisi dulu," pamit Victor, keluar dan membiarkan Nyonya Arita di dalam, yang tampak merenung.
—---—---—
Sore harinya, jam empat sore. Di apartemen susun, tampak di depan sana anak-anak para penghuni keluar bermain. Ara yang berada di lantai tiga dan di depan apartemen Ibunya, ia memandangi mereka begitu asik bermain ria. Dari sorot matanya, Ara juga ingin turun ke sana. Tetapi, karena matanya, ia tidak percaya diri.
"Ara! Kenapa berdiri di sini, dek?" tanya Zee di sampingnya.
"Kakak, Ala mau tullun ke situ." Ara menunjuk.
"Hm, sebentar, kakak masuk dulu." Zee masuk, pergi mengajak Aizhe dan empat saudaranya turun ke sana. Namun, tiba-tiba, ada ledakan di kamar.
Ara yang sedikit mendengarnya, masuk melihatnya. Begitupun Aizhe yang sedang merajut syal di dekat Nath, terkejut mendengarnya.
"Chloe, apa yang terjadi?" Axel, Arzqa, Zee, Nath, Ara dan Aizhe masuk.
Lima anak di samping Aizhe terdiam, melihat rambut Chloe gosong dan juga berdiri kaku ke atas. "Huk, uhuk, kenapa ada bau asap? Apa yang meledak barusan, sayang?" tanya Aizhe. Meski tak melihat, penciumannya cukup tajam.
"Hehe, komputer Loye, Mommy," jawab Chloe nyengir kuda.
"Kamu tidak apa-apa, kan?" Aizhe maju, tetap khawatir.
"Loye tidak apa-apa, Mommy. Hanya komputernya saja yang tidak bisa dipakai lagi," ucap Chloe. Ia memang yang menyerang Arzen dan menerima serbuan virus darinya.
"Syukurlah, kalian semua baik-baik saja." Aizhe memegang wajah Chloe yang tidak mendapat luka.
"Mommy, ayo keluar dan lanjut merajutnya," ajak Nath.
"Baiklah." Aizhe keluar, kecuali Ara, Axel, Zee dan Arzqa yang masih diam dan menahan tawa. "Sudah dibilang, jangan melawan kejahatan pakai kejahatan. Tuh, Loye kena batunya deh," kata Zee menasehati.
"Hihihi, Kak Loye, yang sabal," tawa Ara.
"Iya, maaf." Chloe cengengesan.
Usai membersihkan diri dan mengenakan pakaian baru, Chloe dan saudaranya keluar bersama Aizhe. Mereka bermain sepak bola sambil mengawasi Aizhe yang duduk di bangku sendirian. Tiba-tiba ada pasangan orang tua mendekati Aizhe dan menemaninya mengobrol.
Aizhe senang bisa bersosialisasi dengan penghuni lain, tetapi senyum manisnya sirna tatkala mereka menawarkan pernikahan untuk Aizhe.
"Tidak! Kami tidak setuju!" ujar anak kembar Aizhe menolak mereka menikahkan Ibunya dengan putra dari orang tua itu.
"Sayang, jangan begitu, harus sopan sama mereka," tegur Aizhe. Axel dan Chloe menarik Aizhe berdiri, menjauh dari mereka.
"Mohon maaf, kami tidak butuh Papa baru." Tolak mereka, kecuali Ara yang diam. Dari lubuk hatinya paling dalam, Ara ingin Papa tetapi melihat lima kakaknya menolak, Ara pun ikut saja. "Iya, kan, Ara?" tanya Nath.
"Iya, Ala ndak mau," jawab Ara. Semua itu karena, mereka mewaspadai niat terselubung dari ajakan orang tua tersebut. Bisa saja, setelah Ibunya menikah, mereka satu persatu dijual tanpa sepengetahuan Aizhe. Jika itu terjadi, Aizhe benar-benar akan merasa lebih hancur lagi.
"Maaf, Bu, Pak, saya tidak bisa." Aizhe membungkuk setengah badan. Meminta maaf setulusnya, demi anak-anaknya tidak dibenci oleh mereka.
"Hm, baiklah, kami bisa mengerti." Orang tua itu pun pergi.
"Mommy, ayo pulang," rengek Ara.
"Hm, kita pulang bersama." Aizhe pulang bersama enam anaknya dan tak sadar, di kejauhan sana, sang pemilik tanah apartemen susun meliriknya dengan tanpa ekspresi dan tangan yang memegang sekop.
.
Mereka sayang banget sama Aizhe🥺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Suky Anjalina
next
2024-01-30
0