"Terima kasih sudah bantu kami, Tante," ucap Axel kepada tetangga baiknya yang hendak pulang.
"Sama-sama, jangan sungkan kalau kalian butuh bantuan. Pergilah minta pada Tante," jawab tetangga itu tersenyum. Ia pun kembali ke apartemennya. Usai menutup pintu, Axel bergabung dengan yang lain.
"Kakak…" lirih Ara, berdiri di dekat pintu kamar yang terbuka.
"Ara, kamu jangan takut, Dokter sudah pergi." Kelima bersaudara itu tersenyum melihat Ara sudah keluar.
"Tellus, Mommy sekallang bagaimana? Apa Mommy sudah sembuh?" tanya Ara, duduk di samping Aizhe.
"Kata Dokter, tidak perlu cemas. Mommy hanya kecapean. Ara jangan nangis lagi," jawab Nathan, menghibur adiknya yang paling kecil.
"Sudah jam lima sore, kita makan duluan yuk!" ujar Zee yang sudah kelaparan.
"Sebentar! Kalian tunggu di sini, biar aku dan Arzqa yang menyiapkan makan malam." Axel berdiri, menarik si adik kelima pergi ke dapur.
Tok tok tok…
Mendengar ketukan pintu, Ara langsung pindah duduk di dekat Zee dan Chloe.
"Hei, Nath. Berdiri dan lihat siapa itu," suruh Chloe kepada adik ketiganya.
"Siap!" Nathan bergegas menuju pintu.
"Siapa itu, Kak?" tanya Ara.
"Hm, tidak tahu, tapi mungkin tetangga yang datang minta bantuan kita lagi," jawab Zee, merasakan tangan Ara menggenggam erat tangannya. Ia menyadari adiknya ketakutan.
Dua menit berselang, terdengar pintu ditutup. Nathan pun datang membawa sebuah rantang kecil.
"Woah, apa yang kamu bawa, Nath?" tanya Axel dan Arzqa yang baru datang memanggil mereka makan.
"Hehe… malam ini kita dapat makanan gratis dari Tante tadi." Nathan meletakkan rantang itu di depan mereka. Seketika, suara perut mereka saling bersahutan melihat lauk rendang berisi paha ayam yang lezat. Termasuk Ara yang mengelus perutnya yang rata, melihat wajah bahagia penuh syukur dari kelima kakaknya yang lucu, seolah-olah tak pernah merasakan daging ayam sebelumnya.
"Hei, Axel. Bawa saja nasi dan piringnya ke sini!"
"Iya, nih… ambil bagian kalian!" Axel membagi ketujuh piring. Mereka duduk rapi dan sopan di dekat Aizhe. Sebenarnya mereka ingin menunggu Aizhe bangun, tetapi mendengar perut Ara sudah keroncongan, mereka akhirnya mengizinkan adik kecil mereka makan dulu.
"Hm, kenapa Inalla saja yang makan?" Ara bertanya, karena paha ayam hanya diberikan untuknya, sedangkan yang satu disisihkan untuk Aizhe.
"Ara, 'kan harus cepat besar. Kalau tidak makan banyak-banyak, Ara nanti tidak kenyang dan susah tidur. Nih, makan saja, Dek." Walaupun harus menelan ludah berkali-kali, mereka tetap kekeh memberikan ayamnya kepada Ara.
"Telima kasih, Ala senang punya lima kakak sepellti kalian." Ara mengecup pipi Axel, lalu mencicipi makanannya duluan. Sementara mereka berlima hanya makan campuran nasi dengan air kuah dari rendang saja. Tiba-tiba, di suapan terakhir Nathan, Aizhe menggeliat perlahan.
"Mommy!" panggil Ara pelan. Chloe dan Zee yang sudah selesai makan duluan, berdiri membantu ibu mereka duduk. Tanpa mendengar cerita dari mereka, Aizhe paham dirinya telah pingsan lagi.
"Mommy." Mereka memeluk tubuh lemah Aizhe, kecuali Chloe yang hanya tersenyum lega. Setelah suasana kembali normal dan tenang, Axel dan Arzqa berdiri membereskan piring mereka.
"Hm, kalian habis makan ya?" tanya Aizhe mencium aroma rendang di tangan Ara.
"Hm, Iya! Kami dapat rendang dari tetangga, Mommy. Sekarang kami sudah kenyang, giliran Mommy yang makan," ucap Zee dan Nathan.
"Mom, ini Chloe bawa ayam," sahut Chloe. Seketika Zee dan Nathan segera berebutan menyuapi Aizhe.
"Biar aku saja, kemarin kamu sudah dapat giliran," kata Nathan ketus.
"Tidak, yang kemarin diambil sama Axel!" Tolak Zee.
Melihat keduanya berdebat, Chloe merebut piring di tangan Zee dan mendengkus sebal. "Daripada kalian berdua, mendingan Ara yang suapin Mommy." Nathan dan Zee cemberut, karena Chloe selalu ikut campur dalam perdebatan mereka, tapi kalau ia sudah bicara, tak ada yang berani melawan.
Puff… "Tak perlu bertengkar, kalian boleh bergantian suapin Mommy." Aizhe menegur ketiga putranya. Tapi ujung-ujungnya tetap Ara yang menyuapi.
Selesai makan, Axel dan Arzqa datang membawa obat.
"Hm, dari mana kalian beli obat ini?" tanya Aizhe sebelum meminum obat itu.
"Dari Om Dokter!" jawab mereka serempak.
"Bayar?"
"Tidak, ini gratis, Mommy."
"Syukurlah, kalian bertemu Dokter yang baik."
Aizhe pun memakannya, lalu meneguk setengah air putih dari Arzqa. Setelah itu, memanggil putri kecilnya.
"Ara, sini, sayang."
"Kenapa, Mommy?" tanya Ara mendekat. Kelima anak laki-laki Aizhe juga mendekat. Mereka pun kaget melihat Aizhe melepas anting-anting emas dari telinganya.
"Ara, ini ada hadiah kecil dari Mommy, Ara terima ya, sayang."
"Hm, ndak usah. Mommy saja yang pakai," tolak Ara cepat.
"Hmm, jangan ditolak, sayang. Mommy nanti sedih kalau Ara tolak," lirih Aizhe lesu.
"Tapi ini hadiah telakhill dali Nenek buwat Mommy," ucap Ara memandangi anting-anting cantiknya.
"Sayang, Ara kan sudah besar. Lebih cantik dan manis kalau pakai ini, ambil ya, sayang," mohon Aizhe.
"Tapi, Mom, Ara belum pernah tindik telinga," kata mereka berlima. Aizhe menunduk murung, merasa payah menjadi seorang ibu. Hal itu saja dia tak bisa mewujudkannya, apalagi menjamin kehidupan mereka di masa depan.
Melihat Aizhe diam, Ara mengambil anting-anting ibunya. "Mommy, Ala bellubah pikillan! Ala mawu simpan ini!" Aizhe tersenyum getir. Ia pun mendekap Ara dan kelima anak laki-lakinya. Ia merasa senang dan terharu pada mereka yang paham kekurangannya. Kalau saja tak ada mereka, hidup Aizhe sangat hampa dan kesepian.
"Terima kasih, sayang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Suky Anjalina
kasihan banget mereka
2024-01-30
0
Rama 'Rooney' Budiyanto
tisu mana tisu,,,
2023-08-03
1
Alya Yuni
Tetp semangat
2023-06-19
1