"Bik, lihat Arzen? Kenapa jam segini dia belum pulang?" Katherin bertanya kepada pembantu yang tengah membantu memakai henna di atas jarinya. Meski bukan pengantin baru, henna adalah kesukaan Katherine.
"Saya nggak tahu, Nyonya," ucap pembantu.
"Ish, nggak biasanya dia pulang terlambat." Katherine mendesis sesal. Sedangkan Nyonya Arita, memakai kursi roda dan masih menghirup udara malam hari yang segar di luar rumah. Ia tidak mengkhawatirkan Arzen karena wanita berkuasa di rumah itu, mengira cucunya sedang mencari wanita di luar sana. Padahal yang terjadi, Arzen berada di dalam apartemen bersama Aizhe, hanya berdua. Presdir Neo itu, memandangi Aizhe berjalan sana sini. Sungguh keberadaannya tak disadari oleh Aizhe.
Arzen tampak bingung, mau bicara, tapi khawatir akan membuatnya pingsan, dan lagi, takut wanita itu mengenalinya dan menuntutnya ke penjara.
'Ck, kenapa aku harus takut? Aku kan punya banyak uang dan rumah! Aku tinggal menjelaskan kalau saat itu aku juga, khilaf.'
'Tapi, bagaimana kalau dia menolak uang ku??'
'Ah, benar! Aku berikan saja jaminan untuk anak-anak ini! Dia pasti bersedia memaafkan aku dan nggak mempermasalahkannya lagi!'
'Tapi, anak-anak ini sepertinya nggak sepolos anak di luar sana!'
'Apa yang harus aku lakukan?'
'Apa aku biarkan dia saja?'
'Tapi, aku nggak sejahat itu pada darah daging ku sendiri!'
'Sebentar, memang anak-anak itu adalah anak ku?'
'Bagaimana kalau mereka anak dari pria lain?'
'Tapi, wajah mereka berpaduan aku dan wanita ini.'
"Deg"
Arzen mematung, ketika mengangkat wajah dan melihat Aizhe duduk di hadapannya. Melihat ke depan, seperti sedang melihatnya juga.
'Apa dia benar-benar buta?'
Arzen melambaikan tangannya di depan Aizhe, tapi mata hitam itu tak bergerak mengikuti gerakan tangannya. Maka, Aizhe memang buta!
"Huff, semoga anak-anak ku tidak merepotkan dua pria itu," hembus Aizhe sedang menunggu mereka pulang.
'Hm, apa dia sungguh hanya sendirian merawat mereka?' gumam Arzen. Kemudian matanya, mencari foto orang lain. Tetapi, hanya ada bingkai kosong. Arzen pun kembali menatap Aizhe. Takjub pada wanita cantik miliknya. Perlahan, Aizhe menyandarkan kepalanya dan menghirup aroma yang wangi. "Orang-orang kaya itu pasti memakai parfum mahal, aromanya masih tertinggal di sini." Arzen tersanjung, mencium keteknya dan memang aroma parfumnya masih ada. Baru juga dua detik matanya beralih, Aizhe sudah tertidur di sana. Arzen memandangi sejenak wajah Aizhe dan perlahan pindah duduk. Mengamati body Aizhe yang ideal.
"Sudah enam tahun berlalu, dan kau juga sudah melahirkan enam anak dalam setahun, tapi body mu nggak begitu banyak berubah. Kau masih cantik jelita seperti dulu, saat pertama kali bertemu di dalam kereta." Arzen tanpa sadar, ia memuji Aizhe.
"Dih, apa sih, nih mulut! Kalau yang boing-boing langsung gerak sendiri!" Arzen menampol mulutnya, kemudian menatap bibir Aizhe yang ranum dan merah menawan.
Dengan perasaan berdebar-debar, Arzen menyikap helai rambut Aizhe ke belakang. Memandangi wajah oval, putih, bersih, mulus, dan lembut. Nyaris sempurna memang, tapi sayang, buta sejak lahir.
"Sial, kalau aku di sini terus, aku bisa hilang kendali seperti dulu." Arzen berdiri. Keluar mencari udara segar dan mengontrol hasratnya. Karena tak bisa tenang, ia mengambil sebatang rokok, lalu menenangkan diri sambil memandangi gugusan bintang di langit yang indah di depan apartemen Aizhe. Sedangkan anak-anak sedang berjalan pulang, dan sudah kenyang menghabisi isi dompet Davis.
"Om," panggil Zee menarik ujung jasnya.
"Ya?" Davis yang lesu, ia berhenti.
"Om, namanya, siapa?" tanya Zee.
"Saya, Davis dan orang yang bersama saya adalah Presdir Neo, Tuan Arzen." Davis menjawab dan tersenyum. Itu yang ia tunggu daritadi.
"Terus, kenapa orang itu tidak bicara?" tanya Arzqa.
"Orang itu bisu ya, Om?" Nath tiba-tiba menebak. Membuat Davis melompat kaget. "Bukan, dia tidak bisu. Hanya saja, malu bicara." Menjawab sesimpel itu. "Tapi, kata Ara, Om itu suka marah-marah di rumahnya," sahut Zee.
"Tuan Arzen, memang sedikit cerewet," ucap Davis jujur saja.
"Wah, seperti Ara dong!" Axel menunjuk ke belakang. Semua langsung diam terkejut. "Loye! Mana Ara?" Semua tak melihat adiknya.
"Loh, tadi ada di samping aku!" Chloe menunjuk.
"Celaka! Cepat, bantu om dan cari adik kalian!" perintah Davis cemas, dan takut terkena amarah dari Arzen kalau sampai putrinya hilang.
"ARAAAAA!!"
"ARRRRAAAA!!"
Mereka mencari Ara ke seluruh tempat di dekat apartemen susun. Tetapi, hasilnya nihil. Terpaksa, Davis membawa mereka pulang dan meminta Arzen membantunya.
BRAK!
"Apa?!!" Kaget Arzen, sampai rokok di mulutnya terjatuh, usai mendengar laporan Davis. Tak hanya dia, lima anaknya juga kaget melihat Arzen memukul besi pagar di sampingnya dengan emosi sampai penyok.
"Maaf, Pak Arzen. Ini kesalahan saya!" Davis membungkuk sedikit.
"Sudah, berhenti menyalahkan diri. Sekarang kerahkan semua bawahan datang kemari dan mencarinya sampai dapat! Jika tidak, apartemen ini akan saya gusur!" Davis terlonjat, begitupun anak-anak di sampingnya. Bahkan, penghuni lain yang keluar mendengar adanya keributan, mereka juga syok mendengar ucapan Arzen.
"Gusur? Hanya karena seorang anak cacat, pria itu ingin menggusur kita?" Mereka langsung masuk, menutup pintu rapat-rapat. Arzen melakukan itu, karena mengira ini adalah ulah sang peretas. Padahal aslinya, pelaku adalah pemilik tanah apartemen yang menculik Ara, saat Davis sibuk mengobrol dengan lima saudaranya.
"Hehehe, anak ini akan membuatku tajir. Menjualnya, pasti sangat mahal! Apalagi menjual semua kakaknya, bisa menjadikan aku nomor satu orang terkaya di kota ini." Pria jahat itu, tertawa dan memandangi tubuh kecil Ara yang ia sekap ke dalam gudang yang bau dan gelap. Melihat mata Ara yang unik, ide gilanya merusak hati dan kejiwaannya.
.
Ditangkap sama Arzen, jangan nangis ya Pak😏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Suky Anjalina
🥰
2024-01-30
0
Siti Nurjanah
kalau kamu sampai melakukan apa yang kamu rencanakan siap siap nangis darah kalau sang Daddy dr kembar sampai tau
2023-06-16
3
Latifahsv
lanjutt thorr
2023-06-04
2