"Hei, coba perhatikan video ini!" ujar seorang karyawan mengajak rekan-rekannya menonton sebuah video di On-tube. "Luar biasa! Ini 'kan game yang sangat sulit dimainkan, tetapi cara bermain dua anak ini melebihi pemain yang lain!" Mereka kagum melihat Zee dan Arzqa di sana tengah disorot oleh anak-anak remaja.
"Hm, apa yang kalian lihat itu?" tanya Davis, sekretaris dan asisten kepercayaan Arzen.
"Pak, lihatlah, dua anak ini sangat luar biasa!" Mereka memperlihatkannya.
"Mereka kembar?" tanya Davis, sedikit kaget.
"Ehhh, sungguh, kembar?" Mereka kembali mengamati dan benar saja dua anak itu kembar identik. Sungguh mata Davis, juga luar biasa bisa mengenali anak itu kembar di tengah keramaian.
"Pak, sepertinya mereka kembar," ucap mereka yakin.
"Hm, bagus. Kalau begini, perusahaan kita bisa menciptakan acara terbaru bulan ini." Davis tersenyum tipis, mendapat ide cemerlang untuk perusahaan NEO agar terus menjadi stasiun televisi nomor satu. Karena anak-anak seperti ini langka dan jarang disorot oleh media.
Davis berjalan ke ruang kerjanya, menghubungi sang atasan yang sekarang sedang menunggu Ara selesai makan di sebelah Nyonya Arita. "Hm, siapa itu Arzen? Apa itu Erina?" tanya Katherine juga masih di sana, duduk dan memperhatikan Ara disuapin oleh Nyonya Arita sendiri. Sementara Victor ada di luar dan sibuk berpikir apakah mau pergi menjenguk Aizhe atau tidak hari ini.
"Mah, aku keluar dulu, ini ada urusan di kantor," ucap Arzen lalu keluar mengangkat panggilannya.
"Sudah kenyang?" tanya Nyonya Arita.
"Sudah, Ala sudah kenyang. Tellima kasih, Nek." Ara tersenyum.
"Baguslah, sekarang sudah bisa cerita?" tanya Nyonya Arita lagi.
"Bisa." Ara mengangguk, kemudian menceritakan semuanya. Dari nama Ibunya dan kelima kakak kembarnya. "Eh, maksudnya, kamu bersaudara kembar enam?" tanya Nyonya Arita sampai tercengang.
"Hm, benall, Nenek. Ala paling kecil di llumah, dan cuma Ala yang punya mata billu ini," jawab Ara menunjuk matanya.
"Kalau begitu, Ara tau dimana rumahnya?" tanya Nyonya Arita sambil mengikat kuncir rambut Ara.
"Ndak, Ala ndak tawu di mana Mommy," ucap Ara lirih.
Tok…tok…tok…
Victor masuk dan ingin mendengar cerita Ara juga..
"Oh, jadi nama Mommy kamu adalah Aizhe?" tanya Victor.
"Ya, Ayize," kata Ara pelan.
"Kenapa, Victor?" tanya Nyonya Arita.
"Ya ampun, Nyonya, saya tau rumah dia dan anak ini rupanya salah satu dari pasien saya kemarin lalu," jelas Victor, merasa tak sangka masih ada satu anak yang belum dia lihat dan ini cukup menakjubkan.
"Oh ya, Ara tau berapa nomor handphone Papa?" Victor bertanya dan ingin menghubungi orang tuanya. Ara menunduk sedih, dan menggelengkan kepala.
"Hm, kenapa?" tanya Nyonya Arita.
"Ala, ndak punya Papa,"
"Deg"
Suasana seketika hening dan tiba-tiba berubah setelah Katherine mencibir. "Cih, rupanya anak haram."
"Bellentti! Ala bukan anak halam!" pekik Ara sudah capek mendengar hinaan itu. "Katherine! Jaga ucapan mu," kata Nyonya Arita cukup terkejut kepada menantunya yang kurang ajar.
"Hik…hik… Ala bukan anak halam, Ala anaknya Mommy," tangis Ara. Katherine pun keluar, sudah lelah mendengar tangis Ara dan takut juga pada tatapan Nyonya Arita.
"Victor, setelah kamu selesai di sini, tolong antarkan dia pulang ke rumah Ibunya," pesan Nyonya Arita.
"Tidak beritahu ke Tuan Arzen dulu, Nyonya?" tanya Victor.
"Tidak perlu, dia hanya akan menghambat mu," jawab Nyonya Arita dan melihat Ara. "Hei, anak manis, ambil ini dan keluarlah bermain di luar. Setelah Dokter ini memeriksa saya, dia akan mengantarmu ke Mommy kalian," lanjutnya memberikan amplop berisi uang merah yang banyak.
"Tidak usah sedih, ambil dan jaga baik-baik. Titip salam pada Ibumu,"
"Baik, tellima kasih, Nek!" balas Ara memeluk Nyonya Arita. Setiap pelukan itu sedikit membuat Nyonya Arita tenang.
"Mari, Ara keluar bersama saya," ucap pembantu. Ara turun dan dibawa keluar dari kamar. Kini Victor lanjut memeriksa kesehatan Nyonya Arita.
"Hei, Bik!" panggil Katherine masuk ke dapur.
"Ya, Nyonya?"
"Nih, kau keluar dan tanam bibit bunga ini di luar sana,"
"Tapi, saya sedang ditugaskan menjaga anak ini, Nyonya," ucap pembantu menolak.
"Oh, jadi kau sudah berani menolak perintah dari saya?" Tatap Katherine tajam.
"Ba-baik, maafkan saya, Nyonya." Pembantu pergi, meninggalkan Katherine dan Ara di dapur.
"Hei, anak haram!" panggil Katherine lagi-lagi dengan cibirannya. Setiap kata itu didengar, sungguh menyayat hati kecil Ara.
"Ck, kalau dipanggil harusnya nyahut!" bentak Katherine menarik tangan Ara. "Aduh, sakit, Tante," ringisnya merintih di atas kursi.
"Tante-tante, saya bukan Tante kamu, panggil Nyonya, dasar dekil!!" bentak Katherine lagi dan menyeret anak lima tahun itu turun dari kursi menuju ke wastafel.
"Sebelum kamu pulang, sana cuci semua piring itu!" Tunjuk Katherine.
Ara mundur dan menggelengkan kepala, "Maaf, Ala ndak bisa, Tante," tolak Ara karena wastafelnya tinggi. "Menyedihkan! Sudah numpang gratis di sini, malah tidak tahu membalas budi. Bahkan, sudah dibilangin panggil Nyonya, tapi masih ngeyel! Sana, kerjakan, dan cuci itu! Berhenti menatap saya dengan mata aneh dan mengerikan mu, itu!" hardik Katherine tak segan-segan memaksa Ara bekerja.
"Ya Tuhan! Nyonya, dia masih kecil, biarkan saya yang menyelesaikannya." Pembantu datang dan menghampiri Ara yang berdiri di atas kursi sambil dijaga ketat oleh Katherine yang memegang rotan.
"Diam kau!" tukas Katherine membentak.
"Ta-tapi, Nyonya, ini sudah keterlaluan—" putus pembantu diam saat Katherine mengangkat rotannya dan ingin mencambuk kaki Ara lagi, tetapi dengan cepat seseorang menangkap tangan Katherine.
"Berhenti, Mama!" ujar orang itu, Arzen dengan tatapan marah.
.
kasihan Ara, sudah nyasar eh bertemu nenek galak lagi🤧satu rumah isinya kejam semua🥺kecuali Nenek Arita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Suky Anjalina
mungkin si Ara itu cucu mu tauk
2024-01-30
0
Rafanda 2018
katanya jenius ko alamat rumah aja ga tahu
2023-10-15
2
dita18
saya kira Katherine org nya baik ck ternyata galak & judes 😤
2023-07-02
0