Sekarang Davis dan Arzen yang duduk di karpet lantai, tampak diam dan belum bicara karena Aizhe sedang berada di dapur. Ia menyiapkan jamuan kecil untuk tamunya dan belum mengenali Arzen.
"Hei, Nona manis, apa kamu tinggal di sini hanya bersama Ibumu?" tanya Davis di samping Arzen. Ia tampak risih karena karpet yang ia duduki cukup kotor dan bau. Benar-benar bukan tempat yang cocok untuknya. Sedangkan Davis, begitu tenang karena bisa memaklumi kondisinya.
"Mommy sama Kakak Acel, Natan, Loye, Aska, sama Zee, Om," jawab Ara sambil menunjukkan lima jari pendek tangannya. Sungguh anak yang menggemaskan!
Arzen mangut-mangut, cukup kagum mendengar nama mereka bagus-bagus dan tidak kampungan. Memang sombong!
"Terus, lima kakak Nona manis di mana?" Davis bertanya lagi.
"Di dalam kamall, melleka tidull, Om." Ara menunjuk kamar di belakang Arzen. Arzen berdiri, ingin masuk melihat mereka tetapi, Ara melarang, "Jangan! Om ndak boleh masuk."
"Hm, kenapa?" Arzen dan Davis semakin penasaran.
"Melleka nanti mallah, tellus suluh Om pellgi," ucap Ara jujur.
Arzen tersenyum smirk dan mengeluarkan lima lembar kredit. "Tak perlu melarang, kalau ada uang, mereka tidak akan marah. Uang adalah raja di sini," kata Arzen mengkibas-kibaskan kreditnya itu ke Ara.
Davis menggelengkan kepala, tak habis pikir Arzen masih bisa sombong di depan Ara. Kadang ia merasa kesal dan ingin memukulnya, tetapi Davis takut dipecat. Memang ia memegang rahasianya, tetapi tanpa bukti, tetap saja tak bisa. Tapi untuk sekarang, mungkin Davis akan berpikir 100x dulu.
Saat mau membuka knop, pintu kayu di depannya mendadak terbuka. Arzen mundur saat di hadapannya ada lima anak laki-laki berjajar. Davis berdiri, cukup syok karena dapat melihat wajah mereka dengan jelas.
Wajah yang berpaduan antara Arzen dan Aizhe. Tampan rupawan dan menakjubkan. "Akhhhh, kalian siapa?" Tunjuk Axel, Nath, Zee, dan Arzqa terkejut, kecuali Chloe yang diam. 'Oh, kenapa orang ini ada di sini? Apa mereka berhasil melacak aku?' pikir Chloe deg-degan.
"Hei, ada apa kalian semua teriak?" Aizhe datang, perlahan mendekati meja dan menaruh hati-hati jamuannya ke atas meja. Kemudian, "Ara," memanggil putrinya.
Lima anaknya berlari ke Aizhe. Mengelilingi Aizhe dan Ara. Merentangkan tangan dan melindunginya dari Arzen dan Davis.
"Hei, kenapa kalian berada di rumah kami?" tanya Axel sinis.
"Kalau kalian berani menyentuh Mommy dan Ara, lawan Arzqa dulu!" sahut Zee menunjuk Arzqa.
"Benar, kami tidak akan biarkan kalian seenaknya di rumah ini!" ujar Nathan.
"Be-betul." Chloe menyahut gugup. Membuat empat saudaranya serempak menoleh, karena Chloe tiba-tiba lemas, seolah bukan dirinya yang kemarin.
Ara berlari ke depan Arzen dan Davis. "Bellentti! Melleka itu tamu kita, Kakak." Ia menjelaskan siapa itu Arzen dan Davis.
"Tamu kita?" Lima anak itu bertatap-tatapan.
"Hei, Zee, kapan kamu mengundang mereka?" tanya Axel dan Nath.
"Hm, bukan aku." Zee menggelengkan kepala. Arzqa maju dengan berani kemudian menatap tajam. "Om, maaf, kami tidak menerima sumbangan hari ini. Om lebih baik berikan kepada orang lain yang jauh lebih membutuhkannya." Mengira Arzen dan Davis adalah orang dari yayasan anak yatim. Sedangkan Chloe, sudah tahu itu adalah Presdir Neo.
Davis berpaling muka, menahan tawa dianggap demikian. Sedangkan Arzen, wajah tampannya langsung merah padam. Mereka lucu tapi pintar bagaimana membuat tekanan darahnya naik. Tetapi, melihat dan mendengar Aizhe bicara dengan lemah lembut kepada anak-anaknya, membuat emosi Arzen mereda.
"Sayang, bukan seperti itu, mereka berdua dari perusahaan Neo. Ingin berbicara tentang kalian. Ayo, minta maaf pada mereka, sayang." Meski tak dapat melihat, Aizhe merasakan suasana hati tamunya sedang marah.
"Hm, baik, Mommy." Mereka langsung patuh dan membungkuk setengah badan. "Mohon maafkan kami, Om."
Davis tersenyum, merasa lega. Mereka anak-anak yang berbakti dan patuh. "Hei, Pak Arzen. Bibit anda sepertinya berhasil memberikan enam pewaris yang unggul dan jenius." Berbisik-bisik ke Arzen.
"Mari, Pak, duduk dan katakan kepada mereka," ajak Aizhe menyuruh dua tamunya. Mereka pun duduk berhadapan, kecuali enam anak jeniusnya duduk di samping Aizhe saja dan seolah-olah ogah berdekatan dengan Arzen dan Davis. Itu membuat Arzen merasa jengkel dan gemas.
Mula-mula, Davis menjelaskan tujuannya yang mau merekrut dua anak di dalam video On-tube. "Jadi, siapa yang ada di dalam video itu?" tanya Davis. "Saya, Om!" sahut Zee dan Arzqa yang duduk di paling belakang.
"Kalau begitu—" Belum juga selesai, dua anak itu menolak.
"Kami tidak mau." Dagu Davis turun, menganga dan tak sangka kesempatan besar ini ditolak secepat itu. Kalau Arzen, tak perlu dipikirkan lagi, dia sudah menebaknya di dalam hati.
"Kenapa menolak, sayang?" tanya Aizhe merasa heran juga.
"Mommy, kami takut, mereka pasti ada maunya, mereka pasti mau jual kami, terus ambil Mommy dari kita," tutur lima anak laki-lakinya menunjuk Arzen. Ara yang mendengarnya, ia menepuk jidat.
Davis tersenyum kecut, kemudian, "Tuan dan Nona kecil, tanpa menjual kalian, kami sudah banyak uang. Bahkan, kalau jatuh miskin, orang di sebelah saya tidak akan mungkin melakukan hal ilegal dan kejahatan itu."
"Tapi wajah dia, menyebalkan." Tunjuk lima anak kembar itu. Arzen mangut-mangut, berusaha sabar mendengar kicauan dari mulut-mulut kecil mereka.
"Sayang, jangan begitu. Mereka berdua, orang yang baik-baik." Tegur Aizhe lembut. Arzen mengangkat wajah, dan melihat Aizhe cukup lama. Perasaannya timbul rasa yang aneh. Baik? Orang yang memperkosa dia adalah baik? Justru, Arzen merasa ia adalah pria paling buruk di dunia setelah ayahnya.
Demi mengambil hati mereka, Davis menawarkan traktiran gratis. Membawa mereka keluar dari apartemen dan membeli apa yang mereka sukai. "Tolong, jaga mereka." Pesan Aizhe tak bisa ikut, karena tahu hanya akan memperlambat saja.
"Anda tenang saja, Nona." Davis mengangguk.
"Hei, Om! Kita dibawa makan gratis, bukan diculik, kan?" tanya Axel.
"Saya berjanji, tak akan ada seperti itu." Davis tersenyum. "Yeah, Ala mau makan bakso, esklim, kindelljo, sama malltabak!" pinta Ara senang. Davis terkejut, dan melihat isi dompetnya.
"Kenapa? Tak punya uang?" tanya Arzen di sampingnya.
"Anda tenang saja, Pak. Ini cukup." Davis tersenyum pasrah. Mereka pun pergi ke kedai makanan di pinggir jalan. Kecuali Arzen, berbalik badan dan kembali ke apartemen.
Aizhe yang membereskan atas meja, tiba-tiba kaget mendengar suara knop pintu dibuka. "Axel?" Tak ada yang menjawab.
"Loye, itu kamu, sayang?" Tak ada suara.
"Sayang, kalian sudah pulang?" Tetap saja hening.
"Sudahlah, mungkin cuman perasaanku saja." Memang sulit, rasanya kalau terlahir buta. Aizhe masuk ke dapur, mencari wastafel dan tak sadar bayangan hitam berdiri di belakangnya. "Ara? Kamu di sana, sayang?" Aizhe memanggil lagi,perasaannya semakin tidak enak malam ini. Keringat basah dan dingin membanjiri keningnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Suky Anjalina
lanjut
2024-01-30
0
Rafanda 2018
maaf,,malas bacanya ,,,
2023-10-15
1
Siti Nurjanah
jangan jangan yg punya tanah apartemen yg datang dan mau berbuat jahat. semoga ibu dr kembar 6 baik'baik saja dan ada yang menolongnya kalau ada yang berniat jahat
2023-06-16
0