"Kenapa kau teriak pagi-pagi begini, Arzen?" Katherine di samping pembantu, bertanya dan berdiri di dekat pintu dan melihat Arzen yang meramas rambutnya dengan frustasi.
"Ma, coba kesini dan lihat sendiri! Selimut aku kotor!"
"Ye terus, apa masalahnya? Kan bisa dicuci sama pembantu." Katherine mendekat dan diam sesaat melihat noda berwarna emas-keemasan di kain selimut polos putranya.
"Arzen, ini kau sungguh ngompol tadi malam?" tanya Katherine menunjuk.
"Sumpah, Arzen benar-benar nggak tahu, Ma," ucap Arzen.
"Coba sini Mama lihat celana mu!" Katherine menarik lengan piyama Arzen. Sedangkan pembantu cuma bisa menunduk dan tertawa kecil diam-diam di belakang mereka.
"Hm, loh, kok nggak ada?"
"nggak ada apanya, Ma?" Arzen melihat dahi Katherine mengerut.
"Celanamu bersih, tidak ada yang basah!" jawabnya membuat Arzen dan pembantu tersentak. "Kalau begitu, siapa yang ngompol di sini, Ma?" Arzen menunjuk selimut. Sedangkan Katherine mengangkat kedua bahunya, nggak tahu.
"Nyonya, Tuan,"
"Hm, apa?" tanya anak dan Ibu itu menoleh.
"Kalau boleh, saya mau jujur, kemarin saya mendengar ada anak kecil tertawa di rumah ini, saya rasa mungkin di rumah ini ada sosok lain selain kita, Nyonya, Tuan muda."
"Ha, sosok lain? Maksudnya, benar-benar ada tuyul? Kalau begitu, semua uang Arzen bisa habis dicuri sama tuyul itu dong!" Arzen mulai panik. Sedangkan Katherine menepuk wajah, merasa konyol mendengar ucapan takhayul sang pembantu.
"Udah deh, berhenti bahas itu!" kata Katherine.
"Tidak, Ma! Tuyulnya harus ditangkap hidup-hidup! Berani masuk, berarti... harus berani menampakkan dirinya!"
"Arzen, mau kemana kau?" tahan Katherine.
"Aduh, mau cari dukun lah, Mama. Kalau dibiarkan, rumah ini bisa lenyap dan dicuri sama tuyul itu."
Sekali lagi, Katherine menepuk wajah. Sudah jaman modern masih percaya dengan hal seperti itu. Batin Katherine dan menyusul Arzen. Tak memakan waktu lama, sang Dukun datang dengan berbagai bahan ritualnya. Gula pasir, gula aren, santan kelapa, rempah-rempah dan juga lima biji telur ayam kampung.
"Oh, apa yang sedang terjadi di sini?" Victor yang datang, merasa bingung melihat ada Dukun di rumah pasiennya. Sebagai Dokter, tentu Victor merasa tugasnya sedang dipermainkan.
"Tuan Arzen, nenek anda itu sakit karena tekanan darahnya naik, bukan karena terkena guna-guna!" kata Victor.
"Berisik, kau diam saja!" balas Arzen. Victor pun bertanya ke pembantu dan pembantu menjelaskan semuanya.
"Arzen-arzen, ada-ada saja otak buntu mu itu," ucap Victor, hanya dia yang berani karena sudah diberi jaminan hidup oleh Nyonya Arita.
"Daripada kau buang-buang bahan itu, mendingan kau beli daging terus suruh pembantu buatkan rendang kesukaanmu," lanjutnya berkomentar.
"Ck, kau ini, diam saja di situ!" ketus Arzen, tapi dalam benaknya, ada benarnya juga. Tapi keselamatan uangnya yang sudah ber triliun lebih penting daripada sepanci rendang.
"Sana, pergi saja kau cek kesehatan nenek saya!" usir Arzen. Tetapi Victor tetap duduk sambil menunggu hasil dari sang dukun yang sudah mulai berkomat-kamit.
"Mbah, bagaimana? Apakah tuyul itu sudah ditemukan?" tanya Arzen. Sedangkan Katherine cuman bisa menyeruput kopinya di sofa dan melihat kebodohan Arzen. 'Ya Tuhan, aku sangat heran, apa yang sudah terjadi pada putra ku itu.' Batinnya geleng-geleng kepala.
"Benar, saya merasakan sosok itu ada di rumah ini,"
"Ya emang, ada di rumah ini," sahut Victor memutar bola mata dengan malas.
"Ck, diamlah!" decak Arzen kesal, kemudian, "Terus, letak dan posisinya di mana, Mbah?" tanyanya lagi.
"Dia ada di kamar anda, Tuan," jawab Mbah dengan suara berat.
"Mbah," panggil Victor.
"Hmm, kau mau apa?" tanya Arzen.
"Tidak minta apa-apa sih, cuman saran saya, tolong kalau boleh, sikat giginya setiap hari, tiap pagi dan sebelum tidur," jawab Victor tersenyum.
"Yaelah, kau ini dari tadi ngeselin banget! Pergi sana!" Arzen mendorong bahu Victor. "Apa sih, Dokter kasih saran itu di dengar, ini juga baik untuk kesehatan gigi kalian." Kata Victor membela diri dan jujur tak suka mencium bau mulut si Mbah. Apalagi giginya juga berwarna hitam, jelas terlihat bahwa sudah banyak bakteri berumah tangga di sana.
"Dih, bukan waktunya, Pak Dokter yang baik hati." Tatap Arzen melotot kemudian berpaling muka. "Mbah, lanjutkan lagi dan abaikan manusia astral ini. Jadi, sekarang apa yang harus saya lakukan supaya tuyulnya pergi?" tanya Arzen.
"Begini Tuan, saya sudah mendengar alasannya, sosok ini berkata, anda terlalu tampan," kata Mbah.
"Puff, hahaha…" Victor tertawa lepas, sudah tak tahan.
"Dih, kenapa kau tertawa? Duh, jangan-jangan tuyulnya masuk ke sini?" Arzen bergeser dan menjauhi Victor. Sementara Katherine yang menonton hanya bisa tertawa geli di sofa.
"Tuan muda, sebaiknya berhenti saja. Saya tidak yakin ada tuyul di sini," kata Victor menahan perutnya yang mulai sakit.
"Bodo amat, pergi saja sana!" usir Arzen lagi.
"Mbah, aku ini memang dari embrio sudah terlalu tampan, karena itu calon anak-anak Mama saya langsung mundur dan sadar diri kalau mereka akan kalah dari saya, tapi Mbah juga harus tahu ketampanan saya ini tidak bisa dinegosiasi. Jadi, apa ada cara lain selain menghilangkan ketampanan saya?" tanya Arzen.
"Dih, pede banget," ucap Victor geli mendengarnya.
"Kalau begitu, Mbah punya jalan pintasnya,"
"Apa itu, Mbah?" tanya Arzen tak sabar melihat wujud tuyulnya.
"Begini, sosok ini berbisik dan berkata, sebagian harta Tuan harus diberikan ke dalam nomor rekening ini, 123********."
"BYURS"
Katherine menyemburkan kopi hangatnya, ia kaget mendengar permintaan Dukun itu. Ia berdiri dan dengan lantang, berkata, "ARZEN! KELUARKAN DIA DARI SINI!" Victor seketika tersadar, hampir terhipnotis juga dari sang penipu.
"Hei, apa-apaan ini? Kenapa kau menyuruh saya mengirim uang?!" marah Arzen pun tersadar. "Woah, dasar penipu!" seloroh Victor segera berdiri dan meringkusnya.
"Tidak, lepaskan saya, maafkan saya," rontanya ketakutan melihat Arzen sudah marah besar.
"Bugh"
Akhirnya menerima satu bogem mentah dari Arzen. "Security, bawa dia dan penjarakan selama-lamanya! Hidupnya, layak menderita di sana." Arzen memerintah dengan keras dan tegas. Tak mau ada korban di luar sana. Benar saja, Arzen mendapat laporan dari asistennya bahwa dukun tersebut penjahat yang sering meresahkan para pengusaha dan masyarakat.
"Tidak, saya minta maaf, Tuan!" Hukum telah berlaku, Arzen tak akan pernah menarik kata-katanya.
"Ck, menyebalkan. Hampir saja aku dibuat bangkrut hari ini!" decak Arzen.
"Apa lagi yang kau tertawakan?" Lalu ia melirik Victor yang terbahak-bahak di sampingnya.
"Saya kira Tuan muda itu bodoh, ternyata masih tahu cara membalas kejahatan orang lain."
"Dih, mata kau yang kejahatan." Arzen mendecak lidah lalu menuju ke kamar neneknya. Tiba di kamar neneknya, lagi-lagi Arzen mengagetkan semua orang gara-gara berteriak heboh.
"Apa yang terjadi, Arzen?" Katherine dan Victor datang.
"Mama, lihatlah, Nenek berubah menjadi bocil." Arzen menunjuk Ara yang terlelap di kasur dan mengenakan pakaian Nyonya Arita. Victor pun tak bisa berkata-kata lagi melihat pasiennya berubah sebagai anak kecil. Katherine mendekat, melihat wajah Ara benar-benar mirip Ibu mertuanya versi mungil.
"Ya Tuhan, ada apa ini?" sahut seseorang di dekat kamar mandi. Arzen, Katherine dan Victor sontak menganga, dan menunjuk wanita tua di sana.
"Loh, kenapa nenek ada dua?" Arzen menatap bergantian Ara dan Arita.
.
Wkwk mungkin Neneknya🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Suky Anjalina
OOO ternyata Ara mirip neneknya
2024-01-30
0
Suky Anjalina
haaa seorang CEO percaya tuyul 😂
2024-01-30
0
Hartaty
🤣🤣🤣🤣
2023-10-20
1