"Mommy!" Ara datang memeluk Ibunya.
"Hm, dari mana, sayang?" tanya Aizhe sambil menunggu lima anak kembarnya selesai memilih bahan-bahan pokok. Ia duduk di kursi tunggu bersama Ara, hanya berdua.
"Tadi Ala disitu, lihat daging ayam sama bebek. Mommy, ayo beli satu," rengek Ara manja.
"Baiklah, sini Mommy yang bantu Ara beli." Aizhe berdiri, sedangkan Ara, ia pun dengan senang hati berjalan dan menggandeng tangan Ibunya. Tak lupa, mengintai sosok Katherine.
"Masih jauh, sayang?" tanya Aizhe. "Nih, Mommy!" Ara meletakkan tangan Ibunya ke atas kaca lemari pendingin dan merasa lega karena tak ada Katherine. Ara yang kecil pun meminta Aizhe mengambil satu bebek.
"Ara, kasih tahu Mommy ya kalau ini bebek,"
"Baik, Mommy." Angguk Ara. Tak lama kemudian, Aizhe berhasil mendapat satu dan memasukkannya ke dalam kantong lain.
"Mommy, itu Kakak!" Tunjuk Ara lalu berlari ke arah lima kakaknya di kejauhan sana. "Ara, Ara, jangan lari, sayang." Aizhe dibuat panik sampai kantong bebeknya terjatuh.
"Hei, Nona, kau menjatuhkan belanjaan milik mu," panggil Arzen yang memungutnya. Aizhe diam sejenak, mencari sumber suara yang tiba-tiba diam dan hening. "Tuan, dimana anda?" tanya Aizhe.
Srek!
Aizhe kaget, tangannya diraih paksa dan orang itu memberikan kantong bebeknya.
"Tuan… anda dimana? Terima kasih sudah menolong saya," ucap Aizhe dan mencari-cari tetapi Arzen sudah hilang.
"Mommy, cari siapa di sini?" tanya enam anaknya datang dan sudah selesai memilih. Kini tinggal membayarnya.
"Axel, Nathan, Loye, Arzqa, Zee, kalian bersama Ara, kan?" tanya Aizhe lebih mencemaskan anak-anaknya dulu.
"Ala, disini Mommy!" sahut Ara kecil di bawah.
"Mommy, tadi calli siapa?" tanya Ara.
"Hm, itu, tadi ada orang yang bantu Mommy pungut ini, tapi orangnya hilang, kalian lihat dia barusan?" tanya Aizhe.
"Tidak, kami hanya melihat Mommy saja." Jawab mereka bersama.
"Hm, mungkin dia buru-buru, yuk, kita bayar ini dan pulang ke rumah."
"Siap, Mommy!" Mereka pun pergi dari sana. Sedangkan Arzen sedang diam di dalam mobilnya. Ia melarikan diri sampai nafasnya memburu.
"Apa yang terjadi padamu, Arzen?" tanya Katherine setelah masuk ke dalam mobil dan melihat Arzen yang pucat.
"Ma, aku mau pulang, hari ini aku kurang enak badan, kalau Mama mau jenguk Erina, Mama pergi saja sendirian." Arzen menyalakan mesin mobilnya. Katherine cemberut, gagal lagi. "Ya sudah, kita pulang saja."
Tiba di rumah, Arzen menuju ke kamarnya. Menjatuhkan diri dan melonggarkan sedikit dasinya. Gerah dan masih syok. Ia pun memejamkan mata, mencoba bernafas lebih baik dan merasakan ketenangan. Perlahan mengingat sesuatu di masa lalu. Di mana ia memaksa seorang gadis melayaninya dan menodainya dengan hasrat gila. Baginya dulu, itu menyenangkan, tapi bagi gadis itu, adalah kemalangan yang sangat buruk dan dapat memicu trauma yang berat.
"Siang, Tuan Muda," sapa Victor masuk.
"Kata Nyonya Katherine, anda kurang enak badan, apa yang telah terjadi? Kenapa tiba-tiba anda sakit?" Victor bertanya dan meletakkan alat medisnya. Mengecek detak jantung Arzen yang berdegup kencang. Victor pun dibuat kaget.
"Arghh!" Arzen meracau dan mengacak-acak rambutnya.
"Tuan Arzen, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Victor yang melihatnya depresi.
"Victor, sekarang lebih baik kau keluar." Tatap Arzen menunjuk pintu.
"Tetapi—"
"Keluar!" bentak Arzen dingin.
"Huh, baiklah." Victor terpaksa keluar. Membiarkan Arzen menenangkan dirinya dulu. Namun, yang terjadi, ia menghubungi Davis. Menceritakan sesuatu padanya.
"Halo, Pak, apakah acaranya sudah bisa diresmikan?" tanya Davis.
"Jangan, aku tidak mau bahas itu dulu," jawab Arzen.
"Lalu, mengapa anda menghubungi saya, Pak?" tanya Davis bingung.
"Da-davis, barusan aku ke swalayan menemani Mama belanja, dan…"
"Dan apa, Pak?" tanya Davis penasaran.
"Kau tahu, di sana aku melihat seorang wanita mirip dengan gadis yang aku sukai dulu!" tutur Arzen mengatakan rahasianya yang hanya diketahui oleh Davis sendiri.
"Gadis yang anda sukai dulu itu? Apakah dia buta?" tanya Davis memastikan terlebih dulu.
"So-soal itu, aku tidak tau, aku keburu pergi dan tidak memperhatikannya lagi, Davis," jawab Arzen duduk dan meneguk segelas air sampai habis.
"Hm, mungkin Anda salah lihat, gadis itu sudah lama meninggal, tidak mungkin hidup kembali," ucap Davis.
"Ta-tapi, suaranya persis, Davis!"
"Di dunia ini, ada 7 orang yang memiliki kemiripan kita, entah itu suara atau wajah, dan wanita itu mungkin salah satunya," ucap Davis tetap berpikir logis.
"Jadi, itu hanya orang lain atau aku sedang berhalusinasi?" tanya Arzen.
"Mungkin memang halusinasi, anda terlalu lelah, Pak," jawab Davis.
Arzen menghela nafas, lega rasanya sudah bertukar cerita pada Davis. "Terima kasih, Davis. Sekarang kita lanjutkan saja bahas anak kembar tadi, apakah kau sudah mendapat foto yang lebih jelas dan identitas mereka?" tanya Arzen kembali tenang. Sedangkan Victor, berdiri kebingungan mendengar obrolan Arzen. 'Wanita? Siapa yang sedang Arzen bahas barusan?' pikir Victor mulai penasaran.
"Ya, Pak. Saya telah menemukan alamatnya." Davis yang selalu tepat sasaran menjawab yakin-seyakinnya.
"Dan besok, saya berniat berkunjung ke sana, kira-kira anda ingin ikut, Pak?" tanya Davis. Arzen diam, berpikir-pikir dulu. 'Pergi atau tidak nih?'
.
Yuhuuu, apakah ini saatnya Arzen bertemu enam bibit jenius Aizhe?😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Suky Anjalina
aku curiga nih sama arzen
2024-01-30
0
Rafanda 2018
anak jenius uda tau mamanya buta di tnggal di mana jeniusnya thorrr
2023-10-15
2