Misteri Hotel 27

Misteri Hotel 27

Terror Hari Pertama

Aku menatap maps di mobil dengan teliti, aku tidak ingin terlewat barang seinci pun dari arahan jalan. Aku tidak pergi sendiri tapi di temani oleh suamiku Bagas. Dulu Bagas juga tinggal di daerah ini tapi sudah sangat lama dia merantau ke kota semenjak ayah dan ibunya meninggal dunia. Setidaknya mas Bagas masih bisa di katakana sebagai warga sini, sedangkan aku lahir dan besar dikota sampai umur 24 tahun baru ke Desa ini. Mas Bagas sudah menceritakan tentang kampungnya tapi aku tidak menduga akan satu kampung dengannya.

Ayah tidak pernah menceritakan tentang kampungya jadi aku tidak pernah tahu tentang hal ini. Sedangkan ibu sudah meninggal semenjak aku duduk di bangku sekolah menengah pertama di kelas 1. Aku ingat betul bagaimana ibu meninggal dengan cara tidak wajar, ibu dalam keadaan sehat namun malam harinya ibu malah menunjukkan perilaku aneh dengan mencekik lehernya sendiri sampai meninggalkan lebam. Padahal ibu terkenal sebagai seseorang yang baik di kalangan banyak orang, namun di akhir hayatnya beliau menghadap tuhan dengan cara yang aneh dan mendadak.

Semenjak kematian ibu, hubunganku dengan ayah juga merenggang karena aku menganggap kematian ibu disebabkan oleh ayah yang terlalu sibuk dan menyebabkan ibu sakit tanpa di ketahui oleh siapapun. Kami hidup dengan pas-pasan tapi ayah selalu berusaha memberikan yang terbaik untukku bahkan sampai aku sudah menikah dengan Mas Bagas setelah pacarana selama 2 tahun. Ayah meninggal dunia karena serangan jantung dirumah adikku. Jadi aku mempunyai kakak tiri Bernama Ratih, dialah yang selalu menjaga dan merawat ayah. Namun ayah meninggal tanpa sepersen pun harta warisan termasuk untukku dan juga Mbak Ratih.

Aku kembali fokus menatap sekeliling, ternyata kampung Jati Ireng tidaklah terpencil, dapat di lihat dengan sarana dan prasarana yang sangat memadai dan juga bangunan-bangunan megah di sepanjang jalan. Pemandangan ini membuatku sangat terpukau, begitu juga dengan Mas Bagas yang sangat antusias saat memasuki area Desa.

“Mas masih ada keluarga gak disini?” Tanyaku melirik suamiku.

“Aku juga gak tahu pasti dek, karena sudah sangat lama. Tapi aku yakin pasti masih ada keluarga dari ayah dan ibu. Hanya saja kampung ini sudah sangat jauh perubahannya.” Ucap Mas Bagas memperhatikan sekeliling dengan khitmat.

Tak lama kami mengikuti Maps akhirnya kami sampai di depan bangunan yang bertingkat dengan nuansa yang sangat kuat. Namun terlihat sangat sepi dan kami pun turun untuk masuk. Saat pertama kali masuk aku merasakan angin dingin menyapu wajahku pelan, Mas Bagas masih di luar memarkirkan mobil.

Meskipun agak gelap namun aku bisa melihat hotel yang mewah dan juga bersih, segera aku ke resepsionis untuk menanyakan tentang pemilik hotel ini. Seorang Wanita di balik meja resepsionis adalah Wanita paruh baya yang tersenyum dengan tenang. Aku melirik sekilas name tagnya tertuliskan dengan font tebal yaitu Hartati. Tak lama juga datang seorang pria yang terlihat lebih tua dari ibu ini. Aku menatap keduanya bergantian yang sedang mengepalkan tangan sebagai sambutan ramahnya.

“Maaf mbak, manager hotel ini dimana ya?” Tanyaku dengan membalas senyuman mereka lebih dulu.

“Saya yang bertanggungjawab dengan hotel ini mbak.” Jawab bapak itu dengan sopan.

Aku kemudian menjelaskan tentang maksud kedatanganku yang membuat mereka berdua saling menatap satu sama lain.

“Kamu anaknya Pak Juna yaa?”

“Iya pak.” Jawabku ramah.

Mereka kemudian mempersilahkan aku untuk masuk keruangan bapak penanggung jawab hotel ini lebih dulu, ditemani oleh Mas Bagas yang baru saja datang. Sepanjang jalan ke ruangan manager, Mas Bagas mengatakan kecurigaannya mengapa di hotel sangat besar dan mewah pekerjanya adalah dua orang yang sudah tidak muda lagi. Meskipun heran tapi kami tetap berusaha tenang.

Sepanjang koridor tidak ada yang aneh, aku bisa melihat anak-anak yang berlarian dan juga gadis muda yang sedang sibuk memainkan ponsel, juga beberapa pria yang merokok dengan santai. Kami kemudian diarahkan naik lift yang tembus pandang jadi bisa melihat keluar. Saat memasukinya aku merasa heran karena orang-orang yang aku lihat tadi sudah tidak ada.

Mas Bagas dan Penanggungjawab hotel saling bercerita satu sama lain, hingga kami ketahui Namanya adalah pak Bisma. Ditengah-tengah obrolan kami, aku langsung bertanya karena heran.

“Kemana perginya mereka semua?” Tanyaku heran.

“Maksudnya dek?” Tanya Mas Bagas menaikkan alisnya.

“Tadi disana banyak orang kan.” Ucapku menunjuk kearah koridor ruang santai hotel yang di penuhi banyak orang.”

“Disini jarang sekali ada tamu mbak, paling hanya wisatawan yang datang selebihnya sudah tidak ada.” Ujar Pak Bisma dengan lesu.

“Tapi aku liat tadi disana banyak orang” Ucapku kekeh.

“Mbaknya mungkin kecapean.” Sanggah pak Bisma dengan wajah yang tidak nyaman dan membuatku curiga.

“Iya sayang mungkin efek kamu capek dan kurang tidur juga kan.”

“Emmmm…” Mungkin saja yaa, apalagi butuh waktu 13 jam untuk sampai disini. Aku hanya berhalusinasi saja, ujarku membatin.

Tak lama kamipun sampai di lantai 2, ruang Manager hotel. Aku memasuki ruangan itu, dan Pak Bisma mulai menceritakan tentang hotel milik ayahku ini. Tak lupa sebelumnya aku sudah memperlihatkan sertifikat kepemilikan hotel ini.

Pak Bisma menjelaskan, bahwa hotel ini memang sangat sepi tapi hanya berlaku pada siang hari, pada malam hari akan sangat ramai.

“Mengapa begitu pak?” Ujar Mas Bagas penasaran.

“Mas dan Mbak nanti juga akan tau.” Ucap Pak Bisma dengan penuh teka-teki.

“Lalu mengapa hanya bapak dan ibu Tati saja disini?” Tanyaku juga.

“Pegawai lain akan datang disaat malam hari Mbak.”

“Ohh seperti itu.”

“Lalu berapa omset penghasilan hotel ini pak?”

“Bisa mencapai 5 Miliar dalam satu tahun Mbak.”

“Tapi itu masih di luar sewa dan sarana disini.”

Mulutku hamper membulat sempurna, bagaimana bisa Ayah menyembunyikan sumber uang yang sangat banyak ini dan memilih hidup sederhana dan membuat aku anaknya menderita dengan kemiskinan.

Selesai ngobrol dengan Pak Bisma, aku dan Mas Bagas diantarkan ke lantai 4 untuk memasuki kamar untuk istirahat. Jadi hotel 27 ini terdiri dengan 5 lantai, masing-masing lantai memiliki ciri khas penghuninya. Di lantai 4 yaitu khusus tamu yang akan sewaktu-waktu checkout, sedangkan di lantai yang lain bisa checkout sampai hitungan minggu dan bulan. Begitu penjelasan pak Bisma tadi yang membuatku dan Mas Bagas merasa bingung karena konsep hotel ini sudah seperti apartement saja.

Pak Bisma memberikan kami kunci dan berlalu pergi, saat memasuki kamar mataku menari melihat seisi ruangan yang sangat bersih dan full fasilitas.

“Kamarnya bagus banget ya dek, tapi kenapa malah sepi gini.” Ucap Mas Bagas setelah merebahkan tubuhnya diatas Kasur.

Aku memilih untuk mandi dan menata barang bawaan kami, karena aku dan Mas Bagas akan tinggal disini mulai sekarang apalagi mengetahui keuntungan hotel ini yang sangat banyak.

Selesai mandi, aku mendapati Mas Bagas sudah tertidur dengan sangat pulas. Lalu terdengar ketukan pintu yang sangat keras dari luar. Apa mungkin Pak Bisma yang mengetuk tapi berkesan tidak sopan jika mengetuk dengan suara besar. Aku mendekati pintu kamar dan melihat melalui celah pintu. Namun tidak ada apa-apa. Aku mencoba membuka pintu dan melihat sekitar tapi tidak ada siapapun. Aku kemudian masuk kamar dan saat mengunci kamar, kembali suara ketukan itu terdengar. Aku kemudian membuka celah pintu lagi namun kali ini nampak sepasang mata yang membuatku langsung kaget, berteriak dan melangkah mundur. Sepasang mat aitu Nampak berdarah dan mengerikan.

Mas Bagas ternyata terbangun karena suara teriakanku langsung melompat dari tempat tidur dan memapahku untuk duduk.

“Ada apa dek?”

“A…..A….ADA”

“Ada apa dek?”

“Ada orang di depan pintu Mas.”

Mas Bagas langsung berdiri dan membuka pintu, namun lama dia di luar tidak ada siapapun. Mas Bagas kemudian masuk untuk mengunci pintu, namun pintu kamar tidak juga bisa tertutup seperti ada yang mengganjal.

“Kenapa Mas?”

“Gak tau dek, tapi gak bisa ketutup pintunya.”

“Mas dorong kuat-kuat.” Ucapku memberi saran.

Mas Bagas mengikuti instruksi dariku dan akhirnya berhasil.

“Aneh.” Gerutu Mas Bagas.

Belum cukup 24 jam disini, tapi aku sudah merasakan firasat buruk tentang hotel ini, aku mulai meragukan pilihanku untuk tinggal di hotel ini. Aku merasa hotel ini juga sangat aneh, tapi bisa juga yang terlalu overthingking ditambah Mas Bagas terus mengatakan aku hanya berhalusinasi.

saat makan malam, aku dan Mas Bagas turun ke bawah, nampak aku sangat terkejut karena suasana hotel yang sangat berbeda dari siang tadi yang tidak kalah aneh aku tidak bisa menemukan keberadaan Pak Bisma dan Mbak Hartati dimanapun.

Pelayannya yang cantik mempersilahkan kami untuk masuk namun aku merasa insecure karena hanya aku yang memakai pakaian seadanya sedangkan yang lain terlihat rapi. Tanpa sengaja aku melihat anak-anak yang berlarian siang tadi. Jadi memanggil mereka dan memberikan kue, mereka tersenyum bahagia. Namun aku belum pergi salah satu anak dengan rambut kepang membisikkan sesuatu yang membuat seluruh tubuhku menjadi lemas.

Terpopuler

Comments

🥑⃟Riana~

🥑⃟Riana~

wih,bakal seru nih. 🥰

2023-06-22

1

Tetik Saputri

Tetik Saputri

semangat kak

2023-06-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!