Kesalahanku Awal Musibah

Kemiskinan membuat siapa saja kelelahan. Terlebih jika sebenarnya kita harusnya hidup enak tapi bertahun-tahun di perbudak oleh keterbatasan materi.

Hal inilah yang menyebabkan Laras ingin hidup lebih nyaman sekarang. Dia membeli apapun yang dulu tidak pernah bisa dia makan, pakai, dan rasakan.

Dia bahkan bergabung dengan geng sosialita di kota. Berkat banyaknya uang dari para arwah yang terkumpul setiap malamnya.

Meskipun telah di larang sebelumnya tetapi dia seolah tidak ingin tahu apapun yang menghalangi langkahnya.

Malam ini ternyata malam Jum'at sepanjang perjalanan pulang aku merasakan udara dingin yang menusuk ke kulit.

Mas Bagas bahkan siapapun sudah melarangku untuk pulang pada malam hari karena pasti hotel sudah di isi oleh para arwah.

Namun malam ini aku terlalu asyik dengan teman-temanku dan aku juga harus pulang malam ini karena aku ingin mengambil penghasilan hotel setiap paginya.

Semakin dekat dengan hotel udara dingin semakin membuat tubuhku merinding. Tetapi aku memilih untuk menahannya. Sebagai pejuang rupiah aku harus kuat menahan semua godaan dan cobaan ini.

Pukul 11 lewat 13 menit mobilku memasuki gerbang hotel. Tampak banyak mata tertuju kepadaku dengan pandangan tajam.

Arwah yang datang dengan setelan rapi dan dandan yang cantik-cantik sepertinya merasa terganggu. Mereka menatapku dengan sangat menakutkan.

Perlahan aku turun dari mobilku, dan terasa sekali udara dingin dan wewangian bunga mulai terendus di indra penciumanku.

Kulihat sosok Mas Bagas yang berada di teras kamar kami sedang menatap kedepan. Aku mencoba memanggil namanya tetapi dia seolah tidak dapat mendengar apapun.

Ku langkahkan kakiku perlahan kedepan untuk segera masuk ke hotel.

Tatapan tajam masih mengunci pelan langkahku.

Tepat ketika aku sampai di dalam pelataran hotel. Pesta yang tadinya begitu ramai dan penuh khitmat langsung berhenti seketika. Tidak ada suara apapun lagi. Hanya ada mata yang sayu dan suasana yang hening.

Para arwah tidak menerima kehadiranku disini. Satu persatu mulai mendekat.

Dari sosok suster, wanita bergaun pengantin, wanita berkebaya, hingga gadis kecil dengan balon ditangan kirinya mendekatiku. Ditambah mulai mendekat juga arwah-arwah yang lain.

"Pergi kalian... "

"Pergi... " Teriakku histeris.

Aku menutup mata karena panik, bagaimana tidak para arwah mulai terlihat dengan bentuk asli mereka. Aku yang bingung harus bagaimana hanya bisa terduduk menutup kedua mataku.

Tidak terasa karena tubuh arwah yang begitu dingin, dan suasana hati yang ketakutan dan emosianal tidak stabil membuatku tidak sadarkan diri.

Aku hanya bisa melihat sekilas sosok pria yang memapah tubuhku.

Malam Jum'at ini berlalu dengan sangat berkesan. Aku tidak akan pernah berani pulang pada malam hari lagi.

Keesokan harinya ketika pagi hari. Mas Bagas sudah sangat rapi dan bersedia untuk pergi.

"Mas mau kemana? " Ucapku penasaran.

"Aku mau menemui pak RT dulu sayang. "

"Loh kenapa? "

"Kita kan sudah lama disini tapi ga pernah lapor ke beliau. "

"Ohiya Mas. "

Mas Bagas kemudian mengecup keningku dan berlalu pergi. Aku sampai lupa bagaimana bisa aku sampai di kamar.

Belum juga cuci muka aku malah langsung ingat untuk mengecek penghasilan hotel hari ini. Buru-buru aku turun kebawah.

Sudah ada Mbak Tati dan Pak Bisma yang saling bersitegang. Mas Bagas bahkan juga berdiri diantara mereka.

Aku bisa melihat raut wajah marah dari Pak Bisma dan Mbak Tati hanya menunduk.

"Ada apa baru pagi-pagi sudah ribut. "Sapaku berbasa-basi.

Mereka bertiga langsung menoleh kearahku bersamaan dan refleks Mbak Tati menunduk pelan.

Mas Bagas terlihat hanya ikut mendengatkan tetapi tidak menanggapi dan berkesan tidak mau ikut campur.

"Begini Bu.. "

Mbak Tati terbata-bata dan tidak sanggup melanjutkan bicaranya.

"Pemasukan hotel hari ini kosong bu. "

Jawab Pak Bisma mengambil alih.

"Sepertinya ada makhluk lain yang masuk ke hotel pada malam hari Bu jadi menyebabkan para arwah murka "

Pak Bisma menjelaskan apa yang diketahui dengan kelihatan urat lehernya.

Aku paham betul kekhawatirannya karena sudah tidak ada uang khas simpanan untuk membayar sewa bunga hotel yang tiga hari lagi akan jatuh tempo. Harusnya sudah dibayar tetapi aku malah memakainya berfoya-foya dah mentraktir teman-temanku.

Aku yang sebenarnya pulang malam hanya bisa mematung karena di posisi seperti ini aku tidak mau sama sekali di salahkan.

"Kamu pulang jam berapa sayang? " Tanya Mas Bagas yang membuat sontak pandangan Mbak Tati dan Pak Bisma mengarah kepadaku.

"Lah kan Mas tahu aku pulang sebelum malam hari. "

"Gimana sih. "

Ucapku berlagak manja dan menepuk-nepuk bahu Mas Bagas.

Mas Bagas hanya mengiyakan karena pasalnya dia menginap di rumah Kakek Ruwo bersama Mbah Pardi belajar meditasi jiwa.

Aku mencoba mengenalikan ekspresi kaget di wajahku. Padahal tadi malam jelas sekali seorang pria yang mengangkat tubuhku dan memindahkanku ke kamar.

Jika itu bukan Mas Bagas lantas siapa? Aku juga tidak ingin di salahkan jadi hanya bisa menahan diri.

Pak Bisma dan Mbak Tati masih saja ingin saling menyalahkan jadi aku meminta mereka untuk mengikhlaskan saja penghasilan hari ini.

Karena besok juga ada gantinya, namun pandangan Mbak Tati langsung sendu dan menatap sedih.

Jika para arwah marah dan pergi tanpa meninggalkan tanda maka besar kemungkinan mereka semua tidak akan datang kemari lagi dalam waktu lama.

Tatapan mataku langsung bertemu dengan Mas Bagas penuh isyarat dan cemas.

Meski begitu Mas Bagas pamit untuk segera ke rumah Pak RT dan akan ikut membahasnya nanti lagi.

Aku kini duduk bertiga dengan Mbak Tati dan Mas Bagas membahas masalah ini.

Kami akhirnya sampai di kesimpulan akan menunggu selama tiga hari ke depan. Jika para arwah tidak datang ke hotel maka kami akan memanggil orang pintar untuk mengundang mereka datang.

Meski begitu rasanya agak ngeri jika bekerja seperti ini, dimana perekonomian berada dibawah pengendalian para arwah. Padahal jelas kita manusia punya kedudukan yang lebih tinggi.

Selesai mengobrol dengan mereka berdua aku hanya mengambil sepiring nasi goreng dan pergi ke kamar.

Di kamar aku mulai merenung dan mengingat apa yang sudah terjadi tadi malam.

Aku sangat yakin jika sosok itu sebenarnya adalah Mas Bagas tetapi mengapa Mas Bagas mengatakan jika dia pergi ke rumah Kakek Ruwo.

Rasanya juga kesal karena penghasilan hotel yang tertahan membuat aku tidak punya uang hari ini untuk pergi berfoya-foya.

Aku hanya bisa membalas di grub bahwa aku sakit dan tidak bisa pergi ke kota bertemu mereka.

Salah satu temanku mengusulkan untuk menjual saja hotel ini dan kembali ke kota membuka bisnis baru.

Rasanya masuk akal juga, otakku mulai aktif kembali dan menemukan secercah harapan.

Dari hasil penjualan hotel nantinya aku bisa membuka toko atau bisnis lainnya di kota. Apalagi Mas Bagas punya pengalaman management bisnis walaupun tidak pernah sukses sih itupun karena keterbatasan modal usaha.

Saat ini juga aku langsung menyalakan laptop dan membuka situs jual beli properti dan memposting iklan hotel.

Betapa terkejutnya aku saat melihat iklan serupa hotelku sudah terpotong 2 minggu lalu. Tetapi bukan nama Mas Bagas disana melainkan Hartati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!