Aku sangat terkejut melihat Mas Bagas sudah berdiri di luar pagar balkon kamar kami. Tingkah Mas Bagas benar-benar membuatku merasa pening. Buru-buru aku langsung menariknya masuk, namun Mas Bagas terlihat linglung. Jadi aku mengajaknya langsung masuk ke dalam kamar.
Aku juga langsung menutup semua pintu dan juga jendela. Mas Bagas masih terlihat bingung jadi aku mengambilkan selimut hangat untuk menutupi tubuhnya.
Tubuh Mas terlihat mengigil, aku langsung memberikan air hangat walaupun hanya dia minum seteguk, kemudian aku memeluknya dengan menepuk bahunya pelan-pelan sampai dia tertidur pulas.
Aku merasa janggal dengan ulah Mas Bagas tadi, jika saja aku telat satu detik saja mungkin aku sudah kehilangan orang yang paling aku cintai saat ini.
Tepat jam 12 malam, suara ketukan pintu terdengar lagi dari luar, benar-benar menyebalkan. Tapi aku juga ingat lagi tentang sosok pemilik kedua mata yang berdarah.
Namun suara ketukan pintu tak juga berhenti, aku takut sampai membangunkan Mas Bagas kasihan dia baru saja bisa tidur.
Pelan-pelan aku melangkah ke pintu, jantungku berdetak dengan lebih cepat. Apalagi saat melihat sekeliling tidak ada siapapun. Aku buru-buru menutup pintu. Namun kembali terulang pintu yang tidak bisa tertutup. Aku terus menarik gagang pintu namun tetap saja seperti ada yang menahannya. Dengan gugup aku menatap arah bawa pintu, nampak ada tangan kecil yang menahan pintu. Saat aku ingin memastikan lagi, tidak ada apa-apa. Aku beristighfar dan memohon kepada Allah akhirnya pintu kamar ini bisa tertutup dengan mudah.
Malam begitu terasa panjang, banyak sekali suara-suara dari luar yang menggangguku. Mulai ketukan pintu yang berulang, langkah kaki, dan juga suara tawa memekik. Mungkin ini alasan Mbak Tati dan Pak Bisma melarangku keluar malam. Padahal saat pertama kali datang, mereka berdua tidak melarangku sama sekali. Mungkin mereka ingin aku mengetahui kondisi hotel.
Karena tak bisa juga kunjung tidur, aku memilih membuka laptop dan mencari tahu tentang hotel milik ayah ini, karena jika seperti ini terus aku berfikir untuk menjualnya saja. Pasti banyak yang akan tertarik karena hotel ini yang sangat mewah dan juga luas. Meskipun sepi di siang hari, keadaan malam hari sudah cukup membuat orang jadi kaya raya.
"Hotel 27" Aku mengeja kata untuk menulisnya dibalik laptopku.
Banyak sekali informasi yang muncul.
"Hotel mewah dengan serangkaian kisah mistis"
"Rombongan wisatawan yang menghilang di hotel 27"
"Kisah kelam dibalik hotel 27"
Aku mencoba mengklik satu artikel, tapi suara air mengalir di dalan toilet menggangu fokusku, Mas Bagas masih tidur.
"Hmm pasti kran air yang bocor lagi " Aku mengelus pahaku untuk bangkit dan memastikan. Benar saja air mengalir dengan deras, meskipun sudah berkali-kali menutupnya tetapi tetap saja tidak bisa. Sampai aku ingin menyerah dan melihat tulisan dengan tinta merah di kaca. Tulisan yang sedari tadi tidak aku perhatikan atau baru saja ada disitu.
"Pergiii"
Aku merasa udara dingin membelai lembut tenkukku, yang membuatku langsung merinding. Namun air di kran ini tidak juga berhenti mengalir. Aku menatapnya dengan putus asa, ingin membangunkan Mas Bagas tapi kasihan juga dia. Aku hanya bisa terus mencoba, hingga kran itu berhasil mati, tapi ketika aku akan melangkah keluar kran air kembali mengalir, terasa sangat lengket di kakiku, malas sekali rasanya. Aku langsung menatap ke arah kran dengan frutasi. Benar-benar membuatku hampir gila. Karena kakiku terasa lengket aku pun menatap ke bawah, cairan merah yang kental mengalir begitu saja.
"Astagfirullah" Aku melangkah mundur perlahan dengan menahan ketakutan yang membuatku hampir sekarat, ditambah bau anyir darah menusuk hidung.
Aku berlari ke samping Mas Bagas, menutupi tubuhku dengan selimut. Mas Bagas yang sudah merasa lebih baik langsung bangun karena ulahku.
"Kenapa dek? " Bisiknya lembut dengan mengusap matanya pelan. Meskipun baru bangun seperti itu, Mas Bagas terlihat sangat tampan.
"A... anu Mas.. "
"Ada apa dek? "
"Kamu sampai keringatan gitu. "
"Ada darah Mas di kamar mandi. "
"Kamu jatuh sayang? "
"Gak Mas. "
"Pokoknya aku takut. " Ucapku sembari menutup wajah.
Mas Bagas pun bangkit dan berjalan menuju kamar mandi dengan santai.
"Mas jangan masuk. " Ujarku menahan langkahnya.
Mas Bagas terus saja melangkah Dan membuka pintu kamar mandi.
"Nah kan, gak ada apa-apa sayang. "
"Kamu tuh halusinasi mulu. "
"Besok kita me psikiater. "
Aku buru-buru bangkit untuk memastikan. Pemandangan ini membuat pupil mataku melebar, bahkan ubin kamar mandi ini kering. Pantas saja Mas Bagas menyebutku halusinasi.
Mas Bagas mengacak-acak rambutku, dan memintaku langsung tidur. Aku hanya bisa patuh dan melangkah pelan ke kasur untuk tidur, malam ini sangatlah kacau, bahkan insiden Mas Bagas ingin lompat dari loteng masih membuat hatiku getir, ditambah darah dan tulisan ancaman yang hilang misterius. Tak terasa waktu membantuku menenangkan diri dalam tidur yang pulas dan kehangatan yang nyaman.
Paginya aku menggerakkan tubuhku ke kanan dan ke kiri dengan malas, rasanya aku ingin bersantai saja di kasur hari ini.
"Mas Bagas kenapa rapi gitu sih. " Aku melihat Mas Bagas yang sudah berdiri di dekat kaca melihat pemandangan di kota kecil ini.
"Ayok sayang, buruan. Kan Mas sudah bilang tadi malam? "
"Bilang apa sih? "
"Mas sudah atur temu dengan dokter, kebetulan kata Mbak Tati, ada rumah sakit di kota sebelah hanya perlu 3 jam menuju kesana. "
"Aku gak halusinasi Mas. "
"Astaga sayang, gak halusinasi apa sih, tadi malam saja kamu tidur sambil teriak. "
"Haaaa... "
"Masa sih Mas? "
"Iya sayang, makanya Mas khawatir sama kondisi kamu. "
Melihat eksperesi peduli Mas Bagas seperti itu, aku hanya bisa mengikut saja.
Setelah sarapan, kami pun berangkat, kali ini aku tidak berdua saja tetapi ditemani juga oleh Mbak Tati, karena lokasinya tidak terbaca Maps jadi kami meminta bantuan Mbak Tati.
Sedangkan urusan hotel kami percayakan ke Pak. Bisma.
"Rumah Sakit Anugerah" Bacaku mengeja.
"Pantas kita gak liat rumah sakit ini sayang, kan kita lewat arah timur jadi gak lewatin kota ini. " Ujar Mas Bagas menjelaskan.
Kota ini lebih kecil dari kota tempatku tinggal saat ini, tetapi auranya terasa lebih positive disini.
Aku di periksa oleh Dr.Cahya ditemani oleh Mas Bagas disisiku.
Setelah serangkain pemeriksaan, Dr. Cahya menatap aku dan suamiku bergantian, yang membuatku cemas, jangan sampai aku terkena semacam kelainan mental. Mas Bagas juga terlihat gugup.
"Kenapa ibu dan bapak tegang sekali. " Ujar Dr. Cahya yang membuatku dan Mas Bagas saling menatap.
"Selamat ya pak, sebentar lagi bapak akan menjadi seorang ayah. "
"Saya hamil dok? "
"Iya bu, ini sudah memasuki 2 minggu. "
"Alhamdulillah ya Allah. " Mas Bagas memelukku dengan hangat tak terasa air mataku juga jatuh.
Dr. Cahya juga memberikan edukasi karena kehamilan pertama amatlah rentan jadi harus dijaga dengan baik, halusinasi juga bisa disebabkan karena kelelahan dan kondisi kepala yang memiliki banyak fikiran.
Dari Rumah Sakit kami singgah dulu untuk makan, kemudian pulang.
"Apa kata dokter bu? " Tanya Mbak Tati disampingku, karena setelah tahu aku hamil aku memilih duduk dijok belakang untuk mengurangi guncangan.
"Saya hamil Mbak. " Ucapku sumbringah menatap Mbak Tati. Tetapi wajah Mbak Tati terlihat tidak senang.
"Sebaiknya Ibu dan Bapak cepat pulang ke kota untuk menjaga bakal calon anak kalian. "
"Kenapa begitu Mbak? " Tanyaku heran begitu juga dengan Mas Bagas yang menatap kami dari kaca.
"Saya tidak bisa menjelaskan banyak Bu, tetapi ini satu-satunya pilihan yang tepat. "
"Saya harus tahu alasannya Mbak menyuruh kami ke kota" Ucapku menatap setajam pisau ke arah Mbak Tati.
"Hotel 27 terkutuk Bu, kalau Ibu di hotel terus akan sangat bahaya."
"Bilang saja, Mbak Tati dan Pak Bisma ingin menguasai hotel. " Balas Mas Bagas dengan Julid. Padahal ucapan dari Mbak Tati barusan benar-benar berhasil membuatku cemas untuk Kedepannya, ditambah hal-hal aneh di hotel. Nampak Mbak Tati memilih diam setelah Mas Bagas membalas ucapannya.
Saat sampai di hotel, sebelum kembali ke kamar Mbak Tati memegang erat tanganku, dan berbisik.
"Belum terlambat Bu, untuk pergi dari tempat ini, hotel ini benar-benar terkutuk karena.. "
Mas Bagas yang melihat kami, langsung menarik aku pergi. Entah apa lanjutan dari perkataan Mbak Tati. Aku pun hanya bisa menatap sendu kearahnya, sedangkan Mas Bagas terlihat kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Indri Wulandari
bagas ini sontoloyo orang nya
2023-08-24
0
🥑⃟Riana~
Duh... bikin merinding bacanya 😱
2023-06-22
1