Tertangkap Basah

Semangat yang tadinya terisi penuh sekarang mulai padam malah yang aku rasakan adalah marah.

Bagaimana tidak, Mbak Tati yang selama ini ada di dekatku malah memposting iklan tentang hotel milikku tanpa se izin diriku.

Rasanya benar-benar muak, aku langsung membawa laptop itu dan berjalan kebawah. Mbak Tati dan Pak Bisma sedang sibuk mencatat sesuatu yang entah apa aku tidak peduli.

"Apa maksudnya ini Mbak? "

Aku meletakkan laptop di hadapan Mbak Tati yang terkejut.

Pak Bisma dan Mbak Tati menatap ke layar laptop dengan seksama dan saling melihat.

"Saya benar-benar tidak tahu bu. " Ujar Mbak Tati dengan ekspresi terkejut.

Pak Bisma nampak tidak percaya jika Mbak Tati yang memposting hal tersebut.

"Sepertinya ada yang memfitnah istri saya Bu. "

"Kami cuman orang desa bu, pegang hp layar sentuh saja kami ga paham."

"Apalagi sampai posting di laptop begini Bu. " Ucap Pak Bisma membela istrinya.

Masuk akal juga karena secara keseharian mereka sangat sederhana aku juga tidak pernah melihat Mbak Tati menggunakan alat-alat elektronik bahkan ponsel sekalipun. Dia juga masih menghitung dengan kalkulator usang miliknya.

Sebagai seorang bos aku juga tidak ingin kehilangan wibawa jadi tetap ku lanjutkan marahku.

"Bagaimana jika ternyata kalian berdua membodohi saya? "

Ucapku dengan menekan suaraku.

Mbak Tati menunduk dan menangis.

"Bu kami memang cuman orang miskin tapi kami tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu, apalagi sampai mengkhianati bos kami sendiri. "

Aku cukup tertegun dengan apa yang Mbak Tati ucapkan karena memang dari dulu mereka berdualah yang merawat bisnis ini agar tetap hidup dan berkembang sampai sekarang.

Aku hanya bisa melembut karena Mbak Tati yang sudah menangis dan wajah memelas Pak Bisma juga membuatku tidak nyaman.

Aku hanya bisa mengambil laptop dimeja dan berjalan pergi kembali ke kamar tanpa mengatakan sepatah katapun.

Jika bukan Mbak Tati lantas siapa, yang menggunakan namanya untuk melakukan promosi dan iklan seperti ini.

Karena masih penasaran aku membuka kembali situs iklan dengan menggunakan akun baru juga menyamarkan namaku sebagai Nadila.

Aku mengurungkan niat untuk memposting hotel milikku karena melihat situas iklan yang terpasang menunjukkan rating yang kurang bagus dan kurang diminati oleh pengusaha lainnya.

Aku kemudian mengirimkan pesan kepada orang yang memposting iklan tersebut dan menanyakan tentang harga.

Ajaibnya orang tersebut ternyata sangat fast respon dia langsung membalas pesanku secepat kilat.

Dia menawarkan harga dengan 1 Triliun. Harga yang sangat fantastis mengingat hotel 27 sudah merupakan hotel desain lama dan juga berada di wilayah yang tidak strategis.

Orang awam tidak akan mengetahui jika penghasilan dari hotel ini harga 1 triliun bisa dalam tiga malam sudah terkumpul semuanya.

Penyaji iklan merespon pesanku dengan cepat. Aku minta untuk bertemu dan membahas tentang hotel yang akan aku beli.

Dia mengatur janji untuk bertemu hari Kamis di cafe kenanga di kota.

Cafe kenanga mengingatkanku pada Kak Ratih. Dia bekerja disana jadi aku bisa meminta bantuan darinya untuk mengetahui siapa dibalik nama Hartati.

Aku menanyakan tentang sertifikat yang dijawab santai bahwa dia memilikinya.

Aku langsung mengecek sertifikat yang aku simpan. Syukurnya aku bisa bernafas lega karena masih tersimpan rapi. Bahkan tidak ada yang tahu tempat penyimpananku ini.

Mas Bagas juga tidak mengetahui tentang tempat ini, iya aku simpan di dalam kantong kresek dibawah kasur bersama tumpukan koran.

Aku yakin jika saja ada yang mencarinya dia tidak akan pernah terfikir untuk mencari disini.

Sudah tiga hari tidak ada perubahan sama sekali, sudah tidak ada tamu dan tidak ada juga penghasilan. Semuanya menjadi lebih sulit sekarang.

Pagi-pagi Mas Bagas sudah berangkat ke kota untuk bertemu temannya membahas bisnis. Aku juga bersiap pergi tak lama setelah Mas Bagas pergi.

Besar kecurigaanku kepada Mas Bagas jadi aku menyembunyikan rencana yang sudah aku susun rapi di kepalaku.

Tidak lupa aku mendatangi Mbak Tati dan Pak Bisma untuk minta maaf karena sudah marah-marah dan menuduh tanpa bukti kemarin.

Mereka hanya tersenyum dan memaklumi semua hal tentangku. Mungkin mereka juga tahu bahwa aku sedang tertekan saat ini.

Setelah itu langsung meninggalkan hotel dan tancap gas untuk ke kota. Semenjak mendapatkan akses jalan pintas untuk bolak balik dari desa Jati Ireng ke kota bukan lagi masalah yang sulit.

...----------------...

Sebelum tengah hari aku sampai di kota. Aku singgah istirahat sejenak kemudian menuju Cafe Kenanga.

Tidak ada tanda-tanda keberadaan Mas Bagas disana. Mobilnya juga tidak ada di tempat parkir.

Aku lalu masuk dan menyapa Kak Ratih yang sedang sibuk menata hidangan pelanggan.

Aku kemudian berinisiatif membantunya, dia terlihat sangat kerepotan melayani banyak pelanggan hari ini.

Dengan senang hati Kak Ratih juga berterima kasih seperti biasanya. Dia memang sangat lembut dan begitu keibuan terhadapku.

Meskipun aku tahu dia membenci aku dan ibuku yang telah merusak kehidupan indah keluarganya. Namun Kak Ratih dari dulu selalu baik terhadapku.

Tidak jarang dia banyak mengalah untukku. Itulah mengapa bagiku dia sangat berjasa untukku.

Dering ponsel mengagetkanku. Nampak Mas Bagas sudah duduk di bangku nomor. 7 dia duduk sendirian dengan pakaian yang sangat rapi.

Aku bahkan pangling melihat suamiku yang terlihat seperti orang kaya. Aku juga ingat betul tadi pagi dia tidak menggunakan pakaian itu.

Pakaian yang bisa dikatakan merk terkenal. Darimana Mas Bagas mendapatkan uang untuk membelinya. Padahal semua uang hotel aku pegang sendiri.

Aku mendekati Kak Ratih dan meminta dia untuk menyembunyikan keberadaanku kepada Mas Bagas yang hanya dibalas anggukan olehnya.

Tidak lama ponselku kembali berdering, sebuah pesan masuk dari nomor yang mengaku sebagai Hartati.

"Aku sudah ada di Cafe Kenanga"

Ku putar mataku mencari sekeliling. Hanya ada Mas Bagas yang bisa aku curigai saat ini.

"Pakai kemeja biru, nomor 7"

Kembali pesan masuk membuatku pupil mataku melebar.

Seseorang yang selama ini menjanjikan kebahagiaan untukku adalah orang yang menikam aku dari belakang. Pantas saja dia tidak tertarik dengan pembahasan tentang hotel. Rupanya dia ingin menguasai semuanya.

kuletakkan semua perlengkapan dapur dan langsung duduk dihadapan Mas Bagas.

Mas Bagas dengan bodohnya tidak menyadari keberadaanku.

Aku langsung menelepon nomor yang diberikan oleh si Hartati itu. Anehnya ponsel Mas Bagas sama sekali tidak berdering. Tidak ada juga notifikasi apapun.

"Mas... " Karena kesal aku langsung memukul pelan kepalanya yang membuat dia terkejut.

"Laras"

"Kenapa kamu bisa ada disini? " Tanya Mas Bagas menatap heran.

Aku menjelaskan kedatanganku untuk mengunjungi Ratih saja. Mas Bagas hanya menanggapi dengan kata ohh dan tersenyum ringan.

Mbak Ratih yang tadi ada di dapur langsung menghampiri kami.

"kenapa tadi nelepon Laras? "

"ada perlu apa? "

Aku melirik heran ke arah Kak Ratih namun segera aku mengerti yang sebenarnya terjadi..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!