Tawanan Tuan Xie
Dor.
Suara tembakan terdengar nyaring mengisi keheningan malam, bibir berwarna merah merekah itu kini sedikit tertarik ke samping membentuk sebuah senyuman miring di wajah cantiknya.
Davira Handoko, wanita berumur 25 tahun itu menatap mayat seorang pria yang kini tergeletak didekat kakinya dengan sorot matanya yang dingin. Kepala pria bernama Haris Pranaja itu terlihat berlubang, matanya melotot dengan wajahnya yang penuh dengan luka memar.
"Bereskan mayatnya," Davira mengeluarkan sebatang rokok dan menyelipkannya di antara bibirnya.
Tangan kanannya segera menyalakan rokok itu dengan pemantik miliknya, Davira menyesapnya kemudian menghembuskan asapnya pelan.
"Ini Nona," Angga menyerahkan sebuah buku besar yang sudah kotor dengan darah kepada Davira.
"Semua nama orang-orang yang bekerjasama dengannya ada di buku ini," Davira memeriksa daftar nama yang ada di sana satu persatu.
"Jonathan Xie, namanya ada di urutan paling atas. Itu artinya dialah yang sudah membuat Haris berpaling dari kita dengan menjanjikan keuntungan yang lebih besar, Nathan rupanya ingin mencuri dari kita," Davira terkekeh kecil lalu menutup kembali buku besar itu.
"Aku tunggu di mobil."
"Baik Nona," Angga menganggukkan kepalanya kemudian berjongkok untuk mengurus mayat Haris, pria berumur 30 tahun yang sudah 5 tahun lamanya bekerjasama dengan keluarga Handoko.
Tapi ternyata waktu 5 tahun tidak membuat Haris mengerti bahwa keluarga Handoko tidak bisa dipermainkan seperti apa yang dia lakukan. Dengan beraninya Haris menjalin kerjasama dengan keluarga Xie dan membocorkan beberapa rahasia keluarga Handoko.
Davira melangkahkan kakinya membuat suara ketukan high heels setinggi 7 cm yang dia kenakan terdengar berirama. Davira merapatkan mantel berbulu yang membuat tubuhnya terasa hangat di suhu 14 derajat Celcius.
Wanita itu melangkah dengan tenang menyusuri gelapnya terowongan kereta api yang terbengkalai. Kegelapan tidak membuatnya merasa takut karena dialah yang harus ditakuti di sini.
Langkah kaki Davira melambat ketika matanya melihat sosok pria yang sudah dia hindari selama 3 bulan ini, dia jauh-jauh pergi ke Spanyol dan tinggal bersama dengan keluarga intinya yang sudah lama menetap di sana hanya untuk menghindari pria itu.
Tapi sekarang pria bernama lengkap Jonathan Xie berada tepat di hadapannya, bersandar di mobilnya dengan begitu tenang.
Davira menghisap rokoknya dalam-dalam dengan sorot mata yang mengatakan bahwa dia sangat membenci pria itu.
"Kau mengikutiku sampai Sevilla, ada apa Nathan?" tanya Davira membuat pria yang akrab disapa Nathan itu tersenyum tipis.
"Kau bersembunyi di kota ini selama tiga bulan, aku merindukanmu. Aku harus apa selain mencari mu hm?" suara baritonnya terdengar, Nathan berdiri tegap di hadapan Davira membuat tinggi wanita itu kini hanya sebatas lehernya.
Davira menatapnya datar lalu melempar buku yang dia pegang hampir mengenai wajah Nathan jika saja pria itu tidak sigap menyambutnya.
"Apa maksudmu membuat Haris berkhianat kepada kami?" Davira bersedekap dada.
Nathan menatap buku itu sekilas kemudian melemparkannya ke dalam kaca mobil Davira yang terbuka.
"Bukan aku yang membuatnya berkhianat, dia yang menawarkan diri untuk mengkhianati kalian. Aku tidak mungkin menolaknya, dia memberikan banyak informasi tentang orang-orang yang bekerjasama dengan kalian. Harusnya kau bisa lebih selektif dalam memilih anak buah, Davira."
Nathan mengeluarkan sapu tangannya kemudian meraih tangan Davira yang dilapisi sarung tangan kulit berlumuran darah.
"Tidak seharusnya tanganmu kotor hanya untuk membereskan masalah sepele seperti itu," Nathan membersihkan sarung tangan Davira dengan telaten.
"Berhenti mengikutiku, tuan Xie yang terhormat. Aku tidak akan pernah merasa tertarik kepadamu," Davira menarik tangannya kasar.
Nathan tersenyum kecil kemudian melipat sapu tangan yang sudah kotor dengan darah lalu menyimpannya ke dalam saku jas berwarna hitam yang ia kenakan. Nathan menatap wajah Davira lekat-lekat, dia merasa begitu menyukai bagaimana cara Davira menatapnya. Begitu berani tanpa adanya rasa takut sedikitpun.
"Sayang sekali, aku tidak bisa berhenti. Wajahmu yang cantik ini terus saja muncul di kepalaku," tangan Nathan bergerak mengelus pipi Davira yang terasa begitu lembut.
Plak.
Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi kanan Nathan, Davira menatapnya tajam.
"Jangan coba-coba untuk menyentuhku, kau tahu kekasihku bisa saja mematahkan tanganmu."
Tiba-tiba saja terdengar suara gelak tawa yang begitu singkat keluar dari mulut Nathan. Seketika, wajah pria berdarah Tionghoa, Indonesia dan Inggris itu berubah menjadi mengeras.
"Buat kekasihmu itu menemui ku, maka besoknya kau akan melihatnya tanpa kepala," Nathan mencengkram kuat leher Davira dengan tangan kekarnya.
"Tidak seharusnya pria seperti Damian memilikimu, kau selalu salah dalam memilih, Davira. Pilihanmu selalu saja buruk," bisik Nathan di depan wajah Davira.
"Jadi kau berharap aku memilihmu? Apakah kau yang terbaik?" Davira mengangkat satu alisnya dengan senyuman miring yang menghiasi wajahnya.
Jari Nathan mengusap pelan rahang Davira kemudian melepaskan tangannya dari leher gadis itu. Nathan mengambil rokok yang terselip di antara jari Davira kemudian menyesapnya.
"Sampai jumpa, Davira. Rasanya aku ingin menculikmu saat ini juga," Nathan segera melangkahkan kakinya memasuki mobilnya.
"Aku akan membunuhmu," desis Davira mengepalkan tangannya kuat.
Mobil Nathan terlihat mulai menjauh dari pandangannya, Davira menghembuskan nafasnya kasar kemudian masuk ke dalam mobilnya untuk menunggu Angga.
"Nathan sialan," umpatnya sembari melepaskan sarung tangan yang dia kenakan dan meletakkannya di atas dasboard mobil.
Davira sudah merasa sangat jengah dengan Nathan, pria itu terus saja mengganggunya dan berusaha untuk mendekatinya sudah sejak 3 tahun yang lalu. Padahal Nathan tahu betul bahwa keluarga mereka selalu berseteru dan ingin saling menjatuhkan satu sama lain diberbagai kesempatan.
Tapi Nathan sepertinya begitu terobsesi dengannya, pria itu selalu saja menemukan keberadaannya. Davira sama sekali tidak merasa tertarik dengan Nathan, wajah Nathan memanglah sangat tampan dengan sorot matanya yang begitu tajam dan rahangnya yang tegas merupakan perpaduan sempurna.
Tubuhnya tinggi tegap, rambutnya panjang hingga tengkuk dan terkadang dia ikat sebagian membuatnya benar-benar terlihat seperti mafia Asia. Tatto yang berada di dada kiri dan tangan kanan pria itu menambah kesannya yang terlihat begitu sangar dan juga nakal.
Tapi sayangnya ada satu tatto yang begitu Davira benci, tatto yang berada di leher Nathan. Tatto itu membentuk nama Davira Handoko dalam tulisan Yunani kuno.
Ketampanan dan kesempurnaan fisik Nathan tidak bisa membuat hati Davira tergerak, Davira sudah terlanjur membenci keluarga Xie dan dia juga sudah memiliki kekasih yang begitu dia cintai.
Damian Lee, dia sudah menjalin hubungan dengan pria berdarah Tionghoa - Indonesia itu selama 4 tahun lamanya. Keluarga besar mereka juga sudah mengetahui hubungan mereka dan mendukung penuh agar Davira dan Damian melanjutkannya hingga ke jenjang pernikahan.
Hubungan keduanya mendapatkan respon yang sangat baik dari kedua belah pihak, karena hubungan yang Damian dan Davira jalin juga menguntungkan untuk bisnis mereka.
Tapi sekarang dia harus menjalani hubungan jarak jauh dengan Damian, pria itu masih berada di Indonesia. Tepatnya di Kalimantan, dia tidak bisa menyusulnya ke Sevilla.
Damian adalah putra tunggal keluarga Lee, tentunya dia adalah pria yang begitu sibuk dengan urusan bisnis keluarganya. Baik bisnis yang terlihat di publik, maupun bisnis kotor yang mereka geluti di dunia bawah.
Bisnis keluarga mereka sama-sama bergerak di bidang pertambangan batu bara, keluarga mereka sangat terkenal karena kesuksesan dan kekayaan mereka. Nama keluarga Handoko dan juga keluarga Lee sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Begitu juga dengan nama keluarga Xie.
Sudah menjadi rahasia publik bahwa keluarga Handoko memiliki hubungan yang buruk dengan keluarga Xie. Mereka adalah pesaing di segala aspek.
Davira menyandarkan punggungnya dengan nyaman, dia menatap Angga yang terlihat keluar dari terowongan sembari membawa koper besar.
Angga membuka bagasi mobil mereka kemudian memasukkan koper tersebut, dapat ia hirup aroma anyir darah saat Angga masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi.
"Langsung temui Papa ke Mansion," ucapnya membuat Angga mengernyit melihat raut wajah Davira yang terlihat begitu kesal.
"Apa ada masalah Nona?" tanya Angga memastikan.
Davira menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin Angga mengadu kepada orang tuanya yang bisa saja membuat masalah ini menjadi runyam.
"Jalankan saja mobilnya, aku ingin segera pulang."
"Baik Nona," Angga menghidupkan mesin mobilnya kemudian melakukannya membelah jalanan yang cukup ramai karena sekarang masih pukul 11 malam.
Mobil mewah itu melaju dengan sangat cepat, Davira hanya diam sembari menatap keluar jendela. Dia tidak berniat untuk membuka suara, rasanya tenaganya habis karena emosinya yang terkuras saat bertemu dengan Nathan barusan.
Tidak butuh waktu terlalu lama, mobil yang Angga kemudikan kini mulai memasuki pekarangan Mansion yang begitu luas setelah gerbang dibukakan oleh penjaga.
Terlihat beberapa patung dewa Yunani yang berjejer di pekarangan serta hamparan rumput hijau, di tengah-tengah terdapat air mancur yang memancarkan cahaya keemasan.
Angga memarkirkan mobilnya ke dalam garasi, mereka berdua segera turun bersama dengan Davira yang memegang buku besar dan juga menenteng tas nya yang bermerek.
Dua penjaga segera menghampiri mereka dan membantu Angga untuk mengangkat koper berisi tubuh Haris yang sudah dipotong-potong menjadi beberapa bagian oleh pria itu.
Mereka berjalan memasuki Mansion yang begitu megah, dua penjaga itu mengikuti Angga dan Davira dengan membawa koper besar itu bersama mereka.
"Dimana Papa?" tanya Davira dengan menggunakan bahasa Spanyol pada salah satu pelayan berambut blonde yang lewat.
"Di halaman belakang, Nona. Tuan sedang memancing," jawabnya dengan kepala tertunduk.
"Papa selalu saja memancing malam-malam," Davira menggerutu kemudian melangkahkan kakinya menuju ke halaman belakang yang tentu saja membuatnya harus berjalan lebih jauh.
Davira membuka pintu kaca yang menghubungkan mereka ke halaman belakang, di sana terlihat danau buatan yang begitu luas dan Gaffar yang sedang duduk di kursi yang berada di tepinya.
Gaffar tersenyum lebar melihat kedatangan putrinya, pria berumur 57 tahun itu segera melepaskan alat pancingnya.
"Kemari Davira," panggilnya membuat Davira segera mendekat.
"Kenapa memancing malam-malam seperti ini?" tanya Davira merasa bingung dengan hobi baru Papa-nya.
Gaffar terkekeh kecil, "Papa tidak memiliki waktu di siang hari, bagaimana dengan Haris?"
"Sudah berada di dalam koper," jawab Davira bersamaan dengan koper besar yang diletakkan oleh dua penjaga yang tadi membantu mereka untuk membawanya ke hadapan Gaffar.
"Kalian bisa pergi," Angga membuka koper itu membuat aroma darah yang begitu anyir menusuk indra penciuman mereka.
Terlihat potongan tubuh Haris didalam koper itu, Gaffar tertawa puas melihatnya.
"Beri ikan-ikan ku makanan, Angga," perintahnya dengan suara seraknya.
Angga menganggukkan kepalanya dan segera melempar potongan-potongan tubuh Haris ke danau itu satu persatu.
"Mana daftarnya Davira? Papa ingin melihat siapa yang sudah membuatnya berkhianat."
Davira menyerahkan buku besar itu kepada Papa-nya, Gaffar tersenyum tipis saat melihat daftar nama-nama yang tertera di sana.
"Jonathan Xie, dia masih mengganggumu Davira?" tanya Gaffar membuat Davira tertegun untuk sesaat.
"Tidak lagi," jawabnya singkat.
Gaffar segera berdiri dari duduknya, pria yang sudah berambut putih itu langsung melempar buku besar itu ke tanah membuat Davira terperanjat kaget.
"Kerja bagus, sekarang Papa ingin istirahat," Gaffar menepuk pelan pundak putri tunggalnya.
"Di mana Mama?" tanya Davira membuat Gaffar menghentikan langkahnya.
"Mungkin masih bermain judi bersama nenekmu dan teman-temannya di ruang Kasino," jawab Gaffar kemudian meninggalkan Davira dan Angga begitu saja.
Davira menghela nafasnya panjang, dia tahu bahwa senyum Gaffar saat melihat daftar nama itu adalah pertanda bahwa dia sedang begitu marah. Davira tidak tahu dan tidak bisa menerka apa yang akan terjadi setelah ini.
Gaffar tentunya tidak akan tinggal diam setelah keluarga Xie menarik orang mereka untuk berkhianat. Ini bukan masalah kerugian uang, tapi ini masalah kepercayaan yang kalah dengan uang. Haris benar-benar membuat masalah dua keluarga ini semakin memanas dengan berkhianat.
Haris pantas berakhir dengan menjadi santapan untuk ikan-ikan milik Gaffar.
Tiba-tiba saja terdengar suara dering ponsel miliknya membuat Davira segera meraih benda pipih itu dari dalam tasnya.
Dia mengisyaratkan Angga untuk meninggalkannya sendirian membuat Angga segera melangkahkan kaki menjauh dengan membawa koper yang telah kosong.
Seulas senyum terlihat di wajah cantik Davira saat melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya, dia segera menggeser tombol hijau untuk mengangkat video call dari kekasihnya.
Terlihat wajah tampan Damian dengan matanya yang menyipit saat sedang tersenyum.
"Tebak aku berada dimana?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Berdo'a saja
lihat promo di beranda langsung cus baca
2023-06-03
1
Zhu Yun💫
Mampir Thor...
2023-06-02
1