Setelah keluar dari kamar, Davira masuk ke dalam gereja yang ada di gedung itu. Terlihat para tamu yang hanya terdiri dari keluarga Lee dan seluruh anak buah mereka kini langsung memperhatikannya, senyum di wajah mereka terlihat mengembang turut merasa bahagia seperti yang dirasakan oleh Davira.
Walaupun tidak ada orang luar yang datang, gereja itu terlihat penuh karena keluarga Lee memang sangatlah banyak.
"Jangan gugup," bisik James yang merupakan paman dari Damian, namun dialah yang akan menjadi wali Davira dan menemaninya berjalan di altar.
"Aku tidak gugup sama sekali," ucap Davira jujur, karena memang begitu adanya.
Ditatap oleh puluhan mata keluarga Lee benar-benar hal yang biasa untuknya, dia juga memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Davira sadar betul bahwa ia memiliki fisik yang bisa dikatakan hampir sempurna, jadi tidak ada satupun hal yang membuatnya menjadi tidak percaya diri apalagi gugup.
Untuk apa dia merasa gugup? Ini adalah hari pernikahannya, maka sudah seharusnya dia merasa bahagia, bukan malam merasa gugup.
Davira dan James berjalan dengan pelan, Davira tersenyum tipis melihat Damian yang sudah berdiri di sebelah pendeta. Pria itu terlihat begitu tampan dengan setelan jas berwarna hitam dan juga rambutnya yang terlihat rapi.
Damian mengulurkan satu tangannya ketika Davira sudah berdiri di hadapannya, dengan senang hati Davira meletakkan tangannya di atas tangan kekasihnya itu. Mereka berdua berdiri saling berhadapan dengan mata yang terus menatap satu sama lain.
"Apakah begini wajah gugup mu, Damian?"
Davira menggeleng pelan, "Ini wajah terharu, harusnya kau bisa membedakan."
Davira terkekeh pelan, jantungnya terasa berdebar-debar saking bahagianya.
Dor!
Tiba-tiba saja terdengar suara tembakan dari luar membuat semuanya terperanjat kaget, seluruh anak buah Damian mulai bersiaga dengan senjata mereka.
"Ada apa ini?" Damian mengeluarkan pistol yang ia simpan dari balik jas-nya.
Dor!
Dor!
Suara tembakan beruntun terdengar nyaring, baku tembak sepertinya sedang terjadi di luar sana. Baru saja salah satu anak buah keluarga Lee ingin membuka pintu untuk melihat apa yang sedang terjadi, pintu itu sudah dibuka dengan kasar oleh segerombolan orang berpakaian hitam lengkap dengan senjata di tangan mereka.
Ada yang terlihat membawa pistol, tongkat bisbol, bahkan kapak. Dan hal itu sudah membuat mereka semua tahu siapa yang menyerang mereka saat ini, ciri khas dari anak buah keluarga Xie, brutal dan suka menggunakan senjata seperti yang mereka bawa sekarang ini.
Dor.
Seluruh anak buah keluarga Lee langsung menembaki orang-orang itu, kericuhan mulai terjadi. Suara tembakan terus terdengar bersahutan, orang-orang berpakaian hitam itu menyerang dengan membabi buta.
Bruk.
Terlihat beberapa keluarga Lee juga mulai menembaki orang-orang yang terus berdatangan.
Damian tentu saja merasa marah karena hari pernikahannya menjadi kacau, belum lagi beberapa keluarganya yang terlihat langsung mati di tempat karena terkena tembakan beruntun. Damian langsung menembak orang-orang yang menyerang dengan begitu brutal, orang-orang itu memukul semua keluarga Lee dan para pengawal yang berada di sana dengan tongkat bisbol nya tanpa memandang usia ataupun jenis kelamin.
"Sial," umpat Damian segera berlari ke arah keributan.
Davira begitu panik melihatnya, suara teriakan dan tembakan terus terdengar di telinganya.
"Berlindung Davira!" teriak Amanda sembari menembaki para penyerang itu.
Dor.
"Tante!"
Davira terbelalak kaget melihat tubuh Amanda yang langsung tumbang ketika satu butir peluru bersarang tepat di kepalanya, kakinya langsung terasa lemas seketika. Dia seolah dilempar kembali pada kejadian di malam itu, kepalanya terasa berputar, Davira menutup telinganya sembari menatap tubuh calon mertuanya yang tergeletak dengan darah yang keluar dari kepalanya.
"Davira!"
"Lari!"
Suara teriakan Damian membuat Davira tersadar dan segera mengambil pistol dari tangan Amanda. Dengan mata yang terasa memanas, Davira berusaha untuk menembaki orang-orang yang semakin bertambah banyak.
"Aku tidak mungkin lari Damian!"
Dor.
Gereja itu kini sudah dipenuhi dengan mayat dan juga darah, suasana yang tadinya mengharukan kini berubah menjadi begitu mencekam. Davira menatap sekelilingnya, hampir seluruh keluarga Lee sudah tiada dan tergeletak begitu saja di lantai dengan bersimbah darah.
Davira meremas kuat gaun pengantinnya saat menyadari bahwa anak buah mereka semakin sedikit yang tersisa, yang lainnya telah tiada dihabisi oleh orang-orang yang terus berdatangan seolah tidak ada habisnya.
"Ayah!" teriakan Damian menggema saat sang ayah tumbang di depan matanya. Timah panas itu langsung mendarat tepat di dada kiri ayahnya.
Damian segera menghampiri, ia berjongkok dan memeriksa denyut nadi ayahnya yang sudah tidak ada lagi, Rayn ternyata langsung mati di tempat. Damian tentunya semakin naik pitam, baru saja kembali berdiri, seorang pria kini terlihat datang dari pintu masuk.
Senyuman khas tercetak jelas di wajah pria itu. Tanpa aba-aba, pria yang tidak lain dan tidak bukan adalah Nathan langsung menembak Damian tepat di kakinya.
Bruk.
Damian tersungkur ke lantai, "Arghhh!" teriaknya merasa kesakitan.
Davira tersentak kaget, tubuhnya seketika menegang ketika netranya bertemu dengan netra milik Nathan.
"Cantik sekali," gumam Nathan mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh Davira.
"Brengsek," desis Davira ingin menembak Nathan, namun dua pria berbadan besar lebih dulu menahan tangannya.
"Lepaskan!" teriak Davira berusaha untuk melepaskan tangannya, namun kedua pria itu malah semakin memeganginya.
Nathan melangkahkan kakinya mendekat kepada Davira, tangannya bergerak menyentuh pipi lembut wanita itu. Davira menatapnya dengan penuh kebencian dan juga amarah, tatapan yang selalu didapatkan oleh Nathan.
"Berhenti menyentuhku."
Nathan hanya diam lalu mendekat kepada Damian yang masih tergeletak di lantai dengan kaki yang terus mengeluarkan darah.
"Jangan coba-coba menyakiti Davira!" nafas Damian terdengar memburu, pria itu menatap Nathan tajam.
"Aku memang tidak akan menyakitinya, bukan itu tujuanku ke sini," Nathan menginjak tangan kiri Damian membuat pria itu sontak berteriak kesakitan.
"Arghhh! Aku akan membunuhmu sialan!" umpat Damian berusaha untuk menarik kembali tangannya, namun Nathan menginjaknya dengan sangat kuat sehingga tangannya terasa akan patah.
Tiba-tiba saja terdengar suara gelak tawa yang begitu singkat, setelah itu keheningan menyelimuti mereka membuat Davira mengernyit dan tersadar bahwa saat ini mereka sudah dikelilingi oleh puluhan anak buah Nathan. Seluruh anak buah keluarga Lee sudah habis dibantai.
Wajah Nathan berubah menjadi mengeras membuat Davira mulai merasa was-was melihatnya.
Nathan menatap Davira dengan menodongkan pistolnya ke kepala Damian.
"Jangan coba-coba melakukan hal itu Nathan," Davira menggelengkan kepalanya cepat.
Sedangkan Damian tengah berusaha untuk mengambil pistol yang tergelatak tidak jauh di dekatnya dengan menggunakan tangan kanannya.
"Aku tidak akan pernah memaafkan mu Nathan!"
Dor.
Nafas Davira seketika tercekat, ia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyadari apa yang baru saja terjadi. Satu tetes cairan bening sontak keluar dari pelupuk matanya, ia menatap Damian yang kini tengah terbaring di lantai dengan kepala yang berlubang.
Davira mengepalkan tangannya kuat kemudian menendang alat vital salah satu pria yang memeganginya.
"Arggh!"
Dor.
Baru saja ingin menarik pelatuknya, Nathan sudah melakukannya terlebih dahulu. Lagi-lagi ia kalah cepat, Davira langsung tersungkur ke lantai. Ia meringis pelan merasakan sakit pada kakinya yang di tembak oleh Nathan.
Davira menatap Damian yang terbaring tidak jauh darinya, ia berusaha untuk meraih tangan kekasihnya itu, namun tiba-tiba saja Nathan menggenggam tangannya. Pria itu benar-benar tidak memberikan Davira kesempatan menyentuh Damian untuk terakhir kalinya.
"Kenapa kau melakukan ini kepadaku? Apakah semuanya masih belum cukup?" Davira menatap wajah Nathan dengan perasaan yang benar-benar hancur, suara wanita itu bahkan terdengar begitu lemah.
"Aku tidak bisa membiarkan milikku menikah dengan pria lain, Davira," jawab Nathan membuat Davira terkekeh kecil, dia merasa begitu lelah dengan kegilaan Nathan yang membuatnya kehilangan segalanya.
"Harusnya aku tidak pernah pergi ke acara lelang itu," gumam Davira dengan penyesalan yang menggerogoti hatinya, dia benar-benar tidak pernah menyangka bahwa acara lelang itu adalah awal dari kehancurannya.
Nathan hanya diam melihat tubuh Davira yang bergetar hebat, mata wanita itu terlihat begitu merah karena air mata. Nathan menghela nafasnya panjang kemudian memberi isyarat agar Paul melakukan tugasnya.
Paul segera mendekat, pria itu meraih tangan Davira dan menyuntikkan obat biusnya hingga membuat kesadaran Davira berangsur-angsur menghilang.
Davira menatap wajah Damian sampai kegelapan benar-benar menelannya, satu tetes cairan bening terlihat keluar dari sudut matanya. Nathan segera menyeka air mata itu dengan menggunakan jarinya.
"Hari ini kau resmi menjadi milikku, Davira."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Berdo'a saja
habis terbantai semua, trus siapa tersangka pembantaian keluarga Davira aaaaaaaa sungguh kau pintar sekali Thor masih gamang dan belum tertebak
2023-06-03
1