NovelToon NovelToon

Tawanan Tuan Xie

Part 01 - Obsesi Tuan Xie

Dor.

Suara tembakan terdengar nyaring mengisi keheningan malam, bibir berwarna merah merekah itu kini sedikit tertarik ke samping membentuk sebuah senyuman miring di wajah cantiknya.

Davira Handoko, wanita berumur 25 tahun itu menatap mayat seorang pria yang kini tergeletak didekat kakinya dengan sorot matanya yang dingin. Kepala pria bernama Haris Pranaja itu terlihat berlubang, matanya melotot dengan wajahnya yang penuh dengan luka memar.

"Bereskan mayatnya," Davira mengeluarkan sebatang rokok dan menyelipkannya di antara bibirnya.

Tangan kanannya segera menyalakan rokok itu dengan pemantik miliknya, Davira menyesapnya kemudian menghembuskan asapnya pelan.

"Ini Nona," Angga menyerahkan sebuah buku besar yang sudah kotor dengan darah kepada Davira.

"Semua nama orang-orang yang bekerjasama dengannya ada di buku ini," Davira memeriksa daftar nama yang ada di sana satu persatu.

"Jonathan Xie, namanya ada di urutan paling atas. Itu artinya dialah yang sudah membuat Haris berpaling dari kita dengan menjanjikan keuntungan yang lebih besar, Nathan rupanya ingin mencuri dari kita," Davira terkekeh kecil lalu menutup kembali buku besar itu.

"Aku tunggu di mobil."

"Baik Nona," Angga menganggukkan kepalanya kemudian berjongkok untuk mengurus mayat Haris, pria berumur 30 tahun yang sudah 5 tahun lamanya bekerjasama dengan keluarga Handoko.

Tapi ternyata waktu 5 tahun tidak membuat Haris mengerti bahwa keluarga Handoko tidak bisa dipermainkan seperti apa yang dia lakukan. Dengan beraninya Haris menjalin kerjasama dengan keluarga Xie dan membocorkan beberapa rahasia keluarga Handoko.

Davira melangkahkan kakinya membuat suara ketukan high heels setinggi 7 cm yang dia kenakan terdengar berirama. Davira merapatkan mantel berbulu yang membuat tubuhnya terasa hangat di suhu 14 derajat Celcius.

Wanita itu melangkah dengan tenang menyusuri gelapnya terowongan kereta api yang terbengkalai. Kegelapan tidak membuatnya merasa takut karena dialah yang harus ditakuti di sini.

Langkah kaki Davira melambat ketika matanya melihat sosok pria yang sudah dia hindari selama 3 bulan ini, dia jauh-jauh pergi ke Spanyol dan tinggal bersama dengan keluarga intinya yang sudah lama menetap di sana hanya untuk menghindari pria itu.

Tapi sekarang pria bernama lengkap Jonathan Xie berada tepat di hadapannya, bersandar di mobilnya dengan begitu tenang.

Davira menghisap rokoknya dalam-dalam dengan sorot mata yang mengatakan bahwa dia sangat membenci pria itu.

"Kau mengikutiku sampai Sevilla, ada apa Nathan?" tanya Davira membuat pria yang akrab disapa Nathan itu tersenyum tipis.

"Kau bersembunyi di kota ini selama tiga bulan, aku merindukanmu. Aku harus apa selain mencari mu hm?" suara baritonnya terdengar, Nathan berdiri tegap di hadapan Davira membuat tinggi wanita itu kini hanya sebatas lehernya.

Davira menatapnya datar lalu melempar buku yang dia pegang hampir mengenai wajah Nathan jika saja pria itu tidak sigap menyambutnya.

"Apa maksudmu membuat Haris berkhianat kepada kami?" Davira bersedekap dada.

Nathan menatap buku itu sekilas kemudian melemparkannya ke dalam kaca mobil Davira yang terbuka.

"Bukan aku yang membuatnya berkhianat, dia yang menawarkan diri untuk mengkhianati kalian. Aku tidak mungkin menolaknya, dia memberikan banyak informasi tentang orang-orang yang bekerjasama dengan kalian. Harusnya kau bisa lebih selektif dalam memilih anak buah, Davira."

Nathan mengeluarkan sapu tangannya kemudian meraih tangan Davira yang dilapisi sarung tangan kulit berlumuran darah.

"Tidak seharusnya tanganmu kotor hanya untuk membereskan masalah sepele seperti itu," Nathan membersihkan sarung tangan Davira dengan telaten.

"Berhenti mengikutiku, tuan Xie yang terhormat. Aku tidak akan pernah merasa tertarik kepadamu," Davira menarik tangannya kasar.

Nathan tersenyum kecil kemudian melipat sapu tangan yang sudah kotor dengan darah lalu menyimpannya ke dalam saku jas berwarna hitam yang ia kenakan. Nathan menatap wajah Davira lekat-lekat, dia merasa begitu menyukai bagaimana cara Davira menatapnya. Begitu berani tanpa adanya rasa takut sedikitpun.

"Sayang sekali, aku tidak bisa berhenti. Wajahmu yang cantik ini terus saja muncul di kepalaku," tangan Nathan bergerak mengelus pipi Davira yang terasa begitu lembut.

Plak.

Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi kanan Nathan, Davira menatapnya tajam.

"Jangan coba-coba untuk menyentuhku, kau tahu kekasihku bisa saja mematahkan tanganmu."

Tiba-tiba saja terdengar suara gelak tawa yang begitu singkat keluar dari mulut Nathan. Seketika, wajah pria berdarah Tionghoa, Indonesia dan Inggris itu berubah menjadi mengeras.

"Buat kekasihmu itu menemui ku, maka besoknya kau akan melihatnya tanpa kepala," Nathan mencengkram kuat leher Davira dengan tangan kekarnya.

"Tidak seharusnya pria seperti Damian memilikimu, kau selalu salah dalam memilih, Davira. Pilihanmu selalu saja buruk," bisik Nathan di depan wajah Davira.

"Jadi kau berharap aku memilihmu? Apakah kau yang terbaik?" Davira mengangkat satu alisnya dengan senyuman miring yang menghiasi wajahnya.

Jari Nathan mengusap pelan rahang Davira kemudian melepaskan tangannya dari leher gadis itu. Nathan mengambil rokok yang terselip di antara jari Davira kemudian menyesapnya.

"Sampai jumpa, Davira. Rasanya aku ingin menculikmu saat ini juga," Nathan segera melangkahkan kakinya memasuki mobilnya.

"Aku akan membunuhmu," desis Davira mengepalkan tangannya kuat.

Mobil Nathan terlihat mulai menjauh dari pandangannya, Davira menghembuskan nafasnya kasar kemudian masuk ke dalam mobilnya untuk menunggu Angga.

"Nathan sialan," umpatnya sembari melepaskan sarung tangan yang dia kenakan dan meletakkannya di atas dasboard mobil.

Davira sudah merasa sangat jengah dengan Nathan, pria itu terus saja mengganggunya dan berusaha untuk mendekatinya sudah sejak 3 tahun yang lalu. Padahal Nathan tahu betul bahwa keluarga mereka selalu berseteru dan ingin saling menjatuhkan satu sama lain diberbagai kesempatan.

Tapi Nathan sepertinya begitu terobsesi dengannya, pria itu selalu saja menemukan keberadaannya. Davira sama sekali tidak merasa tertarik dengan Nathan, wajah Nathan memanglah sangat tampan dengan sorot matanya yang begitu tajam dan rahangnya yang tegas merupakan perpaduan sempurna.

Tubuhnya tinggi tegap, rambutnya panjang hingga tengkuk dan terkadang dia ikat sebagian membuatnya benar-benar terlihat seperti mafia Asia. Tatto yang berada di dada kiri dan tangan kanan pria itu menambah kesannya yang terlihat begitu sangar dan juga nakal.

Tapi sayangnya ada satu tatto yang begitu Davira benci, tatto yang berada di leher Nathan. Tatto itu membentuk nama Davira Handoko dalam tulisan Yunani kuno.

Ketampanan dan kesempurnaan fisik Nathan tidak bisa membuat hati Davira tergerak, Davira sudah terlanjur membenci keluarga Xie dan dia juga sudah memiliki kekasih yang begitu dia cintai.

Damian Lee, dia sudah menjalin hubungan dengan pria berdarah Tionghoa - Indonesia itu selama 4 tahun lamanya. Keluarga besar mereka juga sudah mengetahui hubungan mereka dan mendukung penuh agar Davira dan Damian melanjutkannya hingga ke jenjang pernikahan. 

Hubungan keduanya mendapatkan respon yang sangat baik dari kedua belah pihak, karena hubungan yang Damian dan Davira jalin juga menguntungkan untuk bisnis mereka.

Tapi sekarang dia harus menjalani hubungan jarak jauh dengan Damian, pria itu masih berada di Indonesia. Tepatnya di Kalimantan, dia tidak bisa menyusulnya ke Sevilla.

Damian adalah putra tunggal keluarga Lee, tentunya dia adalah pria yang begitu sibuk dengan urusan bisnis keluarganya. Baik bisnis yang terlihat di publik, maupun bisnis kotor yang mereka geluti di dunia bawah.

Bisnis keluarga mereka sama-sama bergerak di bidang pertambangan batu bara, keluarga mereka sangat terkenal karena kesuksesan dan kekayaan mereka. Nama keluarga Handoko dan juga keluarga Lee sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Begitu juga dengan nama keluarga Xie.

Sudah menjadi rahasia publik bahwa keluarga Handoko memiliki hubungan yang buruk dengan keluarga Xie. Mereka adalah pesaing di segala aspek.

Davira menyandarkan punggungnya dengan nyaman, dia menatap Angga yang terlihat keluar dari terowongan sembari membawa koper besar.

Angga membuka bagasi mobil mereka kemudian memasukkan koper tersebut, dapat ia hirup aroma anyir darah saat Angga masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi.

"Langsung temui Papa ke Mansion," ucapnya membuat Angga mengernyit melihat raut wajah Davira yang terlihat begitu kesal.

"Apa ada masalah Nona?" tanya Angga memastikan.

Davira menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin Angga mengadu kepada orang tuanya yang bisa saja membuat masalah ini menjadi runyam.

"Jalankan saja mobilnya, aku ingin segera pulang."

"Baik Nona," Angga menghidupkan mesin mobilnya kemudian melakukannya membelah jalanan yang cukup ramai karena sekarang masih pukul 11 malam.

Mobil mewah itu melaju dengan sangat cepat, Davira hanya diam sembari menatap keluar jendela. Dia tidak berniat untuk membuka suara, rasanya tenaganya habis karena emosinya yang terkuras saat bertemu dengan Nathan barusan.

Tidak butuh waktu terlalu lama, mobil yang Angga kemudikan kini mulai memasuki pekarangan Mansion yang begitu luas setelah gerbang dibukakan oleh penjaga.

Terlihat beberapa patung dewa Yunani yang berjejer di pekarangan serta hamparan rumput hijau, di tengah-tengah terdapat air mancur yang memancarkan cahaya keemasan.

Angga memarkirkan mobilnya ke dalam garasi, mereka berdua segera turun bersama dengan Davira yang memegang buku besar dan juga menenteng tas nya yang bermerek.

Dua penjaga segera menghampiri mereka dan membantu Angga untuk mengangkat koper berisi tubuh Haris yang sudah dipotong-potong menjadi beberapa bagian oleh pria itu.

Mereka berjalan memasuki Mansion yang begitu megah, dua penjaga itu mengikuti Angga dan Davira dengan membawa koper besar itu bersama mereka.

"Dimana Papa?" tanya Davira dengan menggunakan bahasa Spanyol pada salah satu pelayan berambut blonde yang lewat.

"Di halaman belakang, Nona. Tuan sedang memancing," jawabnya dengan kepala tertunduk.

"Papa selalu saja memancing malam-malam," Davira menggerutu kemudian melangkahkan kakinya menuju ke halaman belakang yang tentu saja membuatnya harus berjalan lebih jauh.

Davira membuka pintu kaca yang menghubungkan mereka ke halaman belakang, di sana terlihat danau buatan yang begitu luas dan Gaffar yang sedang duduk di kursi yang berada di tepinya.

Gaffar tersenyum lebar melihat kedatangan putrinya, pria berumur 57 tahun itu segera melepaskan alat pancingnya.

"Kemari Davira," panggilnya membuat Davira segera mendekat.

"Kenapa memancing malam-malam seperti ini?" tanya Davira merasa bingung dengan hobi baru Papa-nya.

Gaffar terkekeh kecil, "Papa tidak memiliki waktu di siang hari, bagaimana dengan Haris?"

"Sudah berada di dalam koper," jawab Davira bersamaan dengan koper besar yang diletakkan oleh dua penjaga yang tadi membantu mereka untuk membawanya ke hadapan Gaffar.

"Kalian bisa pergi," Angga membuka koper itu membuat aroma darah yang begitu anyir menusuk indra penciuman mereka.

Terlihat potongan tubuh Haris didalam koper itu, Gaffar tertawa puas melihatnya.

"Beri ikan-ikan ku makanan, Angga," perintahnya dengan suara seraknya.

Angga menganggukkan kepalanya dan segera melempar potongan-potongan tubuh Haris ke danau itu satu persatu.

"Mana daftarnya Davira? Papa ingin melihat siapa yang sudah membuatnya berkhianat."

Davira menyerahkan buku besar itu kepada Papa-nya, Gaffar tersenyum tipis saat melihat daftar nama-nama yang tertera di sana.

"Jonathan Xie, dia masih mengganggumu Davira?" tanya Gaffar membuat Davira tertegun untuk sesaat.

"Tidak lagi," jawabnya singkat.

Gaffar segera berdiri dari duduknya, pria yang sudah berambut putih itu langsung melempar buku besar itu ke tanah membuat Davira terperanjat kaget.

"Kerja bagus, sekarang Papa ingin istirahat," Gaffar menepuk pelan pundak putri tunggalnya.

"Di mana Mama?" tanya Davira membuat Gaffar menghentikan langkahnya.

"Mungkin masih bermain judi bersama nenekmu dan teman-temannya di ruang Kasino," jawab Gaffar kemudian meninggalkan Davira dan Angga begitu saja.

Davira menghela nafasnya panjang, dia tahu bahwa senyum Gaffar saat melihat daftar nama itu adalah pertanda bahwa dia sedang begitu marah. Davira tidak tahu dan tidak bisa menerka apa yang akan terjadi setelah ini.

Gaffar tentunya tidak akan tinggal diam setelah keluarga Xie menarik orang mereka untuk berkhianat. Ini bukan masalah kerugian uang, tapi ini masalah kepercayaan yang kalah dengan uang. Haris benar-benar membuat masalah dua keluarga ini semakin memanas dengan berkhianat.

Haris pantas berakhir dengan menjadi santapan untuk ikan-ikan milik Gaffar.

Tiba-tiba saja terdengar suara dering ponsel miliknya membuat Davira segera meraih benda pipih itu dari dalam tasnya.

Dia mengisyaratkan Angga untuk meninggalkannya sendirian membuat Angga segera melangkahkan kaki menjauh dengan membawa koper yang telah kosong.

Seulas senyum terlihat di wajah cantik Davira saat melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya, dia segera menggeser tombol hijau untuk mengangkat video call dari kekasihnya.

Terlihat wajah tampan Damian dengan matanya yang menyipit saat sedang tersenyum.

"Tebak aku berada dimana?" 

Part 02 - Bertemu Damian

Davira mengernyit sembari memperhatikan dengan teliti tempat Damian sekarang berdiri, mata Davira sontak melebar dengan tangan yang menutup mulutnya.

"Kau berada di Spanyol? Sevilla?" Davira hampir menjerit saking senangnya melihat Damian yang saat ini tengah berada di bandara.

"Kenapa tidak mengatakan kalau ingin ke sini? Kapan kau sampai?" tanya Davira terdengar begitu bahagia, pasalnya dia sudah sangat merindukan pria itu.

"Baru saja, aku sengaja tidak mengatakannya kepadamu karena ingin memberi kejutan." 

"Baiklah, tunggu di bandara dan jangan kemana-mana. Aku akan menjemputmu," ucap Davira bersemangat.

"Tidak perlu, sayang. Aku bisa naik taksi dan langsung ke mansion mu." 

Davira menggelengkan kepalanya cepat.

"Jangan menolak ku, aku akan segera ke sana. Sampai jumpa di bandara, Damian. Aku mencintaimu," Davira langsung memutus sambungannya dan meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas.

Davira berjalan dengan terburu-buru, wanita itu berhenti ketika melewati sebuah cermin besar untuk melihat penampilannya. Dia berdecak kesal saat melihat adanya bercak darah di ujung mantelnya.

Mengingat bahwa di dalam mobilnya ada mantel cadangan, Davira mengurungkan niatnya untuk kembali ke kamar.

"Mana kunci mobilku?" tanyanya menghampiri Angga.

"Nona ingin kemana? Biar saya antar," tawar Angga namun tentu saja mendapat penolakan dari Davira.

"Tidak perlu, aku akan ke bandara. Damian baru saja tiba dan aku akan menjemputnya."

"Tapi apa sebaiknya saya yang mengantar Nona? Karena dengan begitu akan jauh lebih aman," Angga menyerahkan kunci mobil kepada Davira.

"Aku bisa menjaga diriku sendiri," Davira segera melangkahkan kakinya dengan cepat ke garasi.

Terlihat ada puluhan mobil mewah yang berjejer rapi, Davira langsung masuk ke dalam mobilnya dan melepaskan mantel berbulu yang ia pakai dan menggantinya dengan mantel polos berwarna hitam.

Wanita itu kembali bercermin di kaca spion untuk memastikan bahwa riasan di wajahnya masih terlihat rapi, Davira menyemprotkan parfum ke leher dan juga pakaian yang dia gunakan sebelum mengendarai mobilnya keluar dari garasi.

Para penjaga yang melihat mobil Davira akan keluar segera menekan tombol pada remote yang membuat gerbang terbuka secara otomatis.

Davira melajukan mobilnya membelah jalanan yang begitu sunyi karena letak mansion-nya yang cukup jauh dari pusat kota. Davira tersenyum tipis tidak menyangka bahwa hari ini dia akan bertemu dengan Damian. Pria itu benar-benar membuat mood-nya menjadi bagus seketika.

Hanya butuh waktu 20 menit untuk mobil Davira sampai di bandara, matanya bergerak mencari-cari keberadaan Damian. Pria itu terlihat berdiri di pinggir jalan dengan menggunakan mantel tebal berwarna hitam.

Davira segera berhenti tepat di depan Damian dan buru-buru turun dari mobilnya, Damian langsung menghampiri Davira dan memeluk tubuh kekasihnya itu.

"Aku sangat merindukanmu, Damian," Davira membalas pelukan Damian erat.

"Maka dari itu aku menemui mu, apakah di sini menyenangkan?" tanya Damian dengan tangan yang mengusap lembut kepala Davira.

"Cukup menyenangkan, aku tinggal bersama seluruh keluarga inti ku di mansion. Kau tahu bukan, bahwa keluarga Handoko sudah lama menetap di Sevilla? Papa ke Indonesia hanya untuk mengurus bisnisnya," jawab Davira kemudian melepaskan pelukannya.

Davira tersenyum melihat koper milik Damian yang berukuran cukup kecil.

"Kau datang sendirian?" Davira memperhatikan sekitarnya, dia tidak melihat adanya orang-orang Damian.

"Aku sendirian ke sini," jawab Damian membuat Davira geleng-geleng kepala.

"Musuhmu ada di mana-mana, Damian. Harusnya kau tetap membawa orang-orang mu kemanapun kau pergi."

"Aku tidak merasa dalam bahaya, lagi pula aku ke sini untuk menemui mu. Jadi aku merasa malas membawa orang-orangku, apakah mansion benar-benar ditinggali oleh seluruh keluarga Handoko?" tanya Damian yang belum terlalu mengetahui tentang hal itu.

"Tidak semuanya, di mansion ada nenek, Papa, Mama, sepupu-sepupuku serta paman dan bibiku. Ada sekitar dua puluh orang, atau....mungkin lebih, aku juga tidak tahu pasti. Walaupun tinggal satu atap, kami semua jarang bertemu. Aku bahkan sudah dua hari tidak bertemu dengan Mama."

Damian terkekeh mendengarnya, "Harusnya suasana mansion menjadi ramai jika ditempati oleh hampir seluruh anggota keluarga Handoko."

"Seharusnya, tapi tidak begitu yang terjadi. Semuanya disibukkan dengan urusan masing-masing, sepertinya kita harus masuk ke dalam mobil sekarang. Aku kedinginan," ucap Davira lalu menarik pelan tangan Damian..

"Kenapa tidak mengatakannya sedari tadi? Aku bisa memelukmu lagi," Damian kembali memeluk Davira membuat gadis itu tersenyum lebar.

Pelukan Damian terasa begitu hangat dan juga menenangkan.

"Sampai kapan kita akan terus berpelukan? Lepaskan aku Damian," Davira terkekeh kecil kemudian masuk ke dalam mobilnya terlebih dahulu lalu disusul oleh Damian setelah pria itu meletakkan kopernya di kursi belakang.

"Aku tidak bisa mampir ke mansion mu saat ini, sudah larut malam dan aku takut mengganggu. Lagi pula aku sudah memesan kamar hotel."

"Ku kira kau akan menginap di mansion ku, jadi ingin langsung ke hotel? Apa nama hotel yang sudah kau pesan?" tanya Davira dengan raut wajahnya yang berubah menjadi sedih.

Tangan Damian bergerak mengusap puncak kepala Davira.

"Besok kita akan bertemu lagi, aku akan ke mansion mu. Sekarang tidak bisa karena sudah larut malam, aku lelah dan aku yakin kau pun juga lelah. Bukankah kau baru saja melakukan pekerjaan?"

Davira mengernyit, "Bagaimana kau bisa tahu?" tanyanya kebingungan. Pasalnya dia tidak menceritakan permasalahan Haris kepada Damian.

Pria itu menunjuk sarung tangan kulit yang kotor dengan darah yang tadi dia letakkan di dasboard mobilnya. Davira berdecak, dia begitu ceroboh.

"Tidak perlu menceritakannya, Davira. Tidak semua pekerjaanmu dan urusan keluargamu aku harus tahu, aku yakin bahwa itu adalah darah orang yang memang pantas untuk dihabisi."

Damian bisa terlihat begitu dingin dan juga kejam, tetapi terkadang terlihat lembut dan penuh dengan kasih sayang. Dua kepribadian yang sangat bertolak belakang, Damian hanya menunjukkan sikap lembutnya ke orang-orang terdekatnya.

Setelah mengantarkan Damian ke hotelnya, Davira langsung kembali pulang ke rumahnya karena dia benar-benar merasa lelah setelah melewati hari yang panjang dengan emosinya yang terus saja dikuras.

Davira melepaskan mantel yang ia kenakan lalu melemparnya asal, wanita itu duduk di depan meja riasnya untuk menghapus make up di wajahnya. Dia mulai melepaskan anting dan kalung yang ia kenakan, ia membuka laci kemudian mengambil kotak perhiasan miliknya.

Namun ia tertegun untuk sejenak saat dia melihat sebuah kotak berlapis beludru berwarna biru tua dengan ukiran gold di atasnya yang berukuran cukup besar. Kotak itu membuatnya kembali terlempar ke masa lalu. Saat di mana dia bertemu dengan Jonathan Xie untuk pertama kalinya.

Davira mengambil kotak tersebut kemudian membukanya secara perlahan, terlihat sepasang anting yang begitu indah namun tidak pernah dia gunakan sama sekali.

Part 03 - Awal Mula

__Flashback On__

Seorang wanita cantik yang menggunakan gaun berwarna hitam tengah melangkah dengan begitu percaya diri sembari menenteng tas bermerek-nya dan menggandeng lengan seorang pria berwajah tampan yang sudah 1 tahun menjalin hubungan asmara dengannya.

"Selamat datang, Tuan Lee, Nona Handoko. Acaranya baru saja akan dimulai," penjaga yang berdiri di sisi kanan pintu masuk kini langsung menundukkan kepalanya sebagai rasa hormatnya kepada Davira dan juga Damian.

Keduanya hanya mengangguk lalu melangkah masuk ke dalam ruangan yang begitu besar dan juga mewah. Di sana sudah terdapat 15 meja dengan nomor di atasnya, semua mata kini tertuju kepada Davira dan Damian.

Mereka berdua duduk dengan santai di kursi yang sudah disediakan untuk mereka, di atas meja yang mereka tempati terdapat papan nomor yang bertuliskan angka 2.

Entah mengapa Davira merasa satu pasang mata terus saja menatapnya lekat sejak awal dia masuk ke dalam ruangan itu. Yang lainnya memang memperhatikannya, tapi pria yang terus menatapnya lekat kali ini adalah pria yang berbeda.

Netranya kini bertemu dengan netra coklat gelap milik pria itu, untuk pertama kalinya dia bertatap muka secara langsung dengan putra tunggal dari musuh besar keluarganya.

Jonathan Xie, pria bermata tajam itu tidak berniat mengalihkan pandangannya walaupun sudah tertangkap basah telah memandanginya.

"Dia itu putra tunggal keluarga Xie bukan?" bisik Davira di telinga Damian untuk memastikan.

Damian sontak menoleh ke arah Nathan yang menempati meja tidak terlalu jauh dari mereka. Nathan terlihat duduk bersama dengan 3 orang, satu wanita bertubuh seksi dan yang satunya adalah pria berumur.

"Iya, baru pertama kali melihatnya langsung?"

Davira menganggukkan kepalanya, "Aku hanya pernah melihat foto-fotonya."

Kini terlihat seorang wanita cantik dengan menggunakan dress berwarna coklat di bawah lutut mulai naik ke atas panggung dengan senyum lebarnya.

Davira langsung mengalihkan pandangannya dari Nathan dan mencoba untuk fokus melihat ke arah panggung karena sebentar lagi acaranya akan dimulai.

Wanita itu terdengar membuat kata-kata sambutan untuk seluruh tamu yang hadir, mereka semua berasal dari kalangan atas, terkenal memiliki kekayaan yang berlimpah. Namun semua kekayaan itu tentunya hasil dari bisnis gelap yang sudah menjadi rahasia umum di kalangan mereka.

Terdengar suara tepuk tangan singkat, semua orang terlihat memperhatikan mereka karena permusuhan keluarga Xie dan Handoko sudah bukan lagi rahasia. Sekarang untuk pertama kalinya para pewarisnya berada di tempat yang sama.

Davira hanya tersenyum tipis, berbeda dengan Nathan yang terlihat begitu dingin tanpa menunjukkan sedikitpun senyum di wajahnya.

"Tanpa membuang banyak waktu lagi, kita akan memulai acara lelang ini, barang pertama silahkan masuk." 

Satu barang yang berupa sebuah lukisan mulai masuk, MC wanita itu mulai mengatakan harga dari benda tersebut. Beberapa orang yang meminatinya mulai berlomba-lomba menyebutkan harga tertinggi agar bisa memilikinya.

Davira hanya diam karena belum ada satupun barang yang membuatnya merasa tertarik. 

"Barang ke empat adalah Vas bunga yang berasal dari negeri China dan sudah ada sejak Dinasti Qing di abad ke-18, Vas ini tentunya sangat langka," wanita itu mulai menjelaskan tentang detail dari Vas bunga yang diberi nama Eighteen Qing Vases.

"Harga penawarannya kita mulai dari satu 1 Milyar!"

Beberapa orang terdengar mengatakan nominal uang yang fantastis untuk Vas bunga itu, hingga pada akhirnya Damian mengangkat papan nomornya. 

"12 Milyar," ucap Damian yang mana membuat orang-orang langsung terdiam. 

"Bagaimana? Apa ada lagi yang ingin menawar Eighteen Qing Vases?"

Tidak ada lagi yang berani menyahut membuat Damian tersenyum tipis saat suara ketukan palu terdengar.

"Eighteen Qing Vases terjual dengan harga 12 Milyar oleh Tuan Damian Lee!"

Davira hanya diam dan membalas senyum kekasihnya, dia tahu Damian merasa senang karena sudah mendapatkan barang yang dia inginkan. 

Davira mengangkat gelas Sampanye miliknya dan menyesapnya pelan dengan sudut mata yang melirik ke arah Nathan.

"Sial, kenapa sedari tadi dia memandangiku?" Davira membatin, dia mulai merasa tidak nyaman. 

"Selanjutnya," bersamaan dengan itu seorang pria ber-jas masuk sembari mendorong meja.

Di atasnya terdapat kotak beludru bewarna biru tua yang terlihat begitu mewah, tutupnya mulai dibuka oleh wanita itu memperlihatkan sepasang anting berlian berwarna biru berbentuk oval dengan pinggiran yang ditaburi oleh emas putih. 

"Ini dinamakan sebagai The Goddess Earrings, terbuat dari berlian Wittelsbach," wanita itu menjelaskan dengan rinci tentang anting yang berhasil membuat Davira merasa tertarik.

"Harga penawaran untuk The Goddess Earrings dimulai dari 50 Milyar," suara ketukan palu terdengar.

Terlihat meja nomor 8 langsung mengangkat tinggi papan angkanya.

"70 Milyar," ucap wanita yang sepertinya sudah berumur walaupun wajahnya masih terlihat kencang, tetapi umur tidak bisa berbohong. Davira dapat melihat kerutan di leher dan juga tangannya.

"90 Milyar," sahut nomor 4.

Davira berdehem singkat, "120 Milyar."

"Kau menginginkannya?" bisik Damian yang langsung dia angguki.

"130 Milyar," sahut meja nomor 8.

"170 Milyar," ucap Davira menambahkan tak tanggung-tanggung.

"Waah sepertinya The Goddess Earrings diperebutkan oleh para wanita cantik!" seru MC.

"200 Milyar," wanita itu terlihat tidak mau kalah dari Davira.

"230 Milyar," meja nomor 9 membuka suara.

"300 Milyar," sahut Damian membuat Davira tersenyum tipis. 

"Woww harga yang sangat tinggi, ada lagi yang bisa menawarnya?" 

"350 Milyar," tiba-tiba saja Nathan mengangkat papan angkanya dengan mata yang terus menatap Davira lekat.

"Sial," umpat Damian pelan.

"400 Milyar," ucap Damian menambahkan.

"500," Nathan kembali mengangkat papan angkanya. Pria itu terlihat begitu santai menyebutkan nominal sebanyak itu.

Dapat Davira lihat senyuman yang teramat tipis di wajah pria itu saat sedang menyesap sampanye miliknya dengan pelan. 

"520!" Damian kembali menambahkan membuat suasana terasa tegang, pasalnya semua orang tahu bahwa keduanya memang bermusuhan.

"600 Milyar," ucap Nathan sembari meletakkan kembali gelas sampanye-nya.

Semua orang langsung terdiam begitu juga dengan Damian, pria itu menatap Davira untuk sejenak kemudian berniat mengangkat papan angkanya kembali. Namun tangannya langsung ditahan oleh Davira membuat Damian menoleh.

Davira menggelengkan kepalanya pelan dengan sorot matanya yang terlihat dingin. 

"Tidak perlu, Damian. Biarkan saja dia. Sepertinya Nathan memang sengaja ingin membuat kita merasa kesal." 

"Tapi kau menginginkan anting itu bukan?" 

"Aku mau tapi tidak perlu merogoh kocek sampai sebesar itu, biarkan saja Nathan yang memiliki antingnya," Davira menggenggam erat tangan kekasihnya tanpa berniat untuk menatap wajah Nathan yang hanya membuatnya merasa kesal. 

Davira tahu bahwa Nathan sengaja menawar dengan harga setinggi itu karena Davira menginginkan anting bernama The Goddess Earrings itu. 

"Tidak ada lagi yang bisa menambahkan?" tanya MC kemudian mengetukkan palunya setelah tidak mendapatkan jawaban.

"The Goddess Earrings terjual dengan harga 600 Milyar! Harga yang sangat fantastis, selamat Tuan Xie, anda mendapatkan anting yang sangat indah ini." 

Setelah acara selesai, Davira pergi ke toilet untuk memeriksa riasan tipis di wajahnya. Sedangkan Damian pergi terlebih dahulu ke mobil dan menunggunya. 

Davira menyemprotkan parfum dengan merek kesukaannya ke leher dan juga pakaian yang dia kenakan, Davira menyemprotkan parfum mahal itu tanpa segan-segan. 

Tiba-tiba saja pintu toilet terbuka membuatnya terperanjat kaget ketika melihat siapa yang membukanya. Davira mencoba untuk mengontrol ekspresi wajahnya secepat mungkin. 

"Ku rasa di depan sana sudah tertulis dengan sangat jelas bahwa ini adalah toilet khusus perempuan, Tuan Xie." 

Davira hanya menatap wajah Nathan dari pantulan cermin yang begitu besar, dia tidak berniat untuk berbalik sama sekali. 

Nathan melangkahkan kakinya mendekat membuat Davira merasa was-was, pria itu kini berdiri tepat di belakangnya dengan jarak yang cukup dekat.

Dengan jarak seperti itu, Nathan bisa menghirup aroma rambut Davira. 

Aroma yang begitu ia sukai, tiba-tiba saja Nathan meletakkan sebuah kotak beludru di hadapan Davira membuat mata wanita itu melebar.

"Senang bertemu denganmu malam ini, Nona Handoko. Ternyata kau lebih cantik dari pada yang ku lihat di foto," bisik Nathan tepat di telinganya.

"Apa maksudmu meletakkan kotak anting itu di hadapanku? Sedang mengejekku?" Davira merasa begitu kesal saat ini, mendengar pujian Nathan barusan membuat ia tidak bisa mengontrol ekspresi wajahnya yang sangat kentara menunjukkan kekesalan.

"Tentu saja tidak, aku tahu kau sangat menginginkan anting itu. Terlihat dari matamu yang berbinar saat melihatnya, jadi aku membelikannya untukmu."  

Davira berdecih, "Aku bahkan mampu membelinya sendiri, jadi simpan kembali anting itu." 

Davira segera mengambil tasnya dan berbalik membuat keduanya kini saling berhadapan. 

"Aku tahu kau mampu, aku hanya ingin memberikan anting itu kepadamu. Sebagai hadiah karena malam ini kita bertemu untuk pertama kalinya," Nathan segera melangkah mundur kemudian keluar dari toilet itu, meninggalkan Davira dengan wajah kebingungannya.

Davira segera mengambil kotak itu dan membukanya, rahangnya hampir saja jatuh. Dia segera menutup mulutnya melihat kotak itu benar-benar berisi anting yang dia inginkan.

"Ini benar-benar anting seharga 600 Milyar!" teriak Davira dalam hati. 

Davira menggelengkan kepalanya cepat untuk sadar dari keterkejutannya. Dia menjadi semakin kebingungan, Nathan benar-benar meninggalkan anting itu begitu saja dan memberikannya kepada Davira. 

"Dasar pria gila." 

__Flashback Off__

Davira mengusap pelan berlian pada anting yang tidak pernah ia pakai saat keluar rumah, dia hanya pernah mencobanya sekali, itupun ketika dia sedang berada di dalam kamar seperti ini.

Sejak pertemuan pertama mereka di acara lelang itu, Nathan seakan terus berada di sekitarnya. Davira dihujani dengan banyak hadiah mahal yang mana hanya dia simpan rapat di dalam lemarinya.

Dia tidak ingin Damian mengetahui bahwa Nathan terus saja mengejarnya sejak saat itu, awalnya Davira mengira bahwa Nathan hanya mencoba untuk mempermainkannya dan sedang merencanakan sesuatu untuk menjebaknya.

Tapi sekarang sudah 3 tahun, dan Nathan masih begitu gigih dalam mengejarnya. Selama itu Nathan mencoba untuk mengambil hatinya, selama itu juga Davira membentengi dirinya dari pria itu.

Davira tidak akan pernah berpaling dari Damian hanya untuk seorang musuh yang selama puluhan tahun sudah bermusuhan dengan keluarganya. 

Continue...........

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!