Davira memutar bola matanya malas melihat Nathan yang mulai melepaskan perban di kakinya dengan sangat hati-hati, dapat ia lihat luka bekas peluru yang sudah terlihat mengering.
"Apa gunanya dokter itu jika kau bisa menggantikan perban ku sendiri? Kau membuatnya makan gaji buta," ucap Davira dengan nada yang terdengar begitu sinis.
"Dia cukup berguna, obat-obatan itu darinya. Aku tidak bisa meresepkannya sendiri, dan yang ku bisa hanyalah menggantikan perban mu. Maka dari itu aku melakukannya."
Nathan terlihat menuangkan cairan kepada luka Davira, wanita itu hanya meringis pelan merasakan perih.
"Aku tidak ingin kau mengobati luka ku, harusnya kau biarkan saja dokter itu yang melakukannya."
"Tapi aku ingin, Davira. Aku ingin mengobati lukamu, jadi berhenti protes dan biarkan aku melakukannya," Nathan menatap wajah Davira untuk sejenak sebelum kembali melanjutkan kegiatannya.
Mulut Davira sedikit menganga mendengar perkataan Nathan, dia benar-benar merasa kesal.
"Cepatlah, jangan melama-lamakan sesuatu yang seharusnya bisa dilakukan dengan cepat. Tidak perlu mencari kesempatan dalam kesempitan seperti ini, aku yakin kau hanya ingin menyentuhku."
Nathan tersenyum kecil sambil melilitkan perban baru kepada kaki Davira. Setelah selesai, ia langsung mengecup perban itu membuat mata Davira melotot melihatnya.
"Apa yang kau lakukan?!" bentak Davira segera menarik kakinya dari pangkuan Nathan.
"Kau tidak melihatnya? Aku baru saja mencium kakimu," jawab Nathan dengan santai sembari melangkahkan kakinya menuju tempat sampah yang berada di pojok ruangan untuk membuang kapas serta perban yang sudah kotor.
"Arghhh! Sudah ku katakan agar tidak menyentuhku! Apa kau tidak juga mengerti?"
Davira memeluk erat bantal dengan mata yang mendelik tajam kepada Nathan, entah mengapa Davira benar-benar tidak bisa bersikap tenang dan santai di saat berhadapan dengan pria itu. Ia selalu hilang kendali dan tidak bisa mengontrol ekspresi wajahnya.
Emosinya juga selalu meledak-ledak ketika sedang bersama dengan Nathan, cara dia menghadapi Nathan dan menghadapi musuh-musuhnya yang lain begitu berbeda.
Davira kehilangan rasa sabar dan ketenangannya saat melihat wajah Nathan.
"Aku mengerti, tapi aku tidak akan menuruti permintaanmu. Aku akan tetap menyentuhmu, Davira," bersamaan dengan itu, tangan Nathan bergerak mengusap puncak kepala Davira.
"Maka aku benar-benar akan mematahkan tanganmu," desis Davira yang sebenarnya memang tidak sedang bermain-main, wanita itu selalu mengatakan hal yang serius apalagi saat ini dia sedang berada di hadapan Nathan.
Pria itu mulai berjongkok mensejajarkan wajahnya dengan Davira, jarak keduanya sangatlah dekat sehingga nafas mereka berdua kini menyatu.
"Coba saja, Davira. Aku akan membuatmu mencintaiku sebelum itu terjadi," Nathan merapikan helaian rambut Davira yang terlihat begitu berantakan saat ini.
Davira mengepalkan tangannya kuat dengan mata yang saling menatap satu sama lain.
"Teruslah bermimpi, Tuan Xie. Setidaknya aku menjadi milikmu, walaupun hanya dalam mimpimu," ucap Davira dengan emosi yang sedang susah payah ia tahan agar dia tidak meledak saat ini.
Nathan meletakkan telapak tangannya di dahi Davira kemudian semakin mendekatkan wajahnya ke samping telinga wanita itu.
"Tidakkah kau sadar, Davira? Ini semua bukanlah mimpi, dan kau sudah berada digenggaman ku saat ini."
π_π
Nathan langsung memasuki mobil mewahnya, Paul sudah terlihat di balik kemudi dengan pakaian yang begitu rapi.
"Cepat, Paul. Kita harus ke Sevilla saat ini juga, ayahku ingin pergi ke sana untuk mencari keberadaan ku, kita harus segera ke sana dan mendahului dia."
"Baik Tuan," Paul segera melajukan mobilnya keluar dari garasi.
Gerbang mansion-nya langsung terbuka secara perlahan membiarkan mobil yang dikemudikan oleh Paul untuk keluar. Nathan yang duduk di kursi belakang kini menyadarkan punggungnya dengan satu lengan yang menutupi wajahnya.
Nathan benar-benar tidak menyangka bahwa Julian akan pergi ke Sevilla dua jam lagi di tengah-tengah kesibukannya. Beruntung dia mendapatkan informasi ini dari orang-orang kepercayaannya yang berada di Indonesia. Nathan tidak mengerti mengapa ayahnya itu sampai harus ikut campur mengenai permasalahan ini.
Padahal Nathan sudah mencoba untuk membersihkannya sendirian, tetapi Julian dan Gayatri sepertinya begitu mengkhawatirkan permasalahan yang ia buat kali ini. Nathan sangat yakin bahwa ayah dan neneknya akan begitu murka saat mendengar kabar tentang penyerangan yang ia lakukan untuk menculik Davira.
Dan benar saja, neneknya marah dan tidak bisa dihubungi. Sedangkan ayahnya langsung berniat terbang ke Sevilla untuk menemuinya. Entah apa yang akan Julian lakukan kepadanya nanti, Nathan tidak ingin memikirkannya terlebih dahulu.
Nathan tidak takut dengan amukan ayah serta neneknya, dia akan melakukan apapun yang ingin ia lakukan. Tidak ada yang bisa mencegahnya.
Nathan mengambil laptop yang ada di sebelahnya kemudian memangku nya, pria itu segera menghidupkan laptopnya dan ia langsung melihat kegiatan Davira di dalam kamarnya. Wanita itu terlihat sedang duduk di ranjang dengan mata yang begitu fokus memerhatikan televisi. Entah acara apa yang sedang ditonton oleh Davira, yang jelas wanita itu terlihat begitu bosan saat ini.
Nathan segera merogoh ponselnya kemudian langsung menelepon kepala pelayan yang ada di mansion-nya.
Suara seorang wanita yang menggunakan bahasa Jepang kini terdengar di telinganya.
"Periksa kamar Davira, awasi dia dan jangan sampai dia melakukan hal nekat. Kabur atau bahkan melukai dirinya sendiri, jadi jangan lepaskan dia dari pandanganmu. Aku akan pergi ke Sevilla dalam jangka waktu yang aku sendiri tidak tahu secara pasti. Kau hanya perlu mengatakan padanya bahwa aku sedang mengurus bisnisku."
"Wakarimashita, Shiya-san," sahut pelayan bernama lengkap Takara Kairi itu.
( Baiklah, Tuan Xie )
Nathan langsung memutus sambungannya lalu kembali memperhatikan Davira, tidak lama terlihat Takara masuk dan sepertinya sedang mengajak Davira berbicara.
Takara masuk ke dalam walk in closet yang ia sediakan untuk Davira, kepala pelayan itu mengambil satu dress berwarna hijau yang begitu simpel dan membawanya kepada Davira.
Melihat Davira yang langsung menyambut dress itu dan sepertinya ingin berganti pakaian membuat Nathan segera menutup layar laptopnya dan kembali meletakkan benda itu ke tempatnya semula.
Nathan menghela nafasnya panjang, dia akan menghabiskan waktu yang cukup lama, mungkin sekitar 21 jam untuk bisa sampai ke Sevilla karena sekarang dia sedang berada di kota Osaka. Nathan menyandarkan punggungnya kemudian memejamkan matanya secara perlahan, dia terpaksa meninggalkan Davira walaupun hatinya terasa begitu berat.
Ia hanya tidak ingin ayahnya mengetahui tempatnya menyembunyikan Davira, maka dari itu dia pergi ke Sevilla agar Julian mendapatinya di sana dan tidak lagi mencari-carinya.
Paul melirik Tuan muda Xie itu dari kaca spionnya, dia semakin menambah kecepatan dari laju mobilnya karena tahu saat ini Nathan sedang terburu-buru.
"Paul," panggil Nathan tanpa membuka matanya.
"Iya, Tuan?"
"Apakah pengawalan di mansion sudah diperketat? Aku hanya tidak ingin Davira berhasil kabur. Katakan kepada para pengawal agar berjaga di depan kamar Davira dan di bawah jendelanya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Berdo'a saja
apa Davira masih bisa kabur
2023-06-08
1