Pria berparas hampir sempurna dengan tubuh tinggi tegap dan rambut yang panjangnya hingga sebatas tengkuk itu kini terlihat sedang berjalan memasuki ruang utama mansion yang berada di kota Sevilla.
Wajah Nathan terlihat begitu tenang, pria itu tidak menunjukkan rasa takut sedikitpun walaupun dia tahu bahwa ayahnya kini sudah berada di mansion lebih dulu dari pada dia.
"Langsung antar ke kamarku," ucap Nathan kepada seorang pelayan pria yang membawa kopernya.
Pelayan itu segera melakukan perintah Nathan untuk membawa koper berukuran kecil yang saat ini sedang ia bawa menuju ke kamar Nathan yang berada di lantai dua.
"Selamat datang, Tuan," para pelayan langsung menyambut kedatangannya.
"Di mana ayahku?" tanya Nathan tanpa menghentikan langkah kakinya.
"Tuan Xie saat ini sudah berada di dalam kamarnya, dia baru saja tiba sekitar tiga puluh menit yang lalu," jawab salah satu dari pelayan yang mengikuti langkah kakinya di belakang.
"Apa kalian memberitahunya bahwa aku sedang tidak berada di Sevilla sebelumnya?"
"Tidak, Tuan. Kami hanya mengatakan bahwa Tuan sedang tidak ada di mansion karena urusan pekerjaan."
"Bagus, kalian boleh pergi," Nathan mempercepat langkahnya menaiki undakan tangga yang begitu panjang.
Lorong demi lorong yang terlihat begitu mewah kini ia susuri, matanya sudah bisa melihat adanya pintu berukuran besar yang berada di ujung lorong. Tanpa mengetuk pintu itu terlebih dahulu, Nathan langsung membukanya karena memang tidak di kunci.
Nathan berhenti untuk sejenak di ambang pintu, memperhatikan isi kamar ayah dan ibunya. Sudah sangat lama kamar itu tidak ditempati karena Julian dan Amara yang sangat jarang pergi ke Sevilla, kedua orang tuanya itu lebih memilih untuk menetap di Indonesia.
Nathan segera membawa langkah kakinya memasuki kamar yang begitu luas dan besar itu, ia terus melangkah melewati ranjang dan juga meja yang ada di sana hingga matanya melihat sosok pria yang merupakan ayahnya.
Dapat ia lihat punggung Julian yang sedang berdiri di balkon kamar dengan membelakanginya, terlihat kepulan asap rokok di sekitar tubuh ayahnya. Nathan langsung membawa langkah kakinya menghampiri sang ayah, tangannya bergerak memegang besi pembatas balkon yang begitu dingin.
Julian hanya menatapnya sekilas sembari menghembuskan asap rokoknya, pria yang sudah berumur 55 tahun itu terlihat masih begitu kokoh dengan tubuh atletisnya.
"Dari mana saja? Ayah mencari mu," suara Julian terdengar begitu serak.
"Melakukan sedikit pekerjaan, kenapa ayah ke Sevilla? Aku bisa mengatasi masalah itu sendiri," Nathan menatap wajah Julian tanpa rasa takut sedikitpun.
"Di mana wanita itu? Kau menyembunyikannya di mansion ini? Atau di negara lain? Apa yang akan kau lakukan dengannya, Nathan?"
"Apa yang akan ku lakukan kepadanya adalah urusanku, dia berada di tempat yang aman saat ini. Aku harap ayah tidak mengusiknya," tegas Nathan menunjukkan bahwa dia tidak ingin jika Davira diganggu oleh siapapun.
Julian terkekeh kecil, "Aku yakin kau menyembunyikannya di negara lain, yang pasti bukan Indonesia. Apa yang berbeda dari dia? Kenapa kau harus bertindak sampai sejauh ini hanya untuk seorang putri tunggal dari Gaffar Handoko?"
Nathan menghembuskan nafasnya kasar merasa jengah dengan pertanyaan seperti itu, Amara, Gayatri, mereka semua selalu menanyakan hal yang sama. Persis seperti ayahnya sekarang ini.
"Aku mencintainya, itu yang membuat dia berbeda," jawab Nathan tanpa ragu.
Tiba-tiba saja gelak tawa terdengar dari mulut Julian selama beberapa saat hingga suasana kembali berubah menjadi hening.
"Kau hanya merasa terobsesi dengannya, Nathan. Omong kosong jika kau merasa jatuh cinta kepada seorang wanita, kau hanya merasa penasaran dan ingin memperbaiki harga dirimu yang jatuh akibat penolakan dari Davira."
"Jangan berbicara seolah kita sedekat itu, ayah tidak tahu apa-apa tentangku. Apalagi tentang isi hatiku, jadi katakan saja apa alasan ayah tiba-tiba datang ke sini?" Nathan berdiri dengan memasukkan kedua tangannya ke saku celana yang saat ini ia kenakan.
"Pembantaian yang kau lakukan di hari pernikahan Davira dan Damian, itu masalahnya. Kau tidak menggunakan otakmu dengan baik, kenapa harus membantai seluruh keluarga Lee secara terang-terangan hanya untuk merebut seorang wanita? Kau bisa menculiknya kapan saja! Tapi kenapa harus di hari pernikahan mereka seperti itu!" suara Julian terdengar meninggi, pria itu sepertinya sudah menahan diri sedari tadi.
"Sekarang rekan-rekan bisnis keluarga Lee dan keluarga Handoko mulai mencurigai kita, mereka mulai merasa was-was dan ragu untuk menjalin kerjasama. Bahkan ada yang menelpon ayah hanya karena merasa kecewa dengan sikap brutal mu, tidak bisakah kau melakukan semuanya dengan lebih rapi?"
Nathan tertegun untuk sejenak, apa yang dikatakan oleh Julian memang benar. Dia memang bisa menculik Davira kapan saja, namun bukan hanya itu tujuan utamanya saat membunuh Damian serta keluarganya. Ada alasan lain di balik pembantaian itu, dan Nathan tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada siapapun termasuk ayahnya.
"Rekan-rekan di dunia bawah akan ku atasi dengan mudah, harusnya ayah tidak perlu jauh-jauh datang ke sini hanya untuk membicarakan hal ini. Yang terpenting sekarang adalah bungkamnya media, kematian keluarga Lee tidak dibahas oleh stasiun televisi manapun. Karena apa? Karena aku yang sudah membereskan semuanya hingga nama keluarga Xie tidak akan terseret dalam kasus pembantaian itu. Aku tidak bodoh, ayah. Sebelum aku melakukan pembantaian di hari pernikahan Davira, aku sudah menyiapkan semuanya dengan sangat matang, dan lihat? Tidak ada kekacauan yang terjadi, biarkan dunia bawah gempar, yang terpenting permukaan tetap tenang."
Julian menatap Nathan datar kemudian melayangkan bogeman mentah ke wajah putranya itu tanpa aba-aba.
Bugh.
"Akhh......." Nathan hanya meringis pelan mengusap sudut bibirnya yang pecah dan mengeluarkan darah.
"Berhenti bersikap semena-mena dan ikuti aturan keluarga kita! Kau bisa membantai keluarga manapun untuk urusan bisnis! Tapi tidak dengan urusan wanita, kau bisa mendapatkan ****** yang lebih cantik dari pada Davira!"
Mendengar hal itu tentu saja membuat Nathan naik pitam, tangannya sudah terkepal kuat hingga buku-buku jarinya terlihat memutih.
"Tidak ada ****** yang lebih cantik dari pada ****** simpanan mu, dan aku tidak akan memakai ****** manapun untuk menggantikan Davira. Ayah tahu? Davira berbeda kelas dengan mereka."
Setelah mengatakan hal itu, Nathan langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Julian. Nathan merasa bahwa pembicaraannya dengan Julian sudah berakhir, tidak ada lagi yang harus mereka bahas. Lagi pula ia sudah menyelesaikan semuanya, kekacauan yang ia buat, sudah dia bersihkan.
Jadi sekarang dia hanya harus menunggu sampai ayahnya kembali ke Indonesia agar dia bisa kembali ke Jepang untuk bersama dengan Davira. Untuk saat ini dia harus menyibukkan diri di Sevilla. Mengurus puing-puing dari kekacauan yang masih tersisa, dan mungkin beberapa bisnis harus ia urus di sini.
Julian tidak boleh mengetahui ke mana tujuan penerbangannya nanti, Davira benar-benar harus ia amankan dari siapapun, termasuk keluarganya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Berdo'a saja
apa alasan mu Nathan bikin penasaran saja
2023-06-08
1