Katup atau celah portal yang semula mengatup rapat? seingat Wirasti mulai perlahan atau secara drastis memperlihatkan kebolehannya?
Wirasti sadar semula dirinya hanya kecipratan sedikit, namun lama-lama merasa ada yang berproses dalam dirinya. Anehnya progress tersebut sejak sekeluarga pindah rumah.
"Apa mungkin karena aku sendiri kelewat reaktif?"
"Saban hari kepentok persoalan dengan mereka? sedikit- sedikit berasa menghadapi poldur atau polisi tidur? speed bump? seperti gajlukan?"
"Bisa dibayangkan, bukan? musti berurusan dengan mereka. Minimalnya ya bersentuhan, conect begitu maksudnya!"
Logis saja karena terlalu seringnya kontak, lama-lama ya terasah juga. Efeknya tuh, jadi lebih peka terhadap sekeliling ... "
Nah, batasan sekeliling itulah yang agak sulit dijabarkan.
Bukan hanya sekeliling dengan jangkauan terdekat, justru Wirasti mulai merasakan kerap dihinggapi sesuatu di luar dugaannya. Sesuatu yang sesungguhnya jauh dan tiba-tiba menghampiri dirinya.
Jika suatu hari ternyata yang menghampiri dirinya, Jae-hoo?
"Kurasa sah-sah saja," ujar Wirasti seolah refleks tanpa berpikir? tetapi begitu ia sadar. Refleks untuk kesekian kali menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.
"Ishh, aku kok lupa?" sesalnya, kecut!
"Alzaimer dini!" rutuknya kemudian, menemukan kata-kata yang sesuai dengan sikap konyolnya tersebut.
"Belum tua kok pikun, hem?" sindiran, telak! walau hanya konten dengan muatan candaan tak pelak membuat Wirasti cemberut!
Wirasti pun sempat berpikir, menyalahkan itu soal mudah tetapi membuat dirinya gampang mengingat sesuatu? sesaat tarikan napasnya terengah.
"Jae-hoo, " Wirasti menggumam, rasanya baru kemarin dirinya telah beberapa kali mengerjakan tugas bareng dan selalu mendapat point tinggi di kelasnya.
"Aku kehilanganmu!" tanpa sadar Wirasti mengatakan demikian.
Beberapa kali Wirasti membayangkan sosok Jae-hoo, lalu kenangan tentangnya merebak!
Seketika ingatannya kembali ingin membahas Jae-hoo. "Tetapi, dengan maksud apa Jae -hoo datang kemari? bukankah tempatnya sudah abadi?"
Telah sekian bulan Jae-hoo pergi, mulai dari sejak dirinya berdua kolab dalam menyelesaikan tiap tugas kelompok.
Bersama Jae-hoo mungkin karena kompak dan terlihat akrab, feel Wirasti beberapa kawan peserta lain kadang menunjukkan ketidaksukaan.
Hah? "Jealous?"
"Bisa jadi,"
Karena Jae-hoo pernah memberi aduan padanya, "Aku tidak suka cewek bule, tapi dia nguber terus tuh!"
"Who?"
"Cewek asal Polandia!"
"Huu, lho kenapa nggak elo gebet sekalian?" seloroh Wirasti, karuan Jae-hoo menandaskan bahwa dirinya tidak minat samasekali.
Berikutnya tiap menanggapi mereka yang masih menunjukkan sikap agak jealous, reaksi Jae-hoo malah lebih konyol lagi, "Biar saja, biar mereka semua tahu kita seperti pacaran!"
"Apa kau bilang?"
"Iya, pacaran!"
"Astaga, Jae?"
"Kenapa, keberatan?"
Shitt, karuan Wirasti agak dongkol. "Sembarangan," gerutunya.
Tetapi belakangan ia tahu, Jae-hoo tipikal dan sifat yang melekat padanya, suka humor kendati tidak humoris dan ada sisi lain yaitu memberi kesan dirinya introvert.
Sayang, persahabatan secara LDR-an tersebut akhirnya harus tercerabut, bahkan hingga keakar-akarnya. Wirasti harus kehilangan Jae-hoo untuk selamanya direnggut covid.
Jika kemudian ada seseorang mengaku sepupu Jae-hoo, dengan maksud menanyakan perihal sertifikat, lantas Wirasti gercep menguber info langsung pada admin kelasnya.
Alih-alih ingin membantu sepupu Jae-hoo, Wirasti malah memperoleh info lebih komplit dari sang admin. Sepupu Jae-hoo pun merasa sukacita dengan kebijakan lembaga pengelola, meski Jae-hoo hanya tercatat sebagai peserta karena telah meninggal maka pihak pengelola memberi dispensasi sertifikat nanti akan diberikan pada keluarga yang bersangkutan.
Kelegaan pun terpancar dari raut muka Wirasti, "Ah, tidak sia-sia meminta kepastian pada admin pengelola."
Nah, lho? tetapi pula kenapa sejak dirinya secara tidak langsung seakan membantu sepupu Jea-hoo, tahu-tahu si oppa dari negeri ginseng tersebut mendatangi namun tidak berkata apa-apa, kucuali malam itu? hanya sekadar menunjukkan ekspresi muram.
Sampai Wirasti berkali-kali membujuknya, namun hasilnya nihil!
Kendati Wirasti telah membujuknya, Jae-hoo tidak bergeming.
Teka-teki di balik ekspresi muram Jae-hoo, baru setelah sekian bulan kemudian? emm, terjawab? apa pasal?
Lewat sebuah mimpi Jae-hoo tengah celingak celinguk di depan rumah, Wirasti sadar Jae-hoo sudah tiada. "Ngapain dia?" pikir Wirasti dipenuhi keheranan.
Pada kesempatan lain malah lebih aneh? setelah momen Jae-hoo dengan scene celingak celinguk di depan rumah, kali ini tahu-tahu menghampiri dirinya.
"Hei,"
"Hei ... "
"Kau tahu kenapa aku ke sini?" tanya Jae-hoo sambil menatapnya tak berkedip. Sebelum merespon Wirasti balas menatapnya lekat-lekat!
"Hei, hello?" sapa Jae-hoo, nampak wajahnya terlihat mulai khawatir. Beberapa saat Jae-hoo memberi isyarat melambaikan tangannya tepat di muka hidung Wirasti.
Wirasti? masih tak bergeming nyaris seperti orang bengong!
"Hei, ini aku?"
" Ini Jae-hoo!"
"Hello?"
"Hei, aku? yah, aa ... aa-ku kesini, kau tahu kenapa aku ke sini, ke tempatmu?"
Wirasti yang masih bingung? tetapi buru-buru mengangguk tetapi kemudian menggeleng ragu!
Pandangan Wirasti mulai menyelidik, gerak gerik Jae-hoo tidak luput dari pengamatannya untuk sekian detik.
Kini? sekian detik kemudian?
Wirasti cepat menggeleng sambil merasa takjub, selama ini hanya mengenal Jae-hoo dari profil whatsAppnya. Kini? Jae-hoo betul-betul?
Iya, berada dekat sekali dengannya. Ini nyata, bukan?
Si wajah tampan ala oppa-oppa K-drama atau K-pop tersebut tepat sekian ... puluh centi, atau jengkal berada di mukanya, astaga?
Wirasti langsung mencubit lengannya, aaw ... auuw!" lenguhnya, berarti berasa sakit kecubit sendiri?
Jae-hoo si wajah artis tersebut bisa ia lihat dari dekat, Jae-hoo pun berkata padanya, "Pertama ingin melihatmu dari dekat? yang kedua ... ah banyak hal ingin kuceritakan padamu,"
"What?" Wirasti nyaris terpekik, seandainya tidak di depan Jae-hoo selain terpekik rasanya ingin berputar-putar kegirangan?
Wirasti sebetulnya tidak merasa sebagai ABG labil, terseret arus kemudian mencak-mencak tidak karuan.
Tetapi, Jae-hoo? iya,
dia beraksi sekenanya tiba-tiba nongol tanpa diminta? begitu Wirasti terpancing dengan sendirinya membuyarkan moodnya, yang jelas Wirasti langsung baper!
Lain pula dengan Jae-hoo, bukankah dirinya sudah dalam bentuk bukan manusia? ketika mendatangi Wirasti entah ada keterikatan apa?
Keduanya dari dimensi yang beda. Wirasti masih menjejak di bumi, Jae-hoo malah sudah pindah alam?
Karena itukah Jae-hoo ngeyel menemuinya? setelah mengetahui kawan baiknya itu terdeteksi olehnya, atau suatu hari sinyal kuat yang menghubungkan dirinya dan Wirasti terkoneksi?
Wirasti memang pernah sekali begitu merindukannya? oh-ho, terasakah oleh Jae-hoo walau sebetulnya orang yang sudah tiada tidak akan merasa dirindukan dan merindukan?
"Sshhh, aku beda!"
"Aa ... Aa-ku, ah rasanya malu mengatakan. Ketika ajalku tiba seperti ada yang mengajakku pergi, tetapi di tengah jalan dia meninggalkan aku begitu saja. Kau mungkin tidak sepercaya itu ... " ujar Jae-hoo emosional tetapi terlihat sangat sedih.
"Kau?"
"Yah, ini mungkin akibatnya karena aku dan keluargaku, juga mungkin mereka yang sepertiku akan bernasib sama ketika mati,"
"Maksudmu?"
"Tidak ada satupun agama atau keyakinan yang kuanut ... "
"Hahh?"
"Ketahuilah corak di negeri kami ya begitu,"
"Sekuleris? atheis? atau ... ?" tebak Wirasti telah begitu lancang.
"Aku sekarang merasa terombang-ambing, seperti tidak ada kepastian dan tempatku berpijak!" jelas Jae-hoo, baru Wirasti mulai mengerti?
"Apa rencanamu?"
Jae-hoo sigap menggeleng, air mukanya sepenuhnya nampak muram. Wirasti bisa membaca apa yang tengah berkecamuk, seakan ada lintasan telepati!
"Kau masih bingung, kan?"
"Ayolah jangan sedih, Jae!"
"Kau bisa tinggal di sini kalau mau, jangan jauh-jauh dariku. Mau?"
Mata muram itu tiba-tiba berbinar, "Kau serius?"
Wirasti dengan entengnya mengangguk, Jae-hoo menatap dalam. Keduanya bertatapan tanpa sekat, meski Jae-hoo sudah beda alam tetapi Wirasti merasa kawan baiknya itu seakan dekat sekali dengannya.
Oh, Jae-hoo? andai saja waktu bisa diputar kembali? Wirasti mengenang semuanya dengan perasaan sedih.
Berkelibat? cuplikan flasback keikutsertaannya dalam tutorial studi online memungkinkan dirinya eksis seperti peserta lain.
Lingkup belajar dengan sesama teman tetapi dari berbagai negara, satu angkatan terdiri hampir 30 peserta.
Wirasti satu-satunya dari Indonesia, peserta lain dari kawasan Asia diantaranya Malaysia, Singapura, India, Kuwait, Saudi Arabia, Jepang, China dan Korea selebihnya mereka dari kawasan Eropa.
Merasa dari satu region Asia itukah, membuat beberapa peserta dari Asia sering merasa satu teritori. Diantaranya yang paling kelihatan aktif mengakrab sebagai teman baik rasa bestie adalah salah satu peserta dari Korsel, dialah Cha Jae-hoo.
"Dia sih tipikal oppa-oppa," jelas Wirasti, memberi gambaran sekilas tentang kawan baiknya namun sedekat bestie.
Senyum Wirasti mengembang hangat! "Bagaimana dulu pertama saling akrab, bukan saling kenal!" ungkapnya.
"Kalau saling kenal ada tuh, kita sama-sama berada di forum belajar. Di situ kenalnya, eh lebih tepatnya saling mengenalkan diri!" ujar Wirasti menunjukkan ikhwal dirinya mengenali sang kawan baik rasa bestie asal negeri ginseng itu.
Siapa sangka? pertemanan baiknya dengan Jae-hoo harus berakhir, ketika masih sama-sama dalam lengkung langit yang sama meski berbeda region semuanya terasa jauh? namun ketika sudah beda alam, apa yang sebetulnya mendekatkan keduanya?
Satu hal yang dipahami oleh Wirasti tetapi itu sebuah misteri, penglihatan batinnya dengan intesitas tinggi mampu menjangkau keberadaan Jae-hoo, entah? mungkin karena kawan baiknya itu belum benar-benar melesat ke suatu tempat yang damai dan menuju cahaya? yah, entahlah ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Y.J Park
Rupanya Sang Sahabat Memang Seolah 'Tertahan' Di Astral Bumi... 💔
2023-08-24
1
Indwi Kusumodjati
Jae-hoo yang malang? 😢
2023-07-04
1