Damai itu indah

Wirasti sudah tidak mengatupkan segala ikhwal terkait rumah villanya, secara blak-blakan kalau bisa semuanya ingin ia beberkan. Tetapi? ups, sayang semuanya hanya tersangkut di tenggorokan.

Tidak sampai ia ceritakan, ingin mengatakan namun hanya terhenti dalam hati?

Jika membeberkan, lantas pada siapa? kedua ortu? Wisnu adiknya?

"Ah, apa iya?" pikirnya, tetapi rasanya mustahil. Bukankah sejak dulu segenap ikhwal dirinya dengan kelainan yang ada cukup dirinya sendiri yang tahu?

Wirasti telah sanggup menjaga kerahasiaan tentang kemampuan anehnya, tentang sepersekian indigonya!

Aw, gimana dong? pikirnya. Yep, harus bagaimana? iya sebaiknya gimana? pssstt?

Mengatakan yang sebenarnya apa yang terkait rumah villanya? "Jelas nggak mungkin," batin Wirasti dilanda bimbang!

Wirasti pun terlempar dan seakan tengah menghadapi posisi, ambigu!

Rumah villanya itu lho, spot wingit! spot yang nyata-nyata angker.

"Apa boleh buat?" pikir Wirasti, mau tidak mau dirinya mengentalkan nyalinya!

Dalam keterbatasan meski berpenglihatan mata batin, Wirasti mendapat teror seakan penghuni lain di rumahnya semuanya nyaris bangkit menggeruduk dirinya.

****! mereka bagai ingin mendemo? ya, mendemo!

Bukankah teritori mereka telah tergusur secara tidak langsung, hingga timbul protes?

Jangan ditanya, seperti apa mereka? silih berganti bermunculan raut muka yang tidak sama. Sumpah, menyerupai parade!

Yep, timbul tenggelam visual mereka memperlihatkan diri dengan maksud menakut-nakuti?

Huft, menyerupai event uji nyali dah!

Apa yang muncul di awal dirinya menempati rumah villa tersebut bukan hanya, seru?

"Horor, serem, huhf!"

Dari mereka yang masih bau kencur sampai yang terlihat dedengkot? dari yang ngesot, invalid terpincang-pincang, melayang-layang, sampai yang berjalan normal sebagaimana? " Kita, ya kita! seperti manusia ... " tunjuk Wirasti, merasa sebal ditakut-takuti mereka!

Malam pertama di rumah villa telah lewat tuh?

Momen itu yang sebenarnya ditunggu-tunggu. Wirasti? ternyata sanggup melampaui, iya kan?

Jika orang lain mungkin sport jantung, geumpeur atau lebih parah lagi shock?

Sedangkan, Wirasti?

"Siapa bilang nggak sport jantung, geumpeur atau shock?"

"Heh, sama saja kali!"

"Level nyalinya mungkin yang nggak sama?"

"Wirasti? bisa jadi sudah level ..."

"Husss!"

"Berisik, tahu!"

Alangkah tidak senangnya ketika orang memberi penilaian, Wirasti sedari kecil antipati pada empati yang ditujukan padanya terkait sisi kelebihannya, "Nggak suka ya nggak suka," sergah Wirasti, tanpa mau menjelaskan alasannya apa.

Wirasti pun mengarungi sisi lain kehidupannya terkait dengan semua kemampuan metafisiknya kadang dengan setengah hati, "Why? ya, karena fitrah semacam itu sebagai pelengkap saja sih!" terangnya.

"Beda rasanya jika sejak awal menganggap sebagai satu hal penting, lalu semakin memberi prioritas,"

"Aku? nggak tuh!"

"Biar saja semuanya berlaku secara natural!"

"Sebagai satu fitrah, ya diterima!"

"Tetapi bukan untuk dijadikan tameng atau perisai, biarkan semuanya berjalan sebagaimana alurnya."

Walhasil? Wirasti hanya merasa ketitipan suatu fitrah yang memang harus dijaganya, dan samasekali tidak pernah merasa mengembangkan lebih jauh. Mungkin beda dengan orang lain, kalau perlu menjadikan lebih dikembangkan lagi dan naik level?

"Ah, biarlah itu kan pemahaman orang lain. Aku tetap punya batasan dan tidak akan pernah melampaui garis demarkasi dah!" cetus Wirasti menandaskan.

Mengatakan istilah garis demarkasi, merujuk pada satu lintas batas. Satu bagian eks dan internal. Seolah Wirasti ingin memberi gambaran bahwa dirinya tidak asal.

Akhirnya? kesan jutek itu menjadi satu refleksi dalam diri Wirasti tiap-tiap menghadapi atau mengalami pengalaman spiritualnya, memang prinsipnya tidak mau terlalu respek.

Yep, tidak mau terlalu respek ketika dirinya tengah dalam mode? kesenggol apalagi tersentuh secara intens.

Wirasti berupaya menyikapi dengan cara yang netral, "Netral bagiku, ya tidak hanyut atau terbawa situasi. Yeah, seperti baper begitu dah!" jelas Wirasti memberi gambaran simpel.

Alhasil? tiap dirinya terseret insiden metafisik, Wirasti cukup sekadar mengikuti alurnya tanpa pernah merespon lebih jauh!

Secara gamblangnya sikap Wirasti sebetulnya cukup memahami tiap keadaan yang mengarah padanya, atau ketika dituju oleh salah satu entitas misalnya. Tetapi Wirasti merespon seperlunya, sesimpel itu saja sih!

"Aku tidak mau berlebihan, hem!"

"Baik terhadap siapapun astral tersebut, maupun terhadap pandangan siapapun misalnya tiba-tiba ada yang tahu apa yang kuhadapi ..."

Sejak itu? Wirasti nampak menunjukkan sikap tertutup, bahkan tidak pernah sedikitpun memperlihatkan apapun kecakapannya selama ini.

"Jauh lebih bagus seperti itu, nona!"

"Akan terlihat selalu terjaga,"

"Bagusnya lagi siapapun tidak akan pernah tahu menahu tentangmu, betapa kamu sebetulnya tersembunyi dengan kelebihanmu itu!"

Sejak malam pertama tinggal di rumah villanya, dengan segenap risiko yang dialaminya. Apa Wirasti bilang? "Sebelumnya rumah ini sudah ada penunggunya,"

"Begitu lama sekali dikosongkan akhirnya hanya terbengkalai, bisa dibayangkan bukan?"

"Menjadi spot! itu jelas sekali,"

"Oleh karena itu?"

"Tidah mengherankan,"

Tak ayal mereka yang ngumpul di titik rumah villanya itu, alamak? terkesan dan seolah mendemo dirinya.

"Lho, kok bisa?"

"Iya dong!"

Lalu Wirasti menunjukkan bagaimana dirinya sempat, reuwas. Merasa khawatir saat instingnya seperti kursor mengarah dan kedap kedip terus.

"Mereka, seakan protes,"

Jelas tidak menginginkan rumah villa ditempati keluarganya, peribahasa tak kenal maka tak sayang pun berlaku.

Wirasti secara rendah hati mengakui? "Sama sajalah dengan orang lain, atau awam bilamana menghadapi suatu yang mistis ... "

Keder? off course!

Terlebih Wirasti langsung bahwa dirinya berasa didemo! mengatakan ungkapan demo nyatanya memang vibesnya seakan didemo beneran lho!

Uhlalaa? really?

Bayangkan, kita amati track recordnya, historis sebelumnya. Huft, flashback dah! "Rumah villa tersebut seperti apa?" tunjuk Wirasti.

"Bisa seperti detik ini?"

"Butuh disulap, simsalabim abrakadabra!"

"Rumah beraura semacam itu? kosong dan terbengkalai, sempat dirukyah terlebih dulu tuh!"

"Sebelumnya, spot wingit!"

"Mana ada yang menaruh minat? mana ada yang membeli?

Konon telah bertahun-tahun dibiarkan tidak pernah laku. Kecuali ketika bapak amat tertarik dan membelinya di bawah harga ..." jelas Wirasti.

Begitu terbeli oleh bapaknya, secara fisik langsung dipermak!

Rumah pun berubah menjadi, kinclong? Secara fisik telah banyak mengalami perubahan dan mendadak menjadi tempat tinggal yang nyaman.

Pembenahan di sana sini, dari hal yang sekecil-kecilnya hingga?

Dalam sekejap? realnya sih tidak ya, perubahan secara fisiknya sangat terlihat kontras dengan apa yang ada di balik rumah villa tersebut.

Yeah, tentu saja kontras. Tidak seperti yang terlihat secara fisik, sebagai tempat hunian sangat nyaman setelah mengalami renovasi besar-besaran!

Di balik rumah tinggal yang begitu nyaman tersebut?

Siapapun yang bertamu ke rumahnya, rata-rata memuji? "Seperti villa, suasananya adem .." blaa blaa ... blaaa! itu yang sering tertangkap oleh Wirasti.

Wirasti pun hanya bisa menyembunyikan senyum kecutnya, "Kalau saja mereka tahu?" batinnya.

"Bisa girap-girap, kali?"

Suatu hari pernah ada seseorang mampir ke rumah, beliau teman ortunya. Kebetulan sang bapak tengah tidak ada di rumah. Dengan terpaksa Wirasti menemani sedikit berbasa-basi?

Beliau lah yang sempat mengatakan, "Seperti villa," lalu malah nyerocosnya melebar!

Uhlalaa? ternyata beliau langsung bisa menebak, "Rumah ini banyak aura negatifnya 'nak, berhati-hatilah. Ibadahmu lebih ditingkatkan, rajin mengaji ya, kumandangkan tiap saat murotal ..." pesan beliau!

Makjleb!

Pria sepuh tersebut rupanya memiliki penglihatan batin ekstra? bisa tahu persis, termasuk menangkap kegundahan yang dialami Wirasti.

Ketika beliau pamit pulang? seakan sekali lagi wanti-wanti pada Wirasti, "Berhati-hatilah 'nak!"

Rasanya? baru kali ini, seumur-umur seperti ketemu seseorang yang satu frekuensi. Tanpa diminta pun langsung mengerti dan tahu persis, bahwa dirinya satu circle?

Yep, pikir Wirasti. Beliau benar! Suatu hal yang tidak terlihat atau tak kasatmata seperti yang melingkupi rumah villanya itu harus diimbangi dengan sesuatu yang lebih religius.

Why? ya, memang harus begitu. Demi meredam anasir-anasir mereka kian merebak seperti yang tidak kita inginkan, bukan?

Bukan visual mereka yang kerap mengagetkan misalnya muncul secara tiba-tiba, tetapi intensitas gangguan mereka step by step harus diminimalisir. Caranya?

"Seperti yang diungkapkan beliau tadi?" batin Wirasti, sebetulnya hal seperti itu sudah sekian lama mengendap di kepalanya.

Sungguh, meski keder adakalanya menghadapi sesuatu yang tidak terduga? apalagi dalam situasi atau vibes yang samasekali beda?

Ingat, di rumah villamu itu spot! ya, spot! astaga, bukan?

Wirasti pun merasa tidak harus meringkuk selamanya dalam kecemasan, setidaknya menguatkan nyalinya.

Karena? Setiap saat dirinya bersentuhan dengan dimensi lain dan mereka penghuni lain yang berasa hidup berdampingan dengannya.

Hei, nona? bisakah hidup berdampingan secara damai? ups, bukankah damai itu indah?

Terpopuler

Comments

Amber Park

Amber Park

Intinya, Memiliki 'Kelebihan' Terutama Bersinggungan Dengan Dunia Astral Ialah Selalu Tentang 'Berdamai' Dengan Kelebihan Itu Sendiri. Menjadikannya Sebagai 'Bakat Yang Berkat' , Atau Menolaknya Dengan Alasan Yang Menentang Kehendak Semesta, Kembali Lagi Sepenuhnya Pada Kebijaksanaan Masing-masing. Wirasti's Just Great. She's Awesome & Pretends Just Be Okay With!

2023-08-13

1

Indwi Kusumodjati

Indwi Kusumodjati

Hidup berdampingan secara damai nggak hanya sebatas dengan sesama manusia eeuuyy? 🤭

2023-05-29

1

lihat semua
Episodes
1 Rumah Villa di bawah Harga
2 Penghuni Lain Rumah Villaku
3 Intuisi Wirasti
4 Malam Pertama di rumah villa
5 Damai itu indah
6 Sang Dedengkot
7 Perempuan Tua itu?
8 Siapa Takut?
9 Gercep
10 Naik Level?
11 Numpang rebahan, boleh?
12 Asumsi Lain
13 Mimpi Buruk Inkubus
14 Derita Akhir Perempuan Berparas Manis
15 Kupeluk Wirastiku
16 Cha Jae-hoo Sahabatku
17 Ada apa denganmu?
18 Kita Beda Alam, Jae!
19 Andai Bisa Kuputar Waktu
20 Angin Joseon
21 Alone But Never Lonely
22 Waas Niet Bang
23 Satu Petunjuk
24 Residual yang Tertinggal
25 Entitas Misterius
26 Jangan Terbawa Apriori
27 Cosplay Jadul
28 Aku Memanggilmu Nyai
29 Entitas Bergaun Hitam
30 Cinta Segitiga
31 Di ujung Rembang Petang
32 Mimpi Buruk
33 Noni Bersuara Sopran
34 Titik Impas
35 Bunker Kematian
36 Biarkan Kegelapan Pergi Jauh
37 Sebodoh Amat!
38 Dua Kutub yang Berbeda
39 Jugun Ianfu
40 Obyek Penderita
41 Distraksi
42 Sang serdadu Nippon
43 Tak Cukup Sedih
44 Alasan Berharakiri
45 Buah Simalakama
46 Perempuan Bergaun Broken White
47 Mevrouw Wie?
48 Ketika Sang Mavrouw Menguntitku!
49 Pastry Croissantjes
50 Di ujung Konflik
51 Si Blasteran, Huh?
52 Dua Sisi Mata Uang
53 Moyang Buyutku?
54 Sentimen Negatif
55 Oh, nee! nee!
56 Kita bersaudara, bro!
57 Aku Sudah Tak Marah
58 Plot Twist
59 Monolog
60 Sosok di siang bolong
61 Semisterius Apa Dirimu?
62 Tabur Tuai
63 Aku Ingin Pulang
64 Menembus Tembok Kamarku
65 Mijn Nek Doet Pijn
66 Si Musuh Bebuyutan
67 Pandainya Bersilat Lidah
68 Bukan Suatu Mimpi Buruk
69 Di balik kisah, Api di bukit Menoreh
70 Khodam Leluhur
71 Di ujung Rembang Petang
72 Bisa kurasakan sedihmu
73 Pelarian Terakhir
74 Bayang-bayang Kenistaan
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Rumah Villa di bawah Harga
2
Penghuni Lain Rumah Villaku
3
Intuisi Wirasti
4
Malam Pertama di rumah villa
5
Damai itu indah
6
Sang Dedengkot
7
Perempuan Tua itu?
8
Siapa Takut?
9
Gercep
10
Naik Level?
11
Numpang rebahan, boleh?
12
Asumsi Lain
13
Mimpi Buruk Inkubus
14
Derita Akhir Perempuan Berparas Manis
15
Kupeluk Wirastiku
16
Cha Jae-hoo Sahabatku
17
Ada apa denganmu?
18
Kita Beda Alam, Jae!
19
Andai Bisa Kuputar Waktu
20
Angin Joseon
21
Alone But Never Lonely
22
Waas Niet Bang
23
Satu Petunjuk
24
Residual yang Tertinggal
25
Entitas Misterius
26
Jangan Terbawa Apriori
27
Cosplay Jadul
28
Aku Memanggilmu Nyai
29
Entitas Bergaun Hitam
30
Cinta Segitiga
31
Di ujung Rembang Petang
32
Mimpi Buruk
33
Noni Bersuara Sopran
34
Titik Impas
35
Bunker Kematian
36
Biarkan Kegelapan Pergi Jauh
37
Sebodoh Amat!
38
Dua Kutub yang Berbeda
39
Jugun Ianfu
40
Obyek Penderita
41
Distraksi
42
Sang serdadu Nippon
43
Tak Cukup Sedih
44
Alasan Berharakiri
45
Buah Simalakama
46
Perempuan Bergaun Broken White
47
Mevrouw Wie?
48
Ketika Sang Mavrouw Menguntitku!
49
Pastry Croissantjes
50
Di ujung Konflik
51
Si Blasteran, Huh?
52
Dua Sisi Mata Uang
53
Moyang Buyutku?
54
Sentimen Negatif
55
Oh, nee! nee!
56
Kita bersaudara, bro!
57
Aku Sudah Tak Marah
58
Plot Twist
59
Monolog
60
Sosok di siang bolong
61
Semisterius Apa Dirimu?
62
Tabur Tuai
63
Aku Ingin Pulang
64
Menembus Tembok Kamarku
65
Mijn Nek Doet Pijn
66
Si Musuh Bebuyutan
67
Pandainya Bersilat Lidah
68
Bukan Suatu Mimpi Buruk
69
Di balik kisah, Api di bukit Menoreh
70
Khodam Leluhur
71
Di ujung Rembang Petang
72
Bisa kurasakan sedihmu
73
Pelarian Terakhir
74
Bayang-bayang Kenistaan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!