Untuk kedua kalinya? Wirasti berada di muka gerbang pintu berkarat yang masih tergembok rapat, setelah memarkir motor maticnya persis depan pintu berpagar setinggi dada orang dewasa.
Lalu, Wirasti membuka paksa pintu besi berkarat hingga menimbulkan suara kretak kretek.
"Widiih? seperti rumah mak lampir tuh!"
"Mana gemboknya sudah berkarat,"
Seingat Wirasti kemarin ketika semua rumah dibersihkan secara total, bagian luar dibabat habis semua rumput dan semak.
Kemudian semua bagian dalam rumah disapu dan dipel habis-habisan hingga tidak menyisakan kotoran sedikit pun, sengaja kemarin mendatangkan tukang kebun secara khusus diminta membersihkan rumah villanya.
Alhasil? kondisi rumah terbengkalai seketika sedikit kinclong.
Apalagi ketika dari pihak PLN diminta membenahi instalasi rumahnya, serta pembenahan air PDAM sekaligus bersamaan didatangkan ke rumah.
"Huft, bener-bener hari yang sibuk!" ujar Wirasti keselimur sudah tidak sempat memikirkan hal-hal lain?
Apalagi, tentang hal yang sedikit banyak menghantui dirinya. Ingatannya kadang masih melayang perihal temuannya? rumah villanya dengan berbagai dugaan yang beralasan.
"What?" akan timbul lontar satu kata demikian, jika tidak benar-benar yakin? minimalnya harus seperti dirinya ke-distract terlebih dulu?
"Jika dugaan itu nyerempet suatu yang ... " Wirasti diam sejenak, tidak melanjutkan kata-katanya.
"Hei, nona?" teguran kecil seakan mengingatkan Wirasti agar tidak meracau semakin tidak karuan, itu hanya akan menularkan suatu kecemasan.
Monolog pun terhenti? ya, banyak sekali hal yang tiba-tiba berseliweran di rongga kepalanya.
Sensibility-nya kelewat kebablas, atau? yep, Wirasti kadang merasa lepas kontrol. Sejak dirinya secara lancang melipir sendiri sidak diam-diam, ada temuan tidak terduga bahkan sempat ada yang menguntitnya!
Derum kendaraan lain memasuki area perkampungan rumahnya, nampak ibunya dibonceng Wisnu adiknya tidak berapa lama sang bapak mengikuti di belakangnya dengan mobil pick upnya.
Wisnu dengan sigap setelah turun dari motornya bergegas membuka seluruhnya gerbang agar pick up bapaknya bisa langsung masuk halaman.
Kesibukan pun nampak terlihat di halaman, sepagi ini hingga seterusnya rupanya ortu telah mendatangkan beberapa pekerja untuk menangani dan merenovasi rumah yang telah lapuk dimakan usia.
Wirasti langsung mengikuti ibunya menuju ruang bagian belakang. Seharian ini? bakal sibuk membantu ibunya seakan memulai pekerjaan dapur umum, beberapa bahan makanan siap dimasak
"Hanya untuk hari ini saja, besok dan seterusnya kita belikan makanan matang saja kecuali hari libur sekolah baru bisa menangani konsumsi untuk mereka ... " ibu mengatakan demikian sambil meminta Wirasti menurunkan semua belanjaan di meja dapur.
Dua hari lalu? rumah villanya sudah dibersihkan, bahkan beberapa barang sudah mulai diangkut kemari.
Dengan begitu? rumah villanya mulai berpenghuni untuk sementara para pekerja yang akan merenovasi rumah di tempatkan dan menginap hingga renovasi nanti selesai.
Ada kelegaan di hati Wirasti, setidaknya rumah terbengkalai tersebut mulai ditempati.
Bahkan bapak sempat menginap di sana semalam, dengan tujuan menyediakan waktu khusus untuk niat merukyah rumah yang konon bertahun-tahun dibiarkan oleh si empunya!
"Aku berharap semuanya dalam lindungan Allah SWT," ucap Wirasti, berharap sekali anasir jahat atau energi negatif di rumah villa tersebut step by step menyingkir.
Semula memang sempat pesimis melihat kondisi rumah yang sekejap nampak suram tidak ber-aura kecuali aura negatif!
"Nggak negatif gimana," desisnya sambil celingukan, tetapi sejak renovasi rumah berjalan perasaan was was yang timbul tenggelam dalam dirinya mulai netral.
Tetapi tidak menutup kemungkinan? "Bisa saja akan terjadi sesuatu yang tidak terduga," pikiran seperti itu tiba-tiba terbersit!
"Ah, semoga tidak!" harap Wirasti.
Masa renovasi pun berjalan dari hari ke hari, minggu ke minggu hingga tidak terasa sudah hampir satu bulan lebih. Rumah villa pun seakan disulap menjadi lebih terlihat rapi dan serba nampak baru!
Memang tidak mengubah secara keseluruhan, hanya pembenahan di sana sini termasuk mengubah struktur ruangan sesuai keinginan ortu.
Wirasti dan Wisnu memperoleh ruang kamar yang langsung berhadapan di area tengah, ruang tidur utama berada tidak jauh dari ruang tengah.
Penambahan ruangan hanya terletak di area belakang untuk dapur dan space rileks, tetapi masih nyambung dengan ruang tengah. Memang rumah villa dan sisa tanah tidak terlalu luas, namun juga tidak terlalu sempit.
Tembok benteng mengelilingi dan depan rumah sudah rapat serta lengkap dengan gerbang yang kokoh, "Sudah tidak menyerupai gerbang rumah tua, huft!" cebik Wirasti ingatannya langsung ketika pertama melihat gerbang pintu dengan gembok yang sudah karatan.
"Imej rumah terbengkalai pun, sirna!" bisik Wirasti, sambil terus berharap perubahan secara fisik hingga rumah keluarganya kini terlihat sebagaimana rumah hunian yang layak.
"Bye, bye!" desis Wirasti, sudah sepantasnya kata-kata seperti itu ia ucapkan.
Dihembuskan sesaat napasnya, akan menjadi suatu hal yang melelahkan jika hanya dirinya seorang menghadapi satu dan lain hal tidak terduga?
Namun, apapun risikonya? niat bulat ortunya membeli rumah yang semula kosong dan terbengkalai tersebut bukan tanpa kesiapan mental, bukan?
Mustahil ortunya tidak tahu menahu, minimalnya sedikit sejarah rumah villa sebelum menentukan atau deal menjatuhkan pilihan lalu membelinya?
"Setidaknya?"
"Ya, itu! yang kumaksud. Jika di kemudian hari setelah menempati rumah ini terjadi hal-hal yang timbul dari suatu keanehan? Iya, keanehan yang sudah terendus olehku!" Wirasti nyerocos tentang point rumahnya yang telah mengganggu pikirannya.
"Bukan menolak berpikir rasional,"
"Emang sepintas terpola, agak mistis!"
"Tetapi aku sendiri nggak bisa abai dengan hal-hal demikian, harus gimana dong?"
"Masak diacuhin?"
"Ini kan baru wacana dan kemungkinan terburuk?"
Wirasti paling antusias jika topik bahasan sudah mengarah ke sana, masalahnya kemampuan berpenglihatan mata batin seperti dirinya meski tidak sepenuhnya orang lain yakin, kecuali yang satu frekuensi dengannya.
"Aku mengalami, aku merasakan, mereka ada semua di sini. Lalu, aku harus mengatakan apa?" Wirasti kerap merasa putus asa jika isyarat yang memberinya clue semacam itu dianggap angin lalu!
Namun, sialnya Wirasti sendiri tidak pernah menunjukkan dirinya berkemampuan, minimalnya berterus terang.
"No! oh, tidak! tidak!"
Ya? Alhasil dirinya sendiri merasa kesulitan dan harus menghadapi semuanya seorang diri, "Yaah, mau gimana lagi?"
Wirasti pun akhirnya terlalu pandai berpura-pura, berpura-pura tidak tahu menahu padahal dirinya jelas tahu segalanya? terutama yaitu tadi perihal yang serba tak kasatmata.
Bahkan orang lain, jangankan orang lain internal keluarganya sendiri sejauh ini tidak tahu samasekali tentang sisi dirinya di mata awam seakan pengidap kelainan?
****, kelainan? puiih, Wirasti paling sebal dengan bakat sepersekian indigonya terus disebut pengidap kelainan.
"Emang mereka pikir aku pengidap shizophrenia? setengah orgil? atau sekalian menuju gila, begitu?"
"Sialnya nggak semua orang percaya mistis, kerap malah dianggap meracau!"
"Aku tuh paling sebal!"
Sampai di sini Wirasti refleks menghembuskan napasnya kasar, kemampuan dirinya berpenglihatan batin yang mulai ia rasakan sejak kecil bukan untuk diekspos.
"Aku tidak suka, aku benci!"
"Kupikir kalau bisa orang lain tidak perlu tahu, yaa ... emang buat apa mereka tahu?"
Wirasti pun terbungkam. Bahwa fitrah yang tersemat dalam dirinya sejak merasakan beda dengan orang lain? akhirnya berproses menjadikan seorang Wirasti mulai tahu diri!
Ya, tahu diri dengan caranya tersendiri. Kemudian? semakin berlanjut membawa Wirasti menarik diri dan menjadi seorang dengan tipikal introvert!
Yeah, introvert!
Wirasti pun bertumbuh kembang sesuai nalurinya, fitrah sepersekian indigo tidak menjadikan dirinya pongah. Justru Wirasti lebih merasa agar berlaku lebih hati-hati bahkan terus memupuk dirinya mempunyai karakteristik ingin selalu rendah hati.
Well, terkait situasi yang mendadak tengah dihadapi? ketika ortunya tahu-tahu memutuskan memiliki untuk kemudian membeli property di bawah harga, sebetulnya bagi Wirasti tidak lebih suatu ketidak hati-hatian.
Kenapa begitu? iya, ada kesan agak grusah grusuh. Kedua orangtuanya terlalu antusias, "Ada property berupa rumah villa dilego dengan harga tidak biasanya," dengus Wirasti tak suka.
Tetapi, apa boleh buat? Wirasti maupun Wisnu adiknya tidak bisa berbuat banyak. Itu mutlak sudah menjadi keputusan orangtuanya.
"Nasi sudah menjadi bubur?"
Wirasti pun merasa hanya seorang anak, dan hanya bisa pasrah? bukan hanya harga di bawah harganya, atau rumah villanya. Bukan itu problemnya?
Lalu, apa? Wirasti untuk kesekian kalinya menghembuskan napas kasar. Di rongga kepalanya membelit-belit benang ruwet? intuisinya perihal rumah villanya? ada sesuatu yang akan dihadapi internal keluarganyakah?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Y.J Park
Intuisi Setajam Wirasti Semestinya Banyak Membuka Mata & Telinga Orang-orang Di Sekitarnya. Potensi Intuisi Yang Tidak Biasa, Dqlam Format Normal Bukan Hanya Dapat Menerka Persoalan Manifest Pada Umumnya, Namun Dalam Mode Supranatural Juga Dapat Mengindikasi Perihal Yang Tak Kasat Mata.
2023-08-02
1
Indwi Kusumodjati
intuisi Wirasti tentang rumah villanya, lumayan tajam! 🤔
2023-05-29
1