Sebuah pengalaman spiritual di mana kita merasa mengalami hal tersebut, manusiawi apabila tidak terbiasa sementara mental tidak siap menyangga suatu derajat? ya, anggap seperti itu!
"Tidak semua orang mempunyai perilaku terpuji, setidaknya low profil lah," cicit Wirasti, menandaskan pendapatnya.
Sambungnya lagi, "Bermental kuat ketika memiliki sesuatu yang patut dibanggakan, walau hanya berupa suatu kemampuan yang tidak semua orang bisa. Apalagi yang sifatnya tak kasatmata!" oceh Wirasti, entah tiba-tiba ambil topik ocehan begitu?
"Heh, ada apa nona?"
"Tumben-tumbennya?"
Teguran semacam itu hampir tidak digubrisnya, Wirasti masih sibuk dengan pikirannya yang simpang siur karena banyak hal serempak menjejali tiap rongga dalam tempurung kepalanya.
Sedemikian seriuskah? walau kelihatannya sih sepele.
Sepele? bagi sebagian orang, tetapi tidak bagi Wirasti.
"Mereka tidak tahu gimana tegangnya tiap-tiap keseret fase VR, teleportasi? mengalami dan mengikuti memori sosok yang tengah berbagi kisahnya ... "
"Mending kalau cuplikan kisah biasa,"
"Tidak jarang memberi memori berupa scene horor banget, misalnya tentang bagaimana dia mati terbunuh, tengah sekarat ... "
"Kalau penggalan kisah sedih, kecewa, marah, putus asa dan sebagainya, hanya memberi impressi biasa. Sedangkan hal-hal yang serem, huhh?"
Dari berbagai hal itulah Charissa merasa kemampuan ekstranya seakan membuat dirinya terperosok semakin jauh, apa yang dialami di satu sisi mendewasakan pemahamannya pada dimensi astral yang terus membersamainya, hal-hal mistis pun menjadi bagian tersendiri dari kesehariannya.
Tetapi, di sisi lain? beban psikisnya mulai bertambah.
Beban psikis itulah yang kini memberati, berbagai impressi atau memori yang sampai padanya otomatis menggelayuti sebagai tambahan muatan, hingga kadang merasa semua itu overload!
Ya, overload? lebih tepatnya begitu. Memang sih impressi yang datang padanya dari memori mereka tidak semuanya sebagai satu persoalan bertumpuk.
"Bukan seperti itu konsepnya," jelas Wirasti.
Namun, Wirasti tidak mungkin membiarkan pikiran itu semakin terakumulasi akibat berkecamuk akibat memori demi memori yang sampai padanya.
Oh, tidak! tidak! Wirasti seolah membelot.
Beberapa saat? seakan tengah menimbang-nimbang suatu keadaan, antara dirinya sebagai satu pembanding?
"Heh, nyaris menyerupai studi banding kalau begitu?"
Teguran telak, membuat Wirasti tertegun sendiri dengan sikap anehnya!
Yep, tadi sepintas ada tema yang terangkat? yakni istilah asal comot, studi banding? ups, itu sih kelewat kebablas.
Hanya sekadar asal comot istilah, bukan benar-benar makna leksikal studi bandingnya lho, yeayy!
Wirasti dengan kemampuan ekstranya tersebut? tautannya dengan cara menyikapi kondisi dirinya seperti itu.
Sementara menunjuk pada sisi lain, misalnya orang lain dengan kemampuan ekstra yang sama namun sudah pasang badan dengan segenap kemauan narsisnya?
Nah, itu dia? yang benar-benar ingin dimusuhi Wirasti.
Tetapi bagi Wirasti sendiri, bukan ditujukan untuk orang lain melainkan internal untuk dirinya sendiri.
"Aku hanya berpikir untuk internal diriku sendiri, sebut saja secara mikro samasekali tidak terpikir melebihi kapasitas," sesaat menjeda kalimatnya sendiri.
Sambungnya kemudian, "Apalagi merambah ke hal yang sifatnya makro. Emphh, samasekali tidak berpikir ke sana ..." ungkap Wirasti merasa telah rinci membeberkan argumennya.
Alhasil keseharian Wirasti berlangsung biasa-biasa saja, tidak ada satu hal pun yang diistimewakannya. Bahkan Wirasti seperti umumnya orang lain, tidak pernah sedikit pun menunjukkan kelebihannya walau sebetulnya mempunyai kemampuan ekstra.
Rumah hunian sebagai tempat tinggal dirinya sekeluarga memang sejak awal memberi kesan beda, akibat entah telah berapa tahun dibiarkan kosong terbengkalai.
Aura di area rumah itulah seolah mengaktifkan energi yang ada, radiasinya menguat hingga memicu interaksi saling silang. Diperparah pula oleh situasi permanen adanya residu-residu entah historis apa saja yang pernah terjadi di area dan sekitar rumah itu.
" Sayangnya, aku sendiri belum mengetahui secara pasti latar di balik situasi mistis yang kerap kurasakan ... " berkata Wirasti pada dirinya sendiri.
"Sebetulnya terasa sekali olehku, energi lain bahkan impressi dari residual yang tertinggal di sini," tebak Wirasti.
Memang segalanya belum terasa atau terlihat secara transparan. Semuanya masih? "Serba nge-blank!"
Dugaan Wirasti? di kemudian hari pun benar adanya.
"Apa yang kurasakan berdasarkan feeling?" ujarnya, bukan sekadar dirinya sebatas menerka-nerka akan tetapi di luar perkiraannya sedikit demi sedikit, atau kalau boleh disebut satu persatu? seolah saling adu menunjukkan eksistensinya.
Hem? itu, artinya juga apa?
Spot, iya spot! areal rumah dan sekitarnya memang terdeteksi sebagai satu spot!
"Apa tanggapanmu, nona?"
Wirasti masih, kicep. Diam bukan berarti enggan menyiapkan jawabannya atas pertanyaan yang terlontar untuknya.
"Aku hanya tidak mau gegabah!" ujarnya penuh penekanan kata, Wirasti paling tidak suka dipermainkan keadaan. Tidak mau terombang-ambing walau sekadar?
Sebetulnya persoalan yang berkecamuk ini? seperti tidak berujung.
Spot, sebagai satu medan magnet bagi sesuatu yang tidak kasatmata. Lalu residual yang terakumulasi di sana, seperti memberi percikan yang memicu atau menghidupkan sesuatu.
Wirasti belum tahu persis, bahwa areal di sekitar rumahnya. Lokasi sepanjang lahan kavling yang masih kosong, ternyata tidak seperti apa yang dipikirkannya?
Selama ini, dirinya sebatas positif thinking bila terkait historis sekitar rumahnya.
"Ah, ngapain juga mikirnya macem-macem?" ujarnya, begitu pede-nya!
Sepanjang tidak ada yang aneh-aneh? "Kurasa aman-aman saja tuh!" imbuhnya.
Suatu petunjuk, dan cukup akurat. Petunjuk perihal asal muasal historis terselubung di balik rumah villanya. Haruskah Wirasti terus menggalinya, demi memenuhi rasa ingin tahunya?
"Semestinya sih begitu," desis Wirasti.
Ketika clue sedari awal dirinya mulai menaruh kecurigaan, ketika pertama kalinya merasakan karena tersentuh sesuatu yang mengaktifkan penglihatan mata batinnya, ketika satu demi satu dirinya diperlihatkan beberapa hal yang tidak bisa diterima oleh nalar.
Wirasti mengalami sebagian fase itu, bahkan secara beruntun hingga membuatnya berada pada situasi yang memungkinkan dirinya terseret-seret?
"Ya, sudahlaaah ... " hanya itu yang bisa ia katakan tiap kali mengalami fase aneh setiap kali berada pada situasi? VR atau virtual reflection, atau lewat akses teleportasi?
Wirasti pun patuh, atau pasrah? itu artinya pada keadaan dirinya seolah dikendalikan sesuatu. Seperti contohnya ketika memori sosok yang menginginkan agar tahu sebagian kisahnya, bukan bertutur tetapi Wirasti diajaknya serta melihat, merasakan bahkan berganti peran seolah sebagai pelaku atau subyek atas suatu kejadian.
Anehnya sejak satu insiden beserta si pembawa atau pemberi memori memilih dirinya, tak pelak? yang lain pun mulai terseret-seret menghampirinya.
"Di situlah aku merasa seolah mengalami suatu, overload!"
Kelebihan kapasitas, apa bedanya dengan kelebihan muatan? "Ah, kurasa sama saja tuh!"
"Untungnya tidak sampai menimbulkan antrean," mengatakan seperti itu nadanya sudah jelas hanya bercanda.
"Antre tiket?" timpal Wirasti lebih lanjut, hal mistis tiba-tiba terangkat dan menjadi bahan kelakar.
Hingga pada suatu hari, Wirasti dibenturkan pada satu keadaan. Awalnya hanya berupa pemunculan sang nenek tua, sebagai shock terapi pertama berturut-turut gangguan lainnya dalam bentuk lebih komplit kadang malah lewat mimpi.
Satu kesimpulan pun muncul, Wirasti mulai terbiasa dengan hal-hal aneh. Dari mulai fase ectoplasma hingga vortex, lalu mengakses lewat VR juga termasuk cara teleportasi.
Keseruan menyimpang di luar nalar, apa boleh buat? ya, memang hal yang aneh-aneh seperti itu yang harus membersamai dirinya, ck?
Ck? berdecak-decak sendiri sambil menajamkan pikiran, akhir-akhir ini dirinya semakin merasa gangguan di sekelilingnya semakin tinggi intensitasnya meski ada waktu terjeda namun gangguan yang mulai kerap muncul mau tidak mau melibatkan psikisnya. Setidaknya telah menguras emosinya.
"Sialnya aku harus berjibaku sendiri menghadapi energi mereka, kemauan mereka saat memberi impressi atau saat ada yang berbagi memori ... " keluh Wirasti sambil membayangkan betapa semua itu tidak mudah baginya.
"Jangan dikira terseret VR atau berteleportasi, urusan selesai!" ujar Wirasti, kemudian sedikit mengungkap ketika dirinya dislokasi dalam situasi flip.
"Entah, apa kemampuanku yang masih cetek atau entahlah, namun yang jelas seolah energiku terkuras sampai-sampai ... " ujar Wirasti tidak melanjutkan kalimatnya sambil membayangkan pengalaman tidak enaknya, terakhir kemarin?
"Gila dah, aku sampai mules-mules, mual nggak karuan dan nyaris muntah-muntah mana kepala puyeng!"
"Itu nggak enaknya, itu risiko secara langsung mengimbas pada gangguan fisik!"
"Nah, jangan gampang melontar sinisme bahwa semacam itu? ketika siapapun dengan kemampuan ekstra rata-rata lantas divonis halusinasi atau sebutan remeh lainnya!"
"Sementara orang menganggap sebagai stigma?"
"Atau apriori banget misalnya?"
"Lho lho lhoo? jangan gampang berasumsi
dah kalau nggak paham persoalannya!"
Wirasti bisa meradang ketika anggapan berkonotasi miring seputar kemampuan ekstra, mereka yang berpenglihatan mata batin tidak sebagaimana mereka yang awam, lantas diberi label halu.
Hei, apakah lantas seperti Wirasti juga diasumsikan secara miring dengan label menghalu? gangguan psikis fase akut? bagaimana jika di satu kesempatan ternyata yang dialami Wirasti seolah satu rutinitas berlatar mistis?
Kali ini lewat suatu mimpi? apakah lantas divonis sebagai sleep paralysis? padahal Wirasti samasekali tidak menunjukkan indikasi seperti misalnya mereka yang menurut medis dalam keadaan akan tidur atau bangun tidur merasa sesak napas seperti tercekik, dada sesak, badan sulit bergerak.
"Itu sih indikasi tidur lumpuh!"
"Setidaknya setiap orang mengalami, rep-repan atau tindihan bisa terjadi pada siapa saja, bukan?"
"Yang menarik saat tindihan tersebut kita seringmengalami halusinasi, melihat sosok atau bayangan hitam di sekitar tempat tidur dan sebagainya ... "
Tetapi, Wirasti tidak!
Jika apa yang dialami sebagai satu indikasi tidur lumpuh semacam itu? kenapa mesti berlanjut, bahkan? "Seperti rangkaian gerbong, eh? cerita!"
Yah, apa yang selalu dialami Wirasti membentuk satu plot semacam cerita, sumpah!
"Lalu, itu semua apa namanya?" tunjuk Wirasti kadang diliputi emosional terlebih jika dirinya tengah terjebak dalam situasi mimpi namun itu semua jelas-jelas dirinya sedang dalam kondisi on!
Ya, sedang on!
Impressi atau memori mereka yang mengarah pada kemauannya hanya tertuju pada Wirasti agar kisahnya dicermati? lantas Wirasti mengganti peran seolah menjadi diri mereka dan mengalami beberapa hal seperti yang pernah terjadi sebagai bagian kisah kehidupan mereka.
"Emphh, itu sungguh berat ..."
Hal semacam itulah berulang-ulang dialami olehnya, hei? apa masih tega mencantumkan label sebagai sisi lain halusinasi?
Ah, sungguh kadang menjadi seorang Wirasti yang ketempelan label, atau kecipratan stigma sedemikian menjengkelkan tersebut, sungguh tidak enak, bukan?
Awhh, kalau begitu adanya? kasihan deh lo? puk, puk, puk ... sini kemarilah kupeluk dirimu, Wirasti?
"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Y.J Park
Tentunya Di Luar Sana Ada Quote Bijak Yang Berpihak Pada Situasi Dan Kondisi Yang Melekat Pada Wirasti (Kelebihan Dapat Mengenali & Mengalami Kondisi Suprantural) . Sayangnya, Tidak Semua Manusia Di Luar Sana Memiliki Pemikiran Yang Bijak Dalam Menanggapi Kelebihan-kelebihan Seperti Yang Dimiliki Oleh Wirasti. Bila Tak Mengalami, Maka Kau Tak Akan Pernah Tahu Selamanya. Dengan Memahami, Sebenarnya Adalah Cara Termudah Untuk Bisa Menjamah Ranah Kondisi Seseorang. Tak Harus Menjadi Seperti Orang Yang Bersangkutan, Atau Mengambil Alih Segenap Bebannya. Cukup Memahami.
2023-08-23
1
Indwi Kusumodjati
berkemampuan ekstra pun adakalanya dilematik, ya? 😢
2023-06-24
1