Pindah rumah? sebetulnya bukan hal baru. Wirasti sekeluarga, kedua orangtua dan Wisnu adiknya. Kali ini nambah satu anggota baru, si mbok yang secara khusus didatangkan dari pelosok wilayah kampung halaman bapaknya di daerah DIY.
Mengingat tempat tinggalnya sekarang sudah lumayan cukup lega dibanding rumah lamanya, kalau hanya sekadar menampung si mbok pembantu di rumah tidak akan merepotkan mau di tempatkan di mana.
Bapak pun bergegas menjemput si mbok seminggu sebelum pindahan rumah, dengan begitu?
Suasana akan lebih hangat karena rumah villa berikut sisa tanah yang lumayan lega itu tidak akan terasa lengang dihuni keluarga kecil Wirasti, kedua orangtua dan adik laki-lakinya serta seorang art.
Berangkat memulai satu titik tolak dengan vibes yang baru samsekali, "No problem," pikir Wirasti.
Mau di manapun? iya, di mana saja bagi Wirasti tidak jadi soal. Karena sejak awal Wirasti mengendus sesuatu yang tidak lazim, kesiapannya menghadapi segala sesuatu yang bakal dialami mengharuskan Wirasti preparing sedemikian rupa.
Woeeyy, preparing?
"Emang ada apa, nona?"
"Serius banget kelihatannya?"
Wirasti hanya angkat bahu, menyipitkan mata hingga sekian detik telah mengerutkan keningnya serta melipat bibirnya. Ekspresi Wirasti dalam kondisi dirinya tengah banyak hal yang mulai dipikirkan!
Banyak hal? atau, beberapa hal? refleks tangannya melakukan gerakan mengibaskan udara, pertanda dirinya malas merespons.
Bibir yang tadi terlipat seketika membentuk kerucut, hei? jatuhnya malah mecucu dah!
"Sudah tahu tidak menutup kemungkinan ... " sambil mengatakan seperti itu? Wirasti mulai buka suara. Tangannya dengan cekatan mengangkat satu tentengan kardus ukuran kemasan air mineral, lalu mendorongnya pelan di bagasi pick up.
Bruuk!
Satu lagi diraihnya, kali ini kemasan kardus air mineral musti dibopongnya. Mendadak ingat? isinya barang mudah pecah, "Bisa berabe," desisnya sambil menyusun kardus demi kardus.
Sekian menit pun berlalu, semua pekerjaannya kelar semua. Barang-barang yang dimasukkan kardus yang akan diangkut paling akhir, semuanya sudah siap diberangkatkan!
Wirasti kembali masuk kamarnya, memastikan tidak ada satupun terlewatkan. "Jangan sampai ada yang tertinggal," batinnya, perlahan berbalik badan?
Ups? Untung tidak sampai menjerit efek dikagetkan sesuatu?
"Huft!" dengusnya, ingin marah!
Siang bolong? tepatnya sih belum terlampau siang. Baru juga? Jarum jam menunjukkan angka sembilan lebih sekian menit.
"Usil banget," gumam Wirasti.
Berkelibat? rupanya dia yang bikin ulah sedari tadi.
Sat set di sekitarnya, tetapi Wirasti tidak respek membiarkan gelibat gelibet semaunya, sementara dengan juteknya Wirasti hanya melirik dengan ekor matanya.
"Nggak penting banget, tahu!" gerutu Wirasti, merasa sedikit direcoki.
"Biar saja 'napa?" hati kecilnya mentolerir keberadaan mahluk lain yang terlalu aktif sat set di sekelilingnya. Wirasti sempat geregetan pengin nabok, eh!
Wirasti tahu, si pengganggu tadi sebetulnya asli penghuni rumah yang akan ditinggalkannya. "Jangan dikira tidak ada penghuni lain," ujar Wirasti tanpa maksud menakut-nakuti.
Buktinya? ya, sempat nongol tuh!
Wirasti pun hanya memberi cibiran, berharap si pengusik yang tidak terlihat mata telanjang itu tidak mengikutinya. "Cukup tempatmu di sini," decih Wirasti, sebisa mungkin suaranya pelan.
Meski pelan, atau sepelan apapun? astral seperti itu mampu mendengarnya.
Wirasti masih dengan posisi berdiri dekat pintu masuk kamarnya, dan hanya mengawasinya lewat ekor matanya.
"Hei, dengar?"
Mata batin Wirasti menangkap entitas yang selama ini hidup berdampingan secara damai di area rumahnya itu tengah menunjukkan gestur sedih?
"Kamu kenapa?"
Mata batin Wirasti kembali menangkap bahkan entitas itu tengah mencebik, seakan tidak mau kehilangan Wirasti.
Astaga, pikir Wirasti bingung. Merasa iba juga sih, tetapi mau gimana lagi?
"Sudahlah jangan bikin sedih juga," bujuk Wirasti, namun tidak mempan.
Malah? tiba-tiba entitas yang posisinya nyaris sebagai kawan baik itu terguguk di sudut kamar.
Ups, kawan baik? wait, berarti selama ini Wirasti berteman dengan mahluk halus, begitu?
"Emphh, eh? iyaa ... eh enggak juga sih!" Wirasti jadi kebingungan harus menjawab apa?
Tetapi, nyatanya memang seperti teman!
"Jadi, gimana dong?"
"Laah kok malah nanya? kamunya sendiri merasa gimana?"
Wirasti menggeleng, "Nggak begitu konsepnya!" sergahnya lantas memberi penjelasan walau tidak cukup detil.
"Nah, itu namanya teman!"
"Aa ... aa-ku?"
"Iya, elo! Siapa lagi, hadeuhh?"
Wirasti langsung, kicep! rasanya terbungkam seketika.
Huaah? Wirasti tambah bingung dah? kali ini bingung mengatasi keadaan. Bagaimana caranya membungkam supaya tidak menangis?
"Heh, emang kamu mau ikut?" tidak ada cara lain, daripada makin meraung-raung tidak karuan.
Muka sembab itu pun tengadah, menatap Wirasti lama. Astaga? raut entitas itu terekspresi mendung!
"Ya, sudah ... " akhirnya? hanya itu yang keluar dari bibir Wirasti. Tidak mencegah tidak pula meminta.
Begitu mobil pick up milik bapaknya perlahan meninggalkan halaman kecil rumah lama mereka, lalu konvoi matic Wirasti, motor Wisnu dan terakhir motor ibunya.
Satu kendaraan roda empat, beriringan dengan tiga kendaraan roda dua keluar kampung untuk kemudian melintas jalan poros desa.
Hanya berjarak sekitar delapan kilometer dari rumah semula, letaknya memang agak jauh dari pusat keramaian. Justru masuk kampung agak sepi.
Tepatnya sebuah daerah kebun sayur, sawah dan kebun dengan beberapa tanaman keras. Untuk mencapai rumah villanya harus menempuh sekian meter dari jalan kampung utama.
Area di sekitar rumah villa sudah mulai dikavling-kavling, sistim penjualannya lebih mudah begitu. Konon supaya cepat laku, termasuk rumah villanya.
Tiba di rumah villa semua orang disibukkan bebenah, termasuk Wirasti langsung memberesi isi kamarnya.
Tidak makan tempo lama, karena sedari kemarin bahkan sekian minggu sebelumnya apalagi setelah rumah dicat dan seluruhnya nampak seperti rumah baru kembali. Semua ruangan sudah terisi barang, tinggal melengkapi saja.
Wirasti pun sangat antusias membenahi kamarnya, menata dan memajang buku-buku kesayangannya.
"Taraaaa ... " teriaknya, setelah kamar yang tadinya kosong hanya berupa barang kini telah rapi dan enak dilihat!
Ruangan yang lain? mulai sambil lalu diisi barang bawaan dari rumah lama, Wirasti pun merasa nyaman.
Siang hari setelah semuanya selesai menunaikan sholat dzuhur, ibu mengajak semua orang untuk menikmati hidangan makan siang. Sengaja bawa hasil masakan dari rumah lama, pagi-pagi tadi ibu dibantu si mbok untuk masak lebih banyak.
Well, saatnya sudah sah menjadi penghuni rumah villa. Hingga jauh malam seisi rumah tidak segera berangkat ke peraduan, baru larut malam pergi ke kamar masing-masing untuk melepas penat setelah seharian hilir mudik membuat rumah supaya lebih nyaman ditempati.
Sebuah rumah? yang dulunya kosong terbengkalai kini seakan disulap menjadi sangat beda.
Lampu penerangan di sekeliling rumah nampak benderang, tetangga kampung yang letaknya persis depan blok paling depan menjadi terheran-heran dengan perubahan drastisnya, rata-rata mereka tidak yakin selain rumornya santer perihal rumah berhantu tersebut.
Lantas, apa yang dialami Wirasti? Bukankah ini malam pertama dirinya tinggal bersama dengan empat penghuni lainnya? pertama kali dirinya menginap di rumah yang semula sempat membuatnya, ke-distract?
"Don't worry," cengir Wirasti. Ups, apa ya memang begitu? sekalipun perasaannya mulai kebat kebit? sempat was-was tetapi hanya berakhir sampai di situ!
Selebihnya? "Ah, apa yang perlu ditakuti?" bisik Wirasti justru tidak sabar menunggu hal tidak terduga bakal menyamperinya.
Wirasti tidak segera tidur dan langsung pules seperti yang lainnya, "Boro-boro bisa tidur cepet, yang ada malam ini kudu melekan!"
Eits, Wirasti mengatakan kudu melekan sebagai bentuk sikap tirakatan, terkandung suatu maksud baik.
Cara jadul ala masyarakat jawa seperti itu rupanya masih diuri-uri sebagai corak di keluarganya? yep, begitulah.
Sejam dua jam terakhir pada larut malam yang mulai senyap itu? Ketika Wirasti mulai ngantuk dan hampir terlelap? gendang pendengarannya mendengar suara-suara.
Suara orang tengah bercakap-cakap, namun tidak jelas. Wirasti mendengar suara mereka, instingnya menguat ketika tahu itu semua dari dimensi lain.
****! belum juga dirinya maksimal tergolek langsung melayang? ah, tidak. Malfungsi tidur di tahap Rapid Eye Movement atau REM, jadi tahapan tidur paling ringan dalam kondisi masih setengah sadar lalu melompat ke tahap REM.
Ketika otak mendadak terbangun dari tahap REM tetapi tubuh belum, di sinilah akan terjadi? merasa sangat sadar, tetapi tubuh seakan lumpuh. Fenomena seperti ini sering dikaitkan dengan hal mistis?
Atau, sering disebut mimpi buruk inkubus atau old hag. Seseorang yang mengalami akan seolah dicekam halusinasi? melihat bayangan yang muncul dan sebagainya.
Hei, seperti itukah yang dialami Wirasti? wait, sepanjang dirinya merasa mempunyai kecakapan seingatnya sejak bocil tumbuh sebagai ABG hingga beranjak dewasa. Tidak sekalipun merasa semua itu sebagai mimpi buruk inkubus atau old hag.
"Oh, tidak" sahutnya, menangkis.
"Apa yang sering kualami real, tidak mengada-ada. Ini pure! iya pure."
"Buktinya apa? lihat saja bagaimana aku berteman dengan entitas yang menghuni rumah lamaku?"
Wirasti juga membeberkan kisah semalaman, saat semua orang terlelap. Saat dirinya mulai mendengar suara-suara, malam pertama di rumah villanya bukan hanya dirinya terpaksa begadangan sendirian.
Rupanya Wirasti banyak mendapat say hello dari mereka penghuni lain yang merasa spot wingitnya terjamah oleh Wirasti dan keluarganya.
Pusing? mual? mules-mules? "Ah, itu sih sudah nggak zaman!" decih Wirasti.
Dirinya sudah tidak seoleng dulu setiap kali dapat sapaan, colekan atau mereka yang sat set sekadar caper, narsis atau pansos?
Tidak bisa dipungkiri jika rumah villanya telah bertahun-tahun menjadi spot, mereka yang sekadar say hello atau secara santunnya bersilahturahmi? tidak hanya membuat Wirasti merasa gedeg, tetapi sempat membuatnya judeg!
Dari visual yang amburadul, biasa sampai amat kece atau paling serem? tumplek blek semuanya setor muka.
"Apa nggak girap-girap tuh?"
Ditanya begitu, apa jawaban Wirasti?
"Tanyakan pada rumput yang bergoyang," jawaban asal, rupanya si jutek ini semalam dibikin kelenger?
Why? dengan muka sebal Wirasti menjelaskan sepintas bahwa dirinya berasa tengah didemo oleh mereka. Sial nggak tuh?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Y.J Park
Intensitas Dan Konektivitas Dengan Dunia Tak Kasat Mata Nampaknya Memang Sudah Seperti Hal Normal Dalam Kehidupan Wirasti Sehari-harinya. Seorang Wirasti Begitu Pro Dalam Menyikapi Lalu-lalang Makhluk Astral Dalam Lingkup Kehidupan Sehari-harinya.
2023-08-04
1
Indwi Kusumodjati
Ups, rupanya ada pendemo tak kasatmata? 🤔
2023-05-29
1