Ck? decak Wirasti, kebiasaan si gadis jutek itu tiap kali ada sesuatu yang tebersit di kepalanya. Ya, sesuatu yang yang menganggu pikirannya?
Sebetulnya sekian detik? atau dalam satu kedipan mata? visual vortex tersebut persis melintas tidak jauh di seberang jalan depan rumah.
Wajar ah, pikirnya. Mana hari sudah larut malam, apalagi depan rumahnya sekalipun sebuah jalan yang bisa dilewati roda empat tetap saja sebuah jalan kampung ya memang lengang!
"Mana ada kendaraan berlalu lalang di depan rumah?" ringisnya, mengingat jalan kampung sudah mentok di bagian belakang deretan tanah kavling blok paling akhir.
"Elo aja Wirasti sok sok-an keluar rumah!"
"Daerah ini rawan, tahu!"
"Lihat, rumah keluarga elo tidak bertetangga. Ya, emang sekeliling hanya tanah kavling 'mulu!"
Wirasti memang bernyali kuat, hanya gara-gara nampak sekelibat bayangan tengah melipir di seberang jalan depan rumahnya. Antusiasme-nya tidak terbendung, gercep sekali Wirasti ambil keputusan?
Ups, keputusan? "What are you going to do?"
Ck, Wirasti tidak merespons justru berdecak cak cek beberapa kali.
"Nggak keder apa?" ditanya begitu malah balik menanya, astaga?
"Nggak pinisirin apa lihat barang baru nongol depan rumah, eh?" balas Wirasti, kepikir bikin plesetan kata penasaran diubah jadi, pinisirin!
Tak ayal tawa kecil Wirasti fals terdengar, tetapi buru-buru menutup mulutnya dengan menangkup kedua telapak tangannya.
"Ketawa sendiri? husss, pamali!" diingatkan begitu Wirasti langsung kicep! cep! bahkan tidak bersuara samasekali.
"Jika kamu ketawa? nggak ada bedanya dengan itu tuuhh?"
"Who?"
"Siapa lagi? yang ngikiknya larut malam, atau tawanya berupa kekehannya melengking ..."
Sahut Wirasti, "Ya, aku tahu!"
Insting Wirasti dirinya bakal menemui hal ganjil terkait tangkapan visual sosok yang malam-malam ber-dress putih warnanya memudar, samasekali tidak fashionable, secara keseluruhan dressnya sudah terlihat kumal!
Ugh, rambutnya? "Jelas awut-awutan laaaah, ck!" desis Wirasti, malas rasanya memberi penjelasan detil apalagi disuruh panjang lebar.
Larut malam itu? Charissa tidak langsung berangkat tidur, ada satu hal yang tiba-tiba menjadi bahan pikirannya.
Begitu masuk kamar Charissa tidak benar-benar menutup pintu, ia biarkan mengatup sebagian.
Di kamar seberang, itu ruang tidur Wisnu adik laki-lakinya juga biasa ditutup tidak sepenuhnya kecuali pintu kamar utama milik kedua ortunya sekalipun sang bapak tidak ada di rumah pintu kamar selalu terkatup rapat.
Dengan kondisi pintu kamarnya yang terlihat tidak terkatup rapat itulah? ketika dirinya mulai membaringkan tubuh imutnya kemudian antara setengah sadar dan setengah hampir terlelap?
Charissa merasa ada yang menghampiri pintu kamarnya, yep secara fisik telah mengistirahatkan raganya. Tetapi, penglihatan mata batinnya memulai berkelana?
Satu sosok terhuyung-huyung, raga Wirasti yang jelas-jelas tengah terbaring dan terlihat lelap itu menolak kehadiran mahluk asing tersebut.
Yep, mata batin Wirastilah yang begitu sensitif dengan energi lain yang tengah lancang menghampri dirinya hampir terlelap!
****? si muka serem tersebut sat set dalam kedipan mata sudah berada di sisi ranjang Wirasti, anehnya Wirasti tidak bereaksi? atau, tengah berpura-pura karena tebersit niat ingin sekali menangkap basah?
Uhlaalaa? posisi tidur Wirasti beberapa saat pindah dan miring menghadap tembok.
Eh, dianggap ada peluang kali?sosok asing dan aneh itu tiba-tiba mengambil posisi persis di belakang punggung Charissa.
Penglihatan batin Wirasti saja yang mampu merespons. "Sial, heh!" bentak Wirasti merasa tak senang sebagian tempat tidurnya ada yang berusaha ndusel di sana!
Tak ayal? terjadi keributan kecil, begitu terasa oleh Wirasti di balik punggungnya seperti ada yang numpang tidur?
Sontak Wirasti pun terbangun!
****? tidak ada siapa pun? nanar pandangan Wirasti menyapu ke seantero ruangan.
Ya, tentu saja dong tidak terlihat? Wirasti menyisir seluruh ruang kamarnya hanya dengan mata telanjang, mereka para astral lebih afdol jika dipantengi dengan penglihatan mata batin.
Astral semacam itu kadang tidak semuanya bisa terlihat secara mata telanjang, justru ada cara lain untuk bisa benar-benar melihatnya.
Mata batin Wirasti pun mulai menajam, "Ugh," dengusnya. Demi dilihatnya sosok menyebalkan telah numpang tergolek di sebelah bagian bekas dirinya tadi tidur dalam posisi miring?"
"Heh, ngapain di sini?"
"Pergi! Pergi! Pergi!"
"Dasar see ... see-tan!"
Ya, ampun? larut malam itu? Wirasti di kamarnya nampak uring-uringan sendiri, astaga?
"Siapa yang tidak dongkol? mata sudah sepet bukan main, eh! ada yang cari gara-gara. Mana ikutan satu ranjang lagi! kurang kerjaan banget sih!" sungut Wirasti, emosionalnya sudah tidak tertahan.
Rasanya pengin ngamuk!
"Ganggu saja kerjaan elo!" maki Wirasti, jelas ngedumelnya bikin suaranya naik sekian oktaf!
Untung selarut itu seisi rumah sudah terlelap, mereka? sang ibu, adik laki-lakinya dan bi Iyah art si asisten rumah tangga di keluarganya sejak sekian bulan lalu. Semuanya sudah tertidur nyenyak?
Semuanya pasti tengah pules di kamar masing-masing. Ironisnya suara berisik Wirasti akan menjadi suatu polusi tersendiri andai mereka masih terjaga.
Kenapa Wirasti sedemikian beraninya main mengumpat, memaki, bentak-bentak seakan seenak udel?
"Itu sih semacam, trik!"
"Aku harus berlaku begitu pada mereka,"
"Maksud elo?"
"Salah satu cara agar mereka nggak ngelunjak!"
"Hah? kok bisa?"
"Menurutku harus main gencet dulu sebelum digencet!"
Yep, Wirasti merasa harus membuat mereka keder duluan. Dirinya merasa harus memberi kesan punya power, misalnya dijutekin, diketusin, dengan begitu mereka seolah lowbad, begitu!
"Ohh?"
"Kita tuh harus lebih pinter dari mereka, jangan mau dibodohin dengan cara manipulatif mereka. Pokoknya kudu punya trik, " ujar Wirasti berapi-api seperti jurkam si juru kampanye dalam putaran musim pemilu.
Alhasil, dengan cara seperti itu? Wirasti masih tetap pede saja menjalani keseharian walau sesekali ke-distract?
"No problem," ujarnya, tidak mau menjelaskan secara rinci.
Namun yang jelas kemudian Wirasti dengan trik konyolnya itu tetap jalan terus. "Peduli setan" decihnya, sambil membayangkan dirinya amat jutek!
Sejutek apa?
"Hem?"
Begitulah Wirasti!
Sejutek-juteknya Wirasti tetap saja mempunyai jiwa sosial? ups. Tetapi jiwa sosial seperti apa dulu?
"Laaah ... Itu tadi ?"
"Oh, perempuan yang merangsek masuk ruang kamar taa ... taa-di?"
"Terus maunya apa tuh?"
"Belum terlacak,"
Malam makin larut, Wirasti pun mulai menguap beberapa kali pertanda dirinya tengah ngantuk berat dan ingin selekasnya pesiar ke pulau kapuk, namun rupanya tidak semudah itu segera memejamkan mata, buktinya sudah sekian jam lalu tidak kunjung mengantuk?
Kedua kelopak mata Wirasti masih terlihat? nyalang? susah tidur padahal sudah berupaya berada di pembaringan tinggal mengatupkan kelopak mata bulatnya lalu, ya tidurlah!
Rupanya, perempuan itu lagi? itu lagi! "Ugh," gerutunya, menimbulkan perasaan kesal luar biasa.
Tetapi bukan Wirasti kalau tidak mengusut tuntas perihal mereka, "Kamu ngapain berada di sekitar sini?" lontar Wirasti mulai bertanya.
"Kamu darimana?"
"Untuk apa, eh! tujuanmu apa ke sini?"
Wirasti sengaja tidak menyudutkan, melainkan menaruh hati? eh kok menaruh hati sih?
Menaruh hati ala Wirasti diartikan sendiri oleh Wirasti sebagai sikap peduli.
Wirasti merasa respek ketika dihadapkan pada salah satu astral yang mungkin tercecer dari kawanannya? lalu, kesasar masuk rumahnya?
Dia lah sosok yang mengendap endap masuk kamarnya lalu ingin numpang bobok?
****!
"Boleh aku tidur di sampingmu?
Wirasti langsung terbungkam, katanya kemudian? "Emphh ... " dengus Wirasti, tidak segera menjawab!
"Aku tidak mengganggumu, sumpah!"
Wirasti langsung mengeryitkan kedua alisnya seakan, bertumbukkan. Belum sempat menikmati kopi susunya telah keburu dingin.
"Aku tahu, belum tentu dia sebaik itu, bukan? terkait kunjungannya seperti sidak. Entah, apa maksudnya!"
" Sshhh, takutnya memang ada skenario sekadar membandingkan dengan entah siapa, tetapi ternyata siapa tahu saja sarat manipulatif!" ketus suara Wirasti tanpa filter, untungnya Wirasti tidak baperan.
Sosok perempuan astral tersebut seolah berkeinginan tinggi?
"Please," mungkin itu yang ingin sekali diucapkan untuk terus membujuknya.
"Semalam saja, setelah itu aku akan pergi ..." tiba-tiba entitas tersebut mengatakan seperti tu. Wirasti terperangah seketika.
Dalam hati Wirasti sempat ngedumel,"Huh, masak aku harus berbagi tempat dengan astral? yang bener saja!"
"Kalau berkeberatan aku hanya ... "
"Tidak, tidak!"
"Hei, pergilah! tempatmu bukan di sini!" ujar Wirasti mulai menunjukkan ketegasannya, secara aneh pula Wirasti seolah mengeluarkan powernya.
"Kamu sebaiknya cari tempat di luar sana, oke?" ujar Wirasti lagi.
Astaga, alhasil?
Setelah melalui perdebatan paling alot? drama meng-ekstradisi agar beranjak pergi? kata-kata penuh harap tersebut mampu dihalaunya. Larut malam itu? Wirasti terselamatkan oleh inisiatif dan nalarnya sendiri.
Wo-hoo? sungguh tidak mudah membujuk tetapi dengan mengusir secara terselubung?
Dengan begitu, larut malam tersebut seorang astral yang tidak diketahui asal muasalnya hendak mengatakan, boleh? telah dihalaunya, Wirasti secara tegas menolaknya mentah-mentah.
Hei, dengerin tuh? miss K, mbak-mbak, teteh, kakak? siapapun yang bergaun panjang putih tidak fashionable? berurusan dengan Wirasti tidak segampang itu, bukan? jatuhnya malah kasihan ter-ekstradisi. Nah lho?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Y.J Park
Oh, Ternyata Para Astral 'Berurusan' Dengan Orang Yang Tidak Mudah Rupanya 😆
2023-08-22
1
Indwi Kusumodjati
Wirasti mampu meng-ekstradisi eh mengusir astral yg nyelonong masuk kamarnya tuh?
2023-06-11
1