Aku sudah gak perduli dengan gertakan mama soal harta yang selalu jadi ancamannya jika aku tak menuruti keinginannya.
Selama ini, aku kerja di kantor papaku sendiri dengan gaji yang cukup besar. Aku memang bukan tipe orang yang suka nongkrong dan gila barang mewah. Selama ini uangku sengaja di tabung dengan membuka rekening pribadiku. Untuk berjaga jaga jika suatu hari nanti aku membutuhkannya, mengingat sikap mama yang selalu suka mengancam itu.
Saat ini tujuanku adalah kota sebelah, dimana aku membuka usaha distro yang kusus menjual pakaian pakaian untuk laki laki, satu tahun terakhir ini sedang rame rame nya, belum lagi aku juga punya dua rumah makan yang pendapatannya juga tak kalah besar. Untung aku sudah memikirkan ini jauh jauh hari, membuat usaha tanpa sepengetahuan Sonia dan mama. Biarlah mereka hanya tau, aku tak bisa apa apa tanpa orang tua. Padahal hidupku akan tetap baik baik saja tanpa harta orang tua. Karena aku yakin, mama pasti akan menarik lagi semua fasilitas yang diberikan saat aku tak lagi menuruti maunya.
Mengganti nomor ponsel adalah keputusan yang tepat untuk menghindari teror mama dan Sonia yang akan terus memaksaku untuk kembali pulang. Dan jangan harap aku sudi hidup dengan perempuan pemabuk juga pembangkang seperti Sonia.
Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam lebih, akhirnya aku sampai dirumah minimalis yang baru empat bulan ini selesai dibangun. Ternyata aku benar benar membutuhkan rumah ini, feeling ku tidak salah, jika akan terjadi hal seperti ini.
"Mas Soni, tumben pulang tidak kasih kabar dulu.
Kalau tau mas Soni pulang, bibi pasti siapin masakan kesukaan mas Soni." Sambut wanita tua yang aku percaya untuk menjaga rumahku.
Bi Nini dan mang Karman. Sepasang suami istri yang tidak memiliki anak dengan keadaan ekonomi memprihatinkan.
Aku mempekerjakan mereka, karena memang mereka orang orang baik dan amanah.
"Gak papa, Bi.
Tadi sudah makan di jalan.
Bibi siapkan saja makan malam buat nanti.
Dan tolong rapikan baju baju saya dalam lemari kamar ya, bi.
Mulai hari ini saya akan menetap di rumah ini."
"Yang bener, mas?
Alhamdulillah, bibi kok seneng ya dengernya." sahut bi Nini dengan wajah bahagia.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
"Ma, papa kok gak ada menghubungi kita?
Apa papa sudah lupa sama kita ya, ma?" Bulan menatapku dengan wajah sedihnya, gak tega tapi tak ada yang bisa dilakukan.
Aku lelah mengejar sesuatu yang sama sekali tidak menginginkanku. Berbekal uang lima ratus juta dari mas Albin, akan aku gunakan sebaik mungkin untuk bertahan hidup dengan kedua anakku.
Aku paksakan seperti apapun, mas Albin bukannya menerima tapi justru makin membenciku. Saat dia sudah berani membentakku di hadapan Zahra, aku merasa sakit hati dan perasaan itu berlahan sirna. Sehingga tak lagi berkata apapun selain memilih menyerah dan berhenti mengharapkan cintanya lagi.
"Papa masih ada pekerjaan di luar kota, nak.
Sabar ya, nanti kalau sudah selesai, pasti papa akan menemui kalian. Doakan saja kalau urusan papa berjalan dengan baik dan lancar. Doa anak Sholeh pasti akan di dengar oleh Alloh." sahutku memberi alasan, agar Bulan tidak terus menerus menanyakan kepulangan mas Albin.
"Iya, ma!
Tapi Bulan rindu sama papa." sahutnya dengan mata menatapku penuh harap. Kasihan sekali anak anakku.
Tok tok tok...
Terdengar pintu di ketuk dari luar, siapa yang bertamu?
"Biar Bintang yang bukain pintunya, ma!" anak lelakiku terlihat sudah berdiri dan berjalan menuju pintu utama. Karena penasaran akupun mengikuti langkahnya dari belakang.
Kalau itu mas Albin rasanya kok tidak mungkin.
"Asalamualaikum. Apa benar ini rumahnya Bu Renata?" terdengar suara seseorang yang tak asing ditelinga ini, apakah itu dia?
Mau apa lagi dia datang kembali?
"Iya, benar.
Anda siapa?" sahut Bintang yang tak langsung mempersilahkan tamunya masuk, anakku itu sudah tau bagaimana cara bersikap.
"Alhamdulillah.
Om temannya mama Renata.
Ini Bintang kan, anaknya Bu Renata?"
Ya Tuhan, ternyata benar, mas Soni yang ada di depan. Apa yang akan dia lakukan, kenapa setelah sekian lama menghilang kini muncul lagi.
"Oh, sebentar ya om, biar Bintang panggilin mama dulu. Om tunggu saja disini.
Oh iya, om siapa namanya?"
"Kenalin, nama om, Soni.
Panggil saja dengan om Soni, oke?" sahut Soni sok akrab yang membuatku muak.
"Mau apa kamu datang kerumahku, Soni?" Tanpa mau basa basi aku mendatangi Soni dengan tatapan tajam sekaligus benci yang membara.
"Renata!" lirihnya dengan tatapan meredup.
"Ya. Apa maksudmu datang menemuiku setelah kamu berhasil menghancurkan hidupku?" sahutku ketus bahkan enggan untuk sekedar basa basi menanyakan kabarnya.
"Bintang, masuk gih temani adiknya. Mama ada perlu sama om ini, mama mau bicara urusan orang dewasa, masuklah nak." aku meminta Bintang meninggalkan kami, karena tak ingin obrolan kami terdengar olehnya. Dan, tanpa banyak membantah, Bintang langsung masuk lagi ke dalam untuk menemani adiknya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Ternyata Aku Yang Kedua
Novel on going :
#Wanita sebatang kara
#Ganti Istri
Novel Tamat :
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Nayla Ujji ...
Akhirnya Soni menemui anak² nya..
2023-05-29
0