Adelia terhenyak. Dunianya seolah runtuh seketika dalam kenestapaan yang tidak terdefinisi. Tak ada satu pun kata yang mampu menjelaskan getir di hatinya, terlebih saat Ratna, sosok yang seharusnya menjadi sandaran, justru berdiri di pihak wanita itu.
Bukan amarah yang terlontar dari mulut Ratna saat mengetahui perselingkuhan putranya. Sebaliknya, wanita itu berseru penuh sukacita, seakan pengkhianatan adalah anugerah, bukan luka.
Dengan suara tajam menusuk, ia kembali mencemooh Adelia, seolah penderitaannya tak lebih dari lelucon keluarga.
"Lihat kan, siapa yang bermasalah? Kamu lah Adelia, kamu!" sentak Ratna.
Di sisi lain, Hariadi hanya mampu terdiam. Matanya memancarkan seberkas iba yang tak cukup untuk menyelamatkan sang menantu dari luka yang sedang menganga.
Hariadi ingin bersuara, ingin berdiri membela, karena setidaknya ia tahu, bahwa yang dilakukan Wisnu adalah sebuah dosa besar.
Namun, ia lebih memilih diam. Mungkin karena takut, dengan sang istri, atau lelah dengan drama keluarga ini.
"Siapa namamu, Nak?" tanya Ratna yang kini duduk seraya mengelus lengan wanita muda itu. Suaranya yang lembut menyadarkan Adelia, bahwa ia tak pernah diperlakukan seperti itu, selama sepuluh tahun berdiri sebagai menantu satu-satunya.
“Intan, Tante.” Suaranya lirih, tapi cukup untuk menusuk dada Adelia. “Maafkan aku, Tante. Sebenarnya aku tidak mau mengganggu keluarga ini. Sebenarnya aku ingin pergi, tapi Mas Wisnu memaksa. Aku tahu aku salah, seharusnya aku bisa lebih kuat menolak, tapi a—”
“Ssstt, sudah, Intan. Semua sudah terjadi, tidak usah disesali,” ucap Ratna sambil menyeka air mata wanita itu. Seakan yang ia adalah korban sejati dari kisah ini.
Adelia bungkam. Matanya sibuk menelusuri wajah Intan. Wajah yang tadi pongah dan tak berbelas kasih itu, kini menampakkan raut iba yang dipaksakan.
Namun, Adelia tidak buta. Ia bisa melihat jelas topeng itu. Melihat betapa terlatihnya Intan berpura-pura rapuh demi simpati.
“Sekarang, berapa usia kandunganmu?” tanya Ratna kemudian, seolah yang hadir bukan istri sah anaknya, melainkan ibu dari cucu yang telah lama didambakan.
"Empat belas minggu, Tante." Suaranya lagi-lagi lirih tersayat.
Adelia sontak memejamkan matanya, demi menghilangkan rasa sakit yang kembali mendera. Sekarang, ia tahu mengapa Wisnu selalu pulang terlambat.
"Kapan kamu mengetahuinya?" tanya Ratna lagi.
"Saat berusia tujuh minggu. Sebenarnya Mas Wisnu sudah diberitahu sejak lama, tapi ...." Intan sengaja menggantung perkataannya, demi menggali lebih dalam kepekaan pada diri Ratna.
"Mama mengerti, mama mengerti,"kata Ratna. "Mulai sekarang jangan panggil tante ya? Panggil saja saya 'mama', seperti yang dilakukan Wisnu. Oke?" sambung wanita itu kemudian.
Sambil menangis Intan menganggukkan kepalanya.
Dunia benar-benar sudah gila. Ratna kini terlihat sibuk menenangkan wanita itu dengan sebuah pelukan hangat, padahal di sini ia lah yang butuh ditenangkan.
Seketika itu juga, suara langkah kaki yang tergesa menggema. Wisnu pulang. Wajahnya panik saat mata mereka bersirobok. Namun, alih-alih menenangkan Adelia, ia justru terpaku pada pemandangan tak masuk akal, yaitu sang ibu yang sedang memeluk wanita dua tahunnya.
“Wisnu, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu sembunyikan ini dari Mama?” suara Ratna menggema di ruang keluarga yang mencekam.
“Aku ti-tidak...” Wisnu gagap.
“Coba dari awal kamu jujur! Mama mengerti. Mama tak akan ambil pusing soal ...” Tatapan Ratna kemudian beralih tajam pada Adelia yang membeku di tengah-tengah ruangan.
“Maksudnya, Mama tidak marah?” Wisnu bertanya dengan suara lirih.
“Tentu saja tidak, Sayang! Intan mengandung darah dagingmu, cucu yang Mama dambakan. Bukti bahwa kamu pria sehat, pria normal!”
Wisnu terdiam. Entah mengapa perasaannya malah senang setelah mengetahui pendapat Ratna. Ketakutan yang semula dirasakan pria itu kini menguap seketika. Lega. Seolah tak ada yang salah, seolah luka Adelia pantas ia dapatkan.
"Mama harap kamu tidak lari dari tanggung jawab, Wisnu, segera nikahi Intan!" titah sang ibu kemudian.
Wisnu, Hariadi, dan Adelia terkejut.
"Ma, Wisnu memiliki istri!" Hariadi yang sejak tadi diam akhirnya angkat suara.
"Mama tahu, tapi mau gimana lagi, Wisnu harus tetap bertanggung jawab!" sahut Ratna ketus. Wanita itu kemudian menatap Adelia. "Jadi, Adelia, silakan pilih, mau bercerai atau memiliki madu?"
Dunianya lahi-lagi runtuh kembali. Dada Adelia terasa terbakar, dan ketika air matanya jatuh, ia tahu tak akan ada pelukan yang datang untuk menghapus luka ini.
“Hapus air mata menjijikkan itu! Jangan salahkan Wisnu! Yang salah itu kamu, karena tidak mampu memberikan keturunan!” sentak Ratna.
Adelia menarik napas panjang demi menahan isaknya. Perlahan ia berkata, “boleh aku bicara dengan Mas Wisnu, berdua saja?”
“Untuk apa? Kamu itu ti—”
“Aku akan bicara dengan Adelia, Ma.” Wisnu memotong. Mereka masuk ke dalam kamar. Sementara Intan tetap menunggu bersama ayah dan ibunya.
Dan di sana, Adelia menumpahkan segalanya.
Sesampainya di kamar, Adelia menangis sesenggukkan di hadapan Wisnu. Dia bahkan memukuli dada Wisnu yang hanya diam berdiri tanpa berusaha menenangkan hatinya.
"Ya Allah, Mas, kamu jahat sekali! Apa dosaku sebesar itu padamu dan keluarga? Kalau kamu memang tidak bisa menerimaku, kamu bisa langsung menceraikan aku saja sejak dulu!" jerit Adelia.
Tangannya kini meremas dan memukul-mukul dadanya sendiri, demi menghilangkan rasa sakit yang mulai menyiksa.
Namun, lagi-lagi Wisnu sama sekali tidak bergerak.
“Maaf, Del. Hanya itu yang bisa aku katakan," ucap Wisnu tanpa menatap mata Adelia. Mungkin ia takut, atau risih melihat drama tangis yang sang istri perlihatbg
Tangisan Adelia semakin dalam.
“Suka tidak suka, aku tetap akan menikahi Intan. Namun, aku tidak akan menceraikanmu.” Wisnu kembali bersuara, tetapi kini dalam kalimat yang berbeda, dengan raut wajah yang berbeda.
Adelia menatapnya nyaris tak percaya. “Apa maksudmu? Kamu ingin menyiksaku hidup-hidup?"
Tak ada jawaban. Hanya keheningan yang mengiyakan segalanya.
“Biar bagaimana pun, aku tidak akan melepaskanmu, Del!” Wisnu pun pergi meninggalkan kamar.
Seketika itu juga Adelia roboh di lantai. Menangis seperti anak kecil yang baru saja kehilangan segalanya.
Tangisnya bukan lagi tentang airmata, melainkan ratapan jiwa yang dihancurkan tanpa belas kasihan.
...**********...
Kabar soal kehamilan Intan pun sampai ke telinga keluarga Adelia. Ratna lah yang memberitahu mereka semua melalui kedatangannya ke sana bersama Wisnu, Hariadi, dan Adelia sendiri.
Ayah, ibu, Dinda dan suaminya Doni, tentu saja terkejut mendengarnya. Mereka pikir, kedatangan keluarga Wisnu hanya sebagai kunjungan biasa karena mereka memang sudah lama tidak bertemu.
"Jadi, kami harap bapak dan ibu mengerti keadaan ini. Sebagai manusia biasa, Wisnu harus bertanggung jawab." Ratna kembali mengingatkan rencana pernikahan Wisnu dan Intan.
"Kalau begitu, kembalikan saja Adelia kepada kami, Bu Ratna." Arwan, sang ayah lah yang pertama berhasil menguasai diri. Pria itu tampak sangat terluka mengetahui putri bungsu yang ia rawat dan kasihi ternyata disakiti sedemikian rupa oleh suaminya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Ahmy Putri
dasar egoisss
2023-09-28
0
Yati Syahira
laki "egois ,adel cerai sja percuma suamimu sdh tdk mencibtaimu lagi
2023-07-11
0