Hingga pukul dua dini hari, Adelia masih berkutat dengan cucian kotor. Ia baru menyelesaikan setengahnya, dari semua cucian yang ada.
Kedua tangannya kini terasa perih dan pegal, tapi ia tak berani berhenti. Ratna pasti akan murka jika mendapati cucian-cucian itu belum selesai.
"Ya Allah, Bu!" Suara Aminah dan Lastri, dua asisten rumah tangga Ratna, terdengar memecah kesunyian. Mereka tiba-tiba datang ke ruang laundry, menatap Adelia dengan sorot mata perihatin.
Sejak tahu Adelia diperintahkan untuk mencuci seluruh pakaian kotor secara manual, keduanya diam-diam khawatir. Mereka sepakat bangun dini hari demi membantu Adelia, tanpa sepengetahuan penghuni rumah.
"Loh, kalian kenapa ke sini? Bukannya tidur?" tanya Adelia heran, menoleh cepat. Ia tak lagi peduli pada pakaiannya yang kuyup oleh air cucian.
"Kita mau bantu Ibu biar cepat selesai. Ayo, Las!" seru Aminah mantap.
"Nggeh, Mbak," jawab Lastri dengan logat jawanya yang kental.
"Eh, jangan, Aminah, Lastri! Saya bisa kerjakan sendiri. Sudah, kalian istirahat saja. Kalau ketahuan Ibu Ratna bisa runyam!" sergah Adelia dengan nada cemas. Namun, keduanya menggeleng pelan, enggan mundur. Tanpa banyak bicara, mereka langsung mengambil sisa cucian kotor dan mulai bekerja.
Adelia mencoba melarang lagi, tapi usaha itu tak membuahkan hasil. Kedua wanita muda itu tetap bersikeras membantu, hingga Adelia akhirnya menyerah.
"Terima kasih, ya, Aminah, Lastri," ucapnya dengan suara bergetar dan mata memerah oleh rasa haru.
"Sama-sama, Bu," jawab mereka serempak.
Ketiganya kini tengah memandangi jemuran yang telah selesai dicuci dengan tatapan puas. Berkat bantuan Aminah dan Lastri, cucian berikutnya selesai tak sampai satu jam.
"Terima kasih sekali lagi, ya, Aminah, Lastri," ucap Adelia tulus.
"Nggeh, Bu. Sekarang Ibu istirahat, ya. Kami pamit dulu," ujar Lastri, disambut dengan anggukan Aminah.
Sebelum pergi, keduanya sempat merapikan bekas makan mereka. Di sela-sela pekerjaan tadi, Lastri menang sempat membuat tiga mangkuk mi instan, dan khusus untuk sang majikan, ia menambahkan dua butir telur ayam, agar Adelia bisa sedikit lebih bertenaga.
Setelah keduanya kembali ke kamar masing-masing, Adelia pun berniat berganti pakaian. Namun, langkahnya terhenti ketika matanya bertemu dengan Wisnu, yang baru keluar dari kamarnya.
...**********...
Intan lagi-lagi menggerutu ketika suara-suara berisik kembali mengusik tidurnya yang nyenyak. "Mas, bisa diam tidak, sih? Aku tidak bisa tidur!" seru Intan geram.
Wisnu yang kini terduduk di ranjang sontak mengusap rambutnya frustrasi. "Sayang, bisa buatkan aku secangkir teh hangat," pinta Wisnu lembut.
Intan yang tidur membelakanginya masih terdiam. Tanpa berbalik ia pun menjawab ketus. "Mas tidak lihat aku butuh istirahat karena sedang hamil? Lebih baik Mas buat saja sendiri sana, kan tidak sulit!"
Wisnu menarik napas berat. Sejak dulu, Intan memang sulit dimintai tolong. Padahal, ia tahu Wisnu sering terbangun di tengah malam dan butuh sesuatu untuk menenangkan diri.
Satu-satunya wanita yang selalu mengerti kebiasaan itu hanyalah Adelia. Selelah apa pun, ia akan tetap bangun dan membuatkan teh hangat untuknya.
Namun kini, wanita itu tak lagi tidur di sisinya.
Entah mengapa, pikirannya mendadak dipenuhi sosok Adelia. Apakah ia merindukannya? Atau sekadar merasa, bahwa Adelia lebih berguna?
...**********...
"Mas, butuh sesuatu?"
Wisnu yang baru saja menutup pintu kamarnya, tiba-tiba dikejutkan dengan suara wanita yang tadi sempat memenuhi pikirannya. Siapa lagi kalau bukan Adelia?
Wisnu mengalihkan pandangannya pada wanita itu, dan sontak memasang raut wajah aneh ketika menyadari penampilan kacau Adelia dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Pasalnya, hampir seluruh pakaian Adelia basah dan lepek. Rambutnya bahkan tergelung berantakan. Satu-satunya yang kering di mata Wisnu hanyalah selembar sweater lusuh yang ia yakini bukan milik Adelia.
sadar akan tatapan sang suami, Adelia langsung merapatkan sweater milik Lastri yang dipinjamkan padanya sebelum pamit pergi. Adelia merasa malu, sebab Wisnu pasti risih dengan penampilan lusuh dirinya saat ini.
"Mas mau dibuatkan teh hangat?" tanyanya lembut, mengabaikan sorot heran yang terpancar dari wajah Wisnu.
Pria itu diam sejenak, lalu mengangguk.
Senyum tipis muncul di wajah Adelia, meski kelelahan jelas membayang. "Mas tunggu saja di kamar. Biar aku buatkan," ujarnya ramah.
Namun, Wisnu malah mengekori langkah Adelia ke dapur.
"Kamu kenapa basah-basahan begini?" tanya Wisnu penasaran.
Adelia sontak meringis. "Akku baru saja selesai mencuci, Mas," jawabnya lirih.
"Mencuci jam segini?" tanya Wisnu lagi.
Adelia mengangguk. "Tadi aku di rumah ibu sampai malam, lupa kalau ada cucian kotor. Jadi, supaya cepat kering, aku langsung mencucinya," kilah Adelia. Entah mengapa ia lebih memilih menyembunyikan fakta yang ada, padahal Wisnu mungkin mengetahuinya juga.
Wisnu sebenernya tak benar-benar peduli pada apa yang Adelia lakukan. Ia hanya penasaran dan ingin tahu, hal apa yang membuat Adelia masih terjaga di jam-jam seperti ini.
Adelia menyuguhkan segelas teh jahe hangat kepada Wisnu. "Diminum Mas, selagi hangat."
Wisnu tak berkata apa-apa. Ia hanya menerima cangkir itu, meniup pelan, lalu menyesapnya dengan penuh nikmat.
Hening.
Namun, perasaan tak nyaman yang tadi mengganggunya tiba-tiba hidup. Degup jantung yang semula terasa sesak, kini digantikan dengan kehangatan yang lembut merambat ke dada..
Adelia yang kini duduk tepat di hadapan Wisnu, menyodorkan beberapa bungkus permen jahe yang dimilikinya. Selama beberapa saat keduanya terus berada di sana tanpa suara.
Hanya sorot mata saja yang sesekali diperlihatkan pria itu pada wajah istrinya.
Dalam hati, Adelia merasa sangat bahagia karena bisa memiliki waktu berdua dengan Wisnu, meski hanya sekadar menemaninya minum teh.
Jaid, Momen inilah yang selalu dinanti-nantikan oleh Adelia. Tanpa pertengkaran. Momen yang jarang sekali terjadi di antara mereka berdua. Terlebih, setelah adanya kehadiran Intan di rumah tangga mereka.
Setelah hampir lima belas menit berada di sana, teh jahe buatan Adelia pun akhirnya tandas tak bersisa. Adelia dengan cekatan membereskan kembali dapur dan meja makan mereka, sebelum kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Terima kasih," ucap Wisnu akhirnya.
Adelia menganggukkan kepala. "Sama-sama, Mas,"jawabnya. Saat ia hendak berbalik meninggalkan Wisnu, wanita itu seketika berhenti dan menoleh kepada Wisnu lagi.
"Jangan lupa oleskan minyak kayu putih di telapak kaki Mas, supaya Mas bisa tidur nyenyak."
Setelah berkata demikian, Adelia pun benar-benar pergi menuju kamarnya sendiri, meninggalkan Wisnu yang sibuk menatap punggung penuh keteguhan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
S
Kasihan keluarga Adel yg sedih krn kebodohan anaknya.
2023-07-11
1
S
ini ceritanya Adel bucin sama wisnu .bodohlah ndak papa asal slalu di samping sang pujaan hati.
2023-07-11
0