“Jadi, gimana, gimana? Mertuamu masih suka nyinyirin kamu nggak, Del?”Dua kakak beradik itu kini duduk di atas ranjang kamar Adelia semasa remaja. Dinda lah yang menarik sang adik ke ruangan itu, setelah mereka kembali dari mengantar makanan untuk sang ayah.
“Tidak, kok, Mbak. Sikap Mama sudah jauh lebih baik sekarang,” dusta Adelia, mencoba tersenyum meski terasa dipaksakan.
Dinda langsung memicingkan matanya. Mematri kecurigaan pada sang adik yang telah hidup senadi dengannya. “Jangan bohong sama Mbak, Del. Kamu mungkin bisa menipu ibu sama bapak, tapi nggak dengan Mbak. Kamu itu punya keluarga, Del. Jangan dipendam sendiri. Cerita ... seenggaknya biar hatimu lebih tenang.”
Mata Adelia berkaca-kaca. Dinda memang selalu menjadi pelabuhan tempatnya menepi. Kegundahannya selalu bisa ia tumpahkan padanya. Selisih usia sepuluh tahun membuat Adelia merasa terasa seperti memiliki dua orang ibu.
“Kemarin Mama memaksaku pakai testpack lagi, Mbak, dan hasilnya masih negatif,” lirih Adelia.
Dinda menghela napas. “Lalu?”
“Seperti biasa, Mama marah-marah. Tapi Papa membelaku. Beliau menyuruh Mas Wisnu ikut periksa ke dokter,” jawab Adelia pelan.
“Dan suamimu mau?” Dinda menatapnya lekat
Adelia menggeleng lemah. "Aku tidak bisa memaksa, Mbak. Aku tidak mau, hanya karena masalah ini hubungan kami jadi semakin memburuk. Biarlah semua kesalahan dilimpahkan padaku, toh bisa saja aku memang belum pulih benar."
Adelia buru-buru menyematkan kalimat terakhirnya, saat Dinda hendak mengeluarkan suara.
"Kamu itu jangan bodoh kenapa, sih, Del! Jangan jadi wanita lemah! Sebisa mungkin kamu harus menyeret Wisnu ke dokter, karena Mbak yakin banget dia juga ikut bermasalah!" seru Dinda dengan raut wajah geram.
Bila saja Adelia tidak terus membelanya, Dinda pasti sudah sejak dulu melabrak keluarga Wisnu, terutama ibu mertuanya yang seperti nenek lampir itu.
Selama ini ayah dan ibu memang tidak tahu soal perlakuan ibu mertua Adelia. Mereka selalu menganggap rumah tangga tangga si bungus baik-baik saja.
Bahkan, ibu dan bapak menganggap keluarga Wisnu sangat baik, karena telah sudi menerima kekurangan Adelia.
"Akan kuusahakan Mbak," ucap Adelia seraya menganggukkan kepala.
"Jangan cuma usaha doang, Del! Kalau kesabaran Mbak sudah habis, Mbak nggak akan segan-segan datang ke rumahmu, loh!" ancam Dinda.
"Jangan, Mbak! Aku nggak mau ribut-ribut. Biarlah, nanti akan kuusahakan meski tidak dalam waktu dekat ini," pinta Adelia sembari menggengam erat tangan Dinda.
Dinda hanya bisa mendengkus keras-keras. Wanita itu terkadang kesal dengan sifat Adelia yang cenderung lembut dan pemurah. Berbeda sekali dengannya. Sifat ibu mereka benar-benar menurun pada sang adik.
...**********...
Tepat pukul tiga sore Adelia tiba di rumah. Ratna yang sedang asyik menonton tayangan televisi di ruang tamu, sontak mencibir saat melihat kepulangan sang menantu.
"Enak betul, disaat suami kerja, kamu malah pergi keluyuran! Mentang-mentang ada pembantu, bukan berarti kamu bisa seenaknya saja keluar masuk rumah ini, dan mengabaikan tugas rumah, Del!"
Adelia menunduk, lalu menghampiri Ratna untuk mencium tangannya. Namun, tangan itu ditepis kasar oleh Ratna.
“Maaf, Ma. Tadi aku hanya berkunjung ke rumah ibu dan bapak," jawabnya memberi alasan.
“Alaaah, sama saja! Kamu itu sering sekali pergi dari rumah! Nggak betah, apa? Kalau nggak betah, sana balik aja ke rumah orang tuamu sendirian, jangan balik-balik lagi ke sini!"
Adelia hanya diam, saat sang mertua lagi-lagi melontarkan kalimat menyakitkan untuknya. Ia berkali-kali membisikkan mantra ketenangan dalam hati, agar tak terpancing emosi.
“Maaf, Ma,” katanya lirih.
“Maaf, maaf ... itu saja yang bisa kamu ucapkan! Jadi istri nggak becus, jadi ibu juga gagal! Apes betul Wisnu menikah dengan kamu!”
Jantung Adelia terasa diremas paksa, tatkala Ratna mengatakan hal demikian. Ia berusaha menahan diri untuk tidak menangis di depan wanita itu.
"Ma, aku permisi dulu ya," ucap Adelia dengan suara pelan, sambil berlalu meninggalkan sang mertua.
"Tuh, kan, diajak bicara malah pergi begitu saja! Dasar menantu kurang ajar!" pekik Ratna seraya menatap punggung Adelian bengis.
Sesampainya di kamar, Adelia menyandarkan punggungnya di daun pintu, dan membiarkan airmata turun membasahi pipi wanita itu.
Adelia benar-benar tidak tahan tinggal satu rumah dengan sang mertua. Jiwanya sangat tertekan. Ingin rasanya ia pindah dan hidup berdua saja dengan Wisnu. Namun, pria itu tak pernah sudi meninggalkan tempat ini.
...**********...
Adelia sempat merasa lega saat melihat kepulangan suaminya tepat waktu. Namun, Wisnu pulang dalam keadaan kusut dan tidak bersemangat, seolah ada sesuatu yang tengah ia pikirkan.
“Mas, kenapa? Dari tadi Mas kelihatan murung. Ada masalah di kantor?” tanya Adelia sambil memijit kaki suaminya dengan lembut.
Bukannya menjawab, Wisnu malah terlihat sibuk memainkan ponselnya. Sesekali wajah pria itu tampak gusar, terutama saat dering ponselnya berbunyi tiap beberapa waktu.
Akhi-akhir ini, Wisnu memang lebih banyak fokus dengan ponselnya. Ia bahkan tak pernah melepaskan benda itu, dan selalu membawanya ke manapun.
Adelia menatap ragu Wisnu. Intensitasnya yang berlebihan terhadap ponsel, membuat Adelia tak kuasa bertanya.“Mas sedang chatting sama siapa?”
Wisnu bungkam. Ia mengabaikan pertanyaan istrinya.
Hal tersebut tentu membuat rasa penasaran Adelia timbul. Dengan penuh keberanian, wanita itu mendekati Wisnu untuk ikut melihat ponselnya.
Namun, belum sempat wanita itu melihat, Wisnu yang terkejut dan bergegas menyembunyikan ponsel itu di belakang tubuhnya.
"Mau apa kamu? Lihat apa? Jangan kurang ajar kamu, Adel!" bentak Wisnu marah.
Adelia terkejut dan panik. "Ma—maaf, Mas. Aku hanya penasaran karena Mas sama sekali tidak menanggapi pertanyaanku tadi," ucap Adelia ketakutan. Wanita itu tidak berani menatap mata tajam Wisnu.
Wisnu yang kesal segera mendorong Adel, hingga tubuhnya terlentang di atas tempat tidur. "Lancang sekali kamu, padahal sudah kubilang untuk jangan coba-coba mengganggu dan ikut campur urusanku!" Telunjuk pria itu menyentuh kening Adelia keras.
Adelia sontak meringis. Ia buru-buru terbangun dari posisinya, saat Wisnu hendak beranjak dari sana. "Ma—maaf, Mas, aku benar-benar minta maaf," katanya memohon,bsambil memegang erat tangan sang suami.
"Lepaskan, Bodoh!" hardik Wisnu seraya melepaskan kasar tangan Adelia dan pergi meninggalkannya.
"Mas mau ke mana?" tanya Adelia.
"Diam, kamu!" Tanpa menoleh sedikit pun ke arah Adelia, Wisnu membantung pintu kamar mereka dengan keras, seolah memberi Adelia tanda akan amarah Wisnu yang membuncah.
Di lain sisi, Adelia mencengkeram dadanya yang kini terasa panas dan nyeri, sambil terisak-isak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Evy
kalau keadaan rumah tangga sudah seperti itu... lebih baik mundur...
2024-09-07
0
Tri Widayanti
Apes amat dpt suami dan mertua kyk gitu😢
2024-08-18
0
Wo Lee Meyce
aishhhhh,,bikin geram betul sama si Adel,,boleh jdi permpuan lembut tapi jgan lemah dong,,bikin jatuh harga diri perempuan saja😤😤
2023-10-03
1