Tepat pukul setengah tiga pagi, Wisnu kembali masuk ke dalam kamarnya. Di sana, dalam balutan cahaya lampu temaram, Adelia terbaring pulas di ranjang mereka dengan wajah damai. Namun, di balik kedamaian itu, tersisa jejak-jejak airmata yang telah mengering di pipi.
Wisnu menarik napas panjang. Dengan gerakan perlahan, ia merebahkan diri di sisi istrinya, lalu menatap langit-langit kamar yang gelap dengan pandangan yang sulit diartikan.
Jujur saja, selama sepuluh tahun menikah, Wisnu hanya merasakan getaran-getar cinta pada Adelia di tiga tahun pertama. Dua tahun setelahnya ia mencoba mempertahankan perasaan itu dengan tetap menjadi suami idaman yang bisa dibanggakan.
Namun, tepat setelah dokter menyatakan, bahwa Adelia mengalami ketidaksuburan dan harus melakukan beberapa prosedur medis secara rutin, rasa itu perlahan menipis hingga akhirnya sirna.
Bagaimana tidak, sebagai pria yang lahir menjadi anak tunggal, memiliki keturunan adalah segalanya. Ia dididik untuk menjadi penerus, pilar yang akan menguatkan fondasi keluarga dan usaha yang telah dirintis turun-temurun.
Namun, Adelia, istri yang dinikahinya ternyata tak mampu memberikan seorang anak. Bahkan setelah bertahun-tahun dilalui, dalam hasil medis yang sehat, rahimnya tetap saja hampa.
Kekecewaan jelas terpancar dari diri Wisnu. Impiannya untuk menjadi seorang ayah, dan pria sempurna gagal karena salah dalam memilih wanita.
Cinta yang dulu selalu berkobar dalam jiwanya mendadak padam. Cintanya yang hilang membuat pria itu memilih untuk mencari wanita lain.
Sebagai pria tampan dan mapan, bukan hal sulit baginya untuk menarik perhatian lawan jenis. Namun, sejak dua tahun terakhir, ia melabuhkan pilihannya pada seorang wanita muda berusia dua puluh tiga tahun, yang merupakan karyawannya sendiri.
Di mata Wisnu, sosok gadis itu sangat berbeda dan sangat menarik. Perbedaan usia tiga belas tahun pun tak cukup untuk meredam hasrat dan keinginan Wisnu, agar bisa menjalin hubungan terlarang bersamanya.
Dua tahun ia sembunyikan semuanya rapat-rapat. Namun, kini, rahasia itu terancam pecah. Sang kekasih datang membawa kabar kehamilan, dan menuntut tanggung jawab.
Meski Wisnu telah mengubur cintanya pada Adelia, tapi ia tetap tak sanggup melepaskannya.
Adelia adalah bentuk perjuangannya di masa lalu. Wanita itu patut dipertahankan dengan semestinya.
Wisnu mengacak rambutnya frustrasi. 'Apa yang harus kulakukan?" gumam pria itu dengan suara rendah, nyaris berbisik.
***********
Pagi itu, Adelia turun lebih awal dari biasanya. Dengan harap-harap cemas, ia menyiapkan sarapan untuk sang suami dan kedua mertuanya.
Meski tidak mahir memasak, ia tetap mencoba. memenangkan hati sang mertua, demi membuktikan diri, bahwa ia masih layak bersanding dengan pria itu.
Namun, harapan itu runtuh seketika.
"Makanan apa ini, Del? Asin sekali!" seru Ratna ketika baru memasukkan sesendok nasi dan lauk yang dimasak sang menantu.
Lagi-lagi hati Adelia dihancurkan. Kepercayaan diri yang ia bangun sejak saat memasak sontak menguap. Ratna menggunjingnya terang-terangan. Wanita berusia enam puluhan itu bahkan langsung meminta asisten rumah tangga mereka untuk membuatkan makanan yang baru.
"Bukannya sudah Mama bilang berkali-kali untuk tidak ikut campur dalam urusan dapur? Kamu itu tidak becus memasak Adelia!" hardik Ratna.
Adelia hanya bisa tertunduk. Tangannya yang semula memegang sendok makan kini terkulai di sisi tubuhnya.
"Semua makanan jadi tak layak dimakan dan harus dibuang. Di mana otakmu, Adeeel? Kamu pikir cari uang itu gampang!" pekik Ratna seraya berdiri.
Hariadi mencoba menenangkan Ratna dan memintanya untuk duduk kembali di kursi.
Ratna tentu saja menolak. Ia dengan kasar malah menepis tangan sang suami. Wanita itu terus saja mengoceh dan menghina Adelia dengan segala kata-kata menyakitkan, sampai tiba-tiba Wisnu dengan keras meminta sang ibu untuk diam.
"Wisnu, kamu berani membentak Mama!" pekik Ratna dengan wajah terkejut.
Wisnu menghela napas. "Mama sudah kelewatan kali ini. Adelia memang tidak pandai memasak, tapi dia masih mau berusaha menyenangkan hati Mama. Kalau pun Mama tidak menyukai masakannya, Mama bisa mengatakannya dengan bahasa yang lebih baik!" jawab Wisnu.
Ruangan sunyi seketika. Tak hanya Ratna yang terkejut, Adelia pun tak percaya, sebab ini adalah pertama kalinya Wisnu membela. Sebuah hal kecil yang terasa besar bagi seorang istri yang hanya ingin diakui.
Ratna yang syok dengan tingkah sang putra lalu membanting sendok dan pergi dengan marah. Adelia refleks hendak menyusul, tapi Wisnu menahannya. "Biar Papa saja."
Mereka kembali duduk. Hening sesaat, lalu Adelia memberanikan diri bertanya, "Kenapa Mas membelaku? Kan, memang aku yang salah," ucapnya lirih.
"Mama sekali-sekali harus diberi pengertian. Beliau tak bisa terus membencimu seperti itu," jawab Wisnu.
Hati Adelia mengembang. Padahal, baru semalam ia menangis sesenggukkan karena dibentak Wisnu. Namun, pagi ini, Wisnu sudah menunjukkan sikap lain. Pria itu berubah.
Mungkin Wisnu melakukan ini sebagai wujud permintaan maafnya semalam, dan Adelia tidak mempermasalahkan itu. Yang jelas Adelia bisa mendapat perlindungan dari suami, seperti yang selama ini ia harapkan.
Dalam kesempatan ini, Adelia akhirnya mengutarakan satu keinginan besar yang selama ini terpendam dalam hatinya. Dengan nada hati-hati, wanita itu meminta Wisnu untuk pindah rumah dan hidup berdua saja.
"Kamu tahu Del, Mas anak tunggal. Mas tidak bisa meninggalkan papa dan mama." Wisnu menatap Adelia tegas.
"Aku tahu, Mas. Makanya aku cari tempat tinggal yang cocok untuk kita dan tak jauh dari rumah. Kita masih bisa tetap bolak-balik ke sini." Adelia meraih tangan Wisnu dan menggenggamnya.
Wisnu terdiam. Perasaan risih hadir ketika sang istri memegang tangannya. Selama ini Wisnu memang selalu memaksakan diri melakukan kontak fisik dengan Adelia, termasuk hubungan mereka di kamar yang baginya tak lebih dari sekadar nafkah batin saja, bukan cinta.
"Mas akan pikirkan." Hanya itu sepenggal kalimat yang keluar dari mulut Wisnu. Pria itu pun meminta Adelia untuk melanjutkan sarapannya.
"Jangan dimakan Mas, nanti sakit perut!" sergah Adelia, saat Wisnu hendak menyantap kembali makanannya.
Wisnu tidak peduli. Ia dengan santai menyuapkan makanan tersebut ke dalam mulutnya.
Adelia menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. Meski kecil, pembelaan tadi terasa besar baginya. Adelia merasa bahwa cinta masih ada di antara mereka. Harapannya untuk selalu bersama semakin besar.
Namun, sayangnya, harapan itu segera hancur. Kini, Adelia menyadari, bahwa perubahan sikap yang ditunjukkan pria itu semata-mata hanya untuk menutupi drama bejat yang selama dua tahun ia sembunyikan. Drama yang semakin menambah keretakan dalam rumah tangganya.
"Aku hamil anak Mas Wisnu, dan aku menuntut pertanggungjawaban darinya!"
Dunia Adelia runtuh seketika. Luka yang ia selalu tambal selama bertahun-tahun, akhirnya berdarah lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Tri Widayanti
Tinggalin Del
2024-08-18
0
Ahmy Putri
hadehhhhhh...minta cerai aja del
2023-09-28
0