"Maafkan saya Tuan, saya malah mengacaukan semuanya, seharusnya saya memasak, tapi--"
Ken menyentuh telapak tangan Rara, hal itu membuat Rara jadi salah tingkah, tadi ia merasa ketakutan, tiba-tiba ia teringat kejadian itu, yang selalu membuatnya trauma, dan saat Ken datang, seolah membuat hatinya menjadi lebih tenang, rasa takutnya pun menghilang.
Rara menatap mata Ken, untuk pertama kalinya Ken terlihat menatapnya penuh perhatian, karena biasanya Ken selalu ketus, angkuh, dan tidak mau memandangnya sama sekali.
"Kau sudah merasa lebih tenang?" tanya Ken, masih menatap lekat kedua mata Rara.
Rara menganggukkan kepalanya.
"Iya, maafkan saya Tuan, saya membuat semuanya jadi berantakan." ucap Rara.
"Sudahlah, ini sebabnya aku memintamu tinggal denganku, karena aku sangat paham kalau trauma sepertimu, bisa sewaktu-waktu muncul kembali, kalau kau sendirian, maka siapa yang akan menenangkanmu." ujarnya.
Ken membantu Rara berdiri, lalu ia melepaskan genggaman tangannya tadi, wajahnya kembali dingin tanpa ekspresi.
"Kau tidak perlu memasak, akan ada yang datang mengantarkan makanan, kau bisa mengganti pakaian, aku sudah meminta Kevin mengantar beberapa pakaian untukmu kesini, jadi kau sekarang duduk saja, tenangkan dirimu,"
"Baik Tuan, maaf saya sudah banyak merepotkan Tuan." ucap Rara lagi.
"Jangan banyak berpikir, tidak akan ada lagi pria yang akan mengganggumu, anggap saja ini balasan karena kau sudah menolong Mama, walaupun aku tahu ini belum sebanding dengan apa yang sudah kau berikan untuk mama." Ken memberikan segelas air untuk Rara.
"Terimakasih," Rara mengambil minuman tersebut, lalu meneguknya hingga habis.
"Tuan sudah membantu saya, tolong jangan anggap kalau Tuan berhutang padaku, saya tidak ingin itu menjadi beban untuk Tuan."
Ken duduk di samping Rara, sambil meneguk minuman yang ada di tangannya.
"Karena itu, mintalah sesuatu, agar aku tidak terus menerus merasa berhutang padamu." tukas Ken.
Rara menghela napas panjang.
"Ini sudah lebih dari cukup, semua bantuan Tuan Ken untukku, ini sudah ku anggap sebagai balasan." jawab Rara.
"Baguslah, kau bisa tinggal disini sampai adikmu pulang dari mengantar Lily, mengenai gajimu, kau sudah bisa mengeceknya besok di kantor," ucap Ken.
"Baik Tuan."
Suara bel berbunyi, sepertinya ada yang datang, Ken menuju pintu lalu membukanya, ternyata yang datang adalah Kevin.
"Masuklah."
Dan Kevin pun masuk ke dalam.
"Hai Nona." sapa Kevin.
"Hai Tuan Kevin," jawab Rara sambil tersenyum kecil.
"Kau sudah bawakan pesananku?" tanya Ken pada asisten pribadinya.
"Sudah Tuan, ini semua adalah pesanan Tuan Ken, dan ini adalah makanan yang di masak oleh Nyonya Araa, katanya harus di habiskan oleh Tuan Ken." terang Kevin.
Ken mengertnyitkan keningnya, menatap Kevin curiga.
"Kau bicara apa saja pada Mama?" tanyanya.
"Saya hanya menyampaikan pesan Tuan Ken saja." jawab Kevin singkat.
"Bagus, sekarang kau boleh pulang, jangan lupa pastikan pria brengsek itu sudah mendapatkan apa yang pantas ia dapatkan." tegas Ken.
"Pasti Tuan, saya permisi," Kevin pun segera pergi.
Rara hanya menunduk, ia merasa dirinya sudah banyak merepoykan bossnya, ia sendiri jadi merasa tidak enak.
"Ini pakaianmu, dan disana ada kamar kosong, setelah ini kita makan bersama."
"Baik Tuan, saya ganti baju dulu," Rara segera masuk ke kamar kosong yang di tunjuk Ken tadi.
"Ini sangat aneh, kenapa aku jadi lembut seperti ini, seperti bukan diriku, atau ini hanya karena aku memiliki hutang budi dengannya? hmm.. pasti karena itu," gumam Ken.
Ken membuka makanan yang dibawakan oleh Araa, makanan itu cukup banyak, ia semakin curiga sepertinya Kevin sudah bercerita pada Araa kalau ada sekertarisnya di apartemennya.
"Astaga," Ken memihat pelipisnya, dasar mulut besar, makinya dalam hati pada Kevin.
***
Di kamar tersebut, Rara menyentuh dadanya yang sejak tadi terus berdebar-debar, saat Ken memeluk tubuhnya, memberikan rasa aman kepadanya, ia merasa seperti di perhatikan, meskipu begitu Rara langsung teringat, kalau bossnya itu, hanya melakukan itu karena merasa memiliki hutang budi terhadapnya.
"Kau ini berpikir apa sih? jangan salah sangka dengan segala kebaikannya, seharusnya aku tidak seperti ini, tapi kenapa saat menatap matanya, aku selalu merasakan perasaan yang aneh, apa sebenarnya perasaanku terhadapnya? mana mungkin kan aku menyukainya?" gumamnya.
Rara menatap ruangan kamar tersebut, sangat mewah dan penuh dengan barang-barang mahal, saat itu ia tersadar, bahwa tidak seharunya ia menyimpan perasaan pada Ken, ia tidak pantas sama sekali akan hal itu, dalam hatinya.
Ia mengambil pakaian yang diberikan oleh bossya itu.
Lagi-lagi pakaian branded dengan model terbaru, walaupun hanya baju santai, tapi Rara tahu bahwa baju ini pasti harganya sangat mahal, ia merasa Ken sangat baik, sudah mau menolongnya, dan juga mau memberikan ini semua kepadanya, tapi ia merasa ini semua terlalu berlebihan baginya, ia menjadi tidak enak saat menerima kebaikan dari Ken tersebut.
Selesai berganti pakaian, Rara tidak lupa mengikat rambutnya, agar terlihat lebih rapi.
"Maaf menunggu lama Tuan," ucap Rara, Ken sejenak tertegun melihat Rara.
"Kau.." Ken tidak jadi melanjutkan ucapannya, untuk sejenak Ken merasa Rara mirip dengan mantan kekasihnya yang telah meninggal.
"Apa ada yang salah denganku?" tanya Rara sambil memeperhatikan baju yang ia kenakan sendiri, apa aku salah saat mengenakannya, gumamnya.
"Duduklah, tidak ada apa-apa," Ucap Ken.
Rara pun segera duduk tepat di hadapan Ken.
"Ini semua masakan mama, kau makan yang banyak," Ken mulai mengambil sumpit, lalu memakan makanan di hadapannya.
Rara masih terdiam, ia melihat berbagai makanan yang ada di hadapannya, ia jadi teringat saat ibunya membuat makanan untuknya.
"Kenapa diam saja? ayo makan." ucap Ken.
Rara pun mulai mencicipi masakan Araa, dan ia terkejut saat makanan itu menyentuh lidahnya.
"Kau kenapa? mana mungkin karena makanannya tidak enak kan?" tanya Ken.
Rara menggeleng cepat.
"Ini sangat enak, dan ini sangat mirip dengan masakan ibuku, ibuku juga suka memasakkan makanan seperti ini untukku, aku terkejut saat mencicipinya, kenapa rasanya bisa sama persis." terang Rara.
"Benarkah? kebetulan sekali," Sahut Ken.
Setelah selesai makan, Rara beranjak dari tempat duduknya, ia bermaksud merapikan piring kotor yang ada di depannya.
"Kau mau apa?" tanya Ken.
"Aku akan membersihkan piring kotornya, tidak masalah aku yang akan mencucinya." ucap Rara.
"Apa kau yakin? akan ada orang yang datang membereskannya nanti, kau bisa beristirahat saja," Ken tidak ingin kalau kejadian saat ingin memasak tadi terulang lagi, pikirnya.
"Tidak apa-apa, ini hanya sedikit, biasanya aku melakukan semua pekerjaan rumah sendiri, jadi ini sama sekali tidak masalah," Rara segera membawa piring kotor tersebut, dan mulai mencucinya.
"Terserah kau saja." sahut Ken.
Ken mengambil buku yang biasa ia baca, ia sengaja duduk di ruang makan, entah kenapa ia cemas kalau-kalau Rara akan kambuh seperti tadi.
Ken terlihat serius membaca, Rara sesekali melihat ke arah Ken, sejauh ini sikap Ken memang dingin, cuek, walaupun begitu ia juga merasa kalau Ken adalah pria yang baik.
Karena melamun Rara sampai tidak sadar kalau ia sedang mencuci sebuah pisau, karena ia kurang hati-hati, sehingga mata pisau tersebut menenai jari telunjuk Rara.
"Ah," Rara mengaduh, jarinya terluka.
Ken tersentak, ia segera menghampiri Rara.
"Kenapa?" tanya Ken, ia melihat jari Rara yang berdarah karerna terkena goresan pisau tadi.
"Kenapa sampai terluka?" Ken reflek menyesap jari Rara yang terluka itu, Rara terdiam, ia kaget tapi juga malah terpaku, bergeming tidak berusaha menolaknya.
'Kenapa aku sepertinya pernah mengalami hal seperti ini? tapi kapan dan dimana?'
_____________________
Author : bingung mau ngomong apa, intinya jangan lupa untuk selalu like, komen yang banyaak yaa...
VOTE nya juga yang banyaak gaes biar masuk rank 10 besar 😁😁
oke reader, toss dulu kita 🤚
Selamat membacaa.. kalau komen rame samoe seratus di semua chapter , cherry up lagi 👀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Eva Rubani
mimpi jd kenyataan
2023-02-03
1
nobita
itu di dlm mimpimu Rara..
2023-01-03
0
Kenzi Kenzi
rara , kekasih ken yg amnesia...berawal dri "sapu tangan abubu,kenangan kita"
2022-05-29
0