Tahanan Vampir Bucin
Rosa berlari dengan tergesa-gesa. Hari sudah malam, gadis itu baru pulang dari kerja paruh waktunya. Padahal pekerjaan itu tak mendapatkan bayaran walau dia bekerja lembur, tapi bosnya selalu saja membuat para karyawan seperti mereka tak bisa pulang tepat waktu dengan berbagai alasan.
"Sebentar lagi! Semangat, Rosa!" ucapnya memberi semangat pada dirinya sendiri.
Dari gang di depannya, samar gadis itu mendengar suara lenguhan. Terdengar seseorang yang sepertinya sedang kesakitan. Rosa menggelengkan kepalanya setelah beberapa saat ragu. "Bukan urusanku, aku harus pulang lebih cepat!" katanya terus melangkah setelah sejenak berhenti di muara gang gelap tadi.
Baru beberapa langkah gadis itu berjalan, dia pun menghentikan langkahnya dan segera berbalik kembali menuju gang yang tadi dia lewati. "Hati nurani ku rasanya hilang kalau aku tak memastikan orang itu baik-baik saja!" katanya terdengar seperti gumaman atau mungkin umpatan. "Ibu, kumohon, semoga orang itu bukan orang jahat dan aku tak terlibat masalah yang serius!" ucap gadis itu mendongak ke atas, menatap langit yang gelap tanpa satu pun bintang yang menggantung di atasnya.
Gang yang gelap menyambut penglihatan Rosa, gadis itu segera menyalakan senter dari ponselnya. Cahaya dari ponselnya cukup untuk melihat kalau pemilik suara yang tadi didengarnya merintih terluka sangat parah. "Astaga!!!" pekik gadis itu hampir menjatuhkan ponselnya saking terkejutnya dia melihat pria di depannya yang masih setengah sadar dengan banyak luka terbuka di sana-sini.
"Ugh, apa yang harus aku lakukan?" gumam gadis itu panik. "Polisi? Rumah sakit? Yang mana yang harus aku hubungi duluan?" katanya bingung.
"Ja ..., ngan ...!" ucap orang itu dengan susah payah. Dari suaranya, Rosa yakin kalau orang itu adalah seorang pria muda.
"Lalu aku harus apa?" tanya gadis itu menatap tak berdaya pada tangan yang memegang ujung celananya. Pemilik tangan itu berusaha untuk menghentikan dia menelepon siapa pun.
"Ugh, kuharap aku tak mendapat masalah karena tak bisa meninggalkan hati nurani ku di laci tua satu-satunya yang aku miliki," kata gadis itu menarik napas panjang.
"Kamu harus berterimakasih padaku, tuan!" katanya sebelum membopong pria yang penuh luka tadi. Tak ada pilihan lain, kalau orang yang bersangkutan tak ingin dibawa ke rumah sakit, dia hanya bisa membawanya ke rumahnya dan merawatnya seadanya. Hanya itu yang bisa dia lakukan. "Jangan mengeluh karena rumahku kecil nanti, ya!" lanjut gadis itu.
Pria yang dibopongnya membuka matanya sedikit sambil tersenyum tipis sebelum dirinya hilang kesadaran. Dia tak merasakan adanya niat buruk dari manusia yang menolongnya saat ini, makanya dia bisa dengan tenang beristirahat untuk memulihkan tenaganya. "A ... kan, ku ... ingat ...," ucap pemuda itu sebelum benar-benar kehilangan kesadaran.
"Huh, kuharap kamu tak melupakan kata-kata yang kamu ucapkan barusan!" timpal Rosa terus membopong pria tak dikenalnya itu dengan susah payah.
Tak berapa lama, sampailah keduanya di rumah Rosa. Rumah susun di lantai teratas yang terlihat sudah sangat lusuh dan tua. Beruntung lift di sini masih berfungsi dengan normal walau terkadang mengalami kerusakan di saat-saat tertentu. "Untung benda tua ini masih bisa berfungsi dengan baik saat aku sangat kelelahan seperti ini!" keluh sang gadis sebelum masih ke dalam lift. Lift tersebut membawa mereka berdua ke lantai paling atas, gadis itu mengeluarkan kunci dan segera membaringkan pria tadi di lantai. Rosa menarik napas panjang beberapa kali, dia lelah, sungguh. Dan kini dia tak bisa langsung istirahat hanya karena hati nuraninya sebagai manusia yang tak bisa membiarkan seseorang berada dalam kesusahan.
"Dasar hati nurani yang tak berguna!" keluhnya sambil memaksakan diri melangkah ke kamar mandi. Dia harus mandi meski hanya mengguyurkan air ke tubuhnya beberapa kali. Setelahnya, baru Rosa bisa mengobati pria tak dikenal yang dia tolong tadi.
Tak sampai satu menit, Rosa keluar dari kamar mandi. Gadis itu terlihat lebih segar setelah mendapat siraman air yang dingin beberapa gayung. Meski lelah masih menggantung, tapi gadis itu tak terlihat selelah tadi. "Mari sedikit oleskan obat pada pria itu dan mencari sesuatu untuk dimakan. Setelahnya baru kita tidur!" tukas gadis itu berbicara pada dirinya sendiri.
"Ya, dewa. Engkau pasti tahu kalau hamba-Mu ini tak memiliki niat buruk, bukan?!" kata Rosa menyatukan kedua tangannya. "Hamba tak memiliki niat aneh juga! Hamba hanya ingin membersihkan luka pria ini, makanya hamba harus membuka sedikit pakaian yang dia kenakan meski tak mau sebenarnya!" lanjut gadis itu terus mengoceh.
Tangan Rosa gemetar tak karuan saat membuka kancing kemeja pria yang tak sadarkan diri itu. Saat satu kancing terlepas, gadis itu menyeka keringat yang membanjiri dahinya, dia juga menghela napas panjang seolah sedang melewati ujian yang teramat berat. "Kumohon jangan terbangun dulu, oke! Aku tak ingin dikira melakukan hal mesum, padahal aku hanya ingin menolong!" gumam Rosa untuk mengurangi kegugupan yang dirasakannya.
"Lalu? Apa aku harus pingsan lagi kalau diriku sudah sadar?" sebuah suara yang terdengar dingin dan tajam masuk ke pendengaran Rosa.
"Ha-ha-ha, aku tak bermaksud seperti itu," balas Rosa tertawa canggung. "Dengar, aku hanya ingin membantu dan tak ada niat lain! Sungguh!" ucap gadis itu menarik tangannya menjauh, tak jadi membuka kemeja pria tak dikenalnya itu.
Tangan Rosa ditangkap dengan cepat, dia di depannya ini membuka matanya. Sepasang mata berwarna emas menatap angkuh ke arah Rosa. Rosa meneguk ludah kasar, apa dia membuat keputusan yang salah menolong orang hanya karena tak tega tadi. "Hai, tolong lepas! Ini sedikit menyakitkan," ucap Rosa tak suka dirinya diperlakukan seperti penjahat.
"Siapa yang mengutus mu?" suara pria itu masih terdengar dingin seperti sebelumnya. "Apa kamu akan meracuni aku hanya karena aku terlihat lemah?" tanyanya lagi menatap curiga.
Ah, Rosa tak tahan lagi. Dia sudah merelakan waktu istirahatnya untuk menolong orang yang tak dikenal. Dia juga sudah susah payah membawa orang ini. Dan sekarang yang dia dapatkan malah dirinya dicurigai sebagai komplotan penjahat. Wah, memang rasa kemanusiaan dan kebaikan itu tak ada artinya di dunia ini. Kenapa dia dengan bodohnya malah menolong orang sombong seperti ini. "Heh, dengar ya!" ketus Rosa tak bisa bersabar lebih lama lagi mendengar ocehan tak bermutu dari pria di depannya ini. "Aku hanya ingin menolong! Persetan dengan hati nurani, andai saja aku bisa membunuh hati nurani ku, aku tak akan menolong orang kasar dan angkuh sepertimu!" lanjut Rosa mengomel. Dia bahkan memaki saking kesalnya dia dituduh yang bukan-bukan.
Pria itu masih menatap tak percaya, tapi beberapa menit kemudian dia malah tertawa kecil. Wajah gadis di depannya sangat lucu menurutnya, apa ini gaya pembunuhan yang baru. Tak buruk juga kalau dia bermain sebentar untuk menikmati waktu ini walau hasil akhirnya akan tetap sama.
"Kenapa tertawa?" hardik Rosa kesal. "Apa menurut anda, saya ini lucu?" ucapnya lagi.
Pria itu berdehem pelan. "Maaf, aku hanya terbiasa bersikap waspada. Kuharap nona mau mengerti," katanya tersenyum dengan lembut. Senyum yang biasanya akan membuat seribu wanita rela mati saat itu juga hanya dengan melihatnya meski untuk sesaat.
"Oke, tapi lepas ini!" tukas Rosa dengan nada ketus. Hal itu membuat pria ini semakin tersenyum senang, sepertinya permainan kali ini akan lebih menyenangkan dari biasanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments