Rumah Untuk Hatiku

Rumah Untuk Hatiku

Janji Kita

"Janji?" Harvey mengulurkan jari kelingkingnya.

"Janjiii!" Maura menautkan jari kelingkingnya pada jari kekasihnya, diiringi dengan tawa lepas.

Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat bagi mereka untuk saling mengenal satu sama lain. Bahkan mereka bertemu jauh sebelum itu. Harvey dan Maura satu kelas sejak di bangku SMU. Keduanya mulai saling mengikat janji saat duduk di bangku kuliah.

Harvey dan Maura sama-sama berasal dari keluarga yang lebih dari cukup, dari segi sosial dan ekonomi tidak ada masalah jika cinta mereka bersatu. Tak ada yang dapat menghalangi kisah cinta mereka yang mulus dan hampir tanpa pertikaian. Keduanya sangat yakin, jika suatu saat mereka akan bertemu di pelaminan.

"Kalau aku wisuda duluan gimana?" tanya Maura sembari mencabuti rumput yang ia duduki.

"Mana mungkin, kamu malas buat tugas akhir." Harvey mencubit gemas hidung Maura, "Begitu aku lulus lalu wisuda, aku akan melamar kamu. Tidak peduli apakah kamu sudah lulus atau belum, kita akan tetap menikah," ucap Harvey tegas.

Maura tertunduk dengan wajah memerah. Sepanjang hubungannya dengan Harvey, baru kali ini pria itu berbicara serius dengan rencana jauh ke depan. Wanita mana yang tidak bahagia jika ada pria yang dicintai, ingin mengajak mengarungi bahtera rumah tangga bersama.

"Sayang, kalau aku kerja dan menetap di luar kota atau bahkan di luar negeri sekalipun, apakah kamu mau ikut denganku?" Harvey menggenggam erat tangan Maura.

"Kemanapun kamu pergi aku pasti ikut." Maura bersandar di bahu Harvey.

"Hmm, nanti nangis kangen sama Mama."

"Kamu tuh mungkin yang ditangisi Mama sama Papamu. Kamu calon penerus satu-satunya yang menggantikan Om Bramantyo nanti. Mana boleh pergi jauh."

"Iya juga sih. Aku harap kamu tidak bosan dan tertekan jika nanti menjadi bagian keluargaku." Harvey menerawang jauh ke tengah kota yang ada di bawah mereka.

Tempat favorit mereka adalah bukit kecil di belakang kampus. Letak kampus yang memang sudah tinggi dari bangunan lainnya, memungkinkan dapat melihat hampir seluruh daerah di sekitar kampus mereka.

Sebagai anak tunggal, tak ada pilihan baginya selain menjadi tumpuan dan harapan orangtuanya meneruskan usaha yang sudah dirintis bahkan sebelum ia lahir.

"Aku sudah akrab banget sama Papa dan Mama kamu, apa yang harus dikhawatirkan?"

"Barangkali kamu bosan dengan rutinitas pekerjaanku lalu kesepian terus selingkuh?"

"Idiiih, kamu tuh yang nanti punya sekretaris cantik, pasti kegoda."

"Benar juga ya." Harvey mengerutkan kening seolah berpikir keras.

"Tuuh 'kan!" Maura mengejar Harvey yang berlari menghindari cubitan serta pukulan sayang Maura.

Lelah berlarian, Harvey menangkap tubuh Maura dan membawanya ke dalam dekapannya.

"Sayang, janji padaku. Tolong jaga mata ini hanya melihat kearahku." Harvey menangkup pipi Maura agar tak berpaling ke arah yang lainnya, "Tangan ini hanya boleh memegang aku." Harvey meraih tangan Maura dan menempelkannya pada pipinya.

"Dari dulu aku tidak pernah menatap pria lain selain kamu, tapi apakah kamu selama ini juga melakukan yang sama?"

"Menurutmu bagaimana?" Harvey menatap lurus pada netra  bening milik Maura. Gadis itu membalas tatapan Harvey, lalu mengembangkan senyum lebar.

Maura sangat yakin dengan kesetiaan Harvey. Selama tiga tahun mereka menjalani hubungan, tak ada konflik besar yang terjadi. Bahkan cemburu kecil yang disebabkan oleh lawan jenis lain, tak pernah mereka alami. Meski banyak pria maupun wanita mencoba masuk ke dalam kisah percintaan mereka, tak satupun di hiraukan Harvey dan Maura.

"Aku percaya padamu, Harvey. I love you."

"I love you more." Harvey mengecup lembut kening Maura. Sebatas itu yang berani mereka lalukan. Ia sangat menjaga kesucian tubuh kekasihnya dan sangat berharap ia juga yang akan menyentuh untuk pertama kalinya.

"Pulang yuk." Tangan Maura menggelayut manja pada leher Harvey.

"Niat mau pulang atau ga sih, kok malah tambah nempel? Aku langsung bawa kamu pulang ke rumah kalau seperti ini," ancam Harvey menggoda.

"Ayo, siapa takut."

"Hmm, mana berani aku. Sabar ya Sayang, tunggu aku selesai skripsi dulu setelah itu kamu boleh ikut kemana saja aku pergi." Harvey mengusap rambut panjang Maura lalu menggiringnya masuk ke dalam mobil.

...❤️...

"Harvey," Pak Bramantyo melepas kacamatanya dan menatap putranya dengan mata lelah, "Bagaimana kuliahmu?"

"Lagi nyusun tugas akhir. Doakan tahun ini bisa wisuda ya, Pa." Harvey tersenyum bangga.

"Syukurlah. Lalu bagimana hubunganmu dengan Maura?"

"Sangat baik, Pa. Aku berencana melamarnya saat aku wisuda nanti." Senyum Harvey semakin mengembang.

Pak Bramantyo menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan berat. Tak ada senyum di wajahnya.

"Kamu ingat Reva?"

Harvey mengerutkan kening lalu menganggukan kepalanya. Reva adalah teman saat di sekolah dasar hingga SMP sekaligus juga tetangga lama, sebelum gadis itu beserta keluarganya pindah ke luar negeri. Cinta monyet pada jamannya.

"Dia mencarimu," lanjut Papa.

"Papa ketemu di mana sama dia?" Harvey tersenyum antusias. Siapa yang tidak bahagia bisa bertemu dengan orang masa lalu yang menyimpan banyak kenangan.

"Kemarin. Papanya Reva 'kan sudah satu tahun ini kerjasama dengan perusahaan kita. Reva juga baru selesai kuliah di luar negeri dan dia sudah kembali ke Indonesia.

"Kapan-kapan nanti aku mau ketemu sama dia. Nanti aku kenalkan juga pada Maura."

"Harvey ...." Pak Bramantyo memajukan tubuhnya dan menumpukan kedua lengannya di atas meja. Kedua telapak tangannya saling meremas gelisah.

"Kamu masih cinta sama Reva?" tanya Pak Bramantyo pelan.

"Astaga Papa, itu hanya cinta monyet dulu." Harvey tergelak kencang.

"Papa berharap kalian melanjutkan hubungan yang dulu."

"Maksud Papa?" Tawa Harvey menghilang.

"Papa ingin Reva menjadi menantu Papa."

"Anak Papa hanya satu dan itu aku. Aku akan menikahi Maura, Pa. Papa jangan mengada-ada deh." Harvey mengibaskan tangannya.

"Papa berhutang pada Papa Reva dan tidak sanggup membayar. Papa bangkrut, Harvey." Suara pria setengah baya bergetar pilu.

"Mana mungkin? Papa masih punya banyak asset! Jual saja semua, tapi jangan aku dong yang Papa jual!"

"Semua sudah habis, yang tersisa hanya rumah ini. Kantor dan semua isinya 80% sekarang milik Papa Reva. Hanya dengan cara seperti ini, kamu akan memiliki kembali apa yang sudah Papa bangun dari dulu.”

"Pa, meskipun aku mau pun, Reva belum tentu mau!"

"Dia masih menyimpan rasa sama kamu. Terlihat sekali dari matanya saat membicarakanmu. Pak Maryono, Papa Reva juga ingin segera bertemu denganmu.”

"Aku punya Maura, Pa. Aku mencintainya!"

"Kamu tidak mencintai Papa dan Mamamu?"

“Pa!” Harvey mengeluh frustasi. Pilihan yang terlampau sulit baginya. Memilih antara cinta dan keluarganya, jelas tidak mungkin, “Apa tidak ada cara lain?” Harvey memandang Papanya lesu.

“Andaikan ada, Papa tidak akan memohon padamu seperti ini.”

...❤️🤍...

 

 

 

Terpopuler

Comments

Margawani

Margawani

lanjut thor..

2023-10-23

1

Margawani

Margawani

lanjut thor..

2023-10-23

0

Mutia Kim🍑

Mutia Kim🍑

Omoooo so sweet banget kalian🤧

2023-06-16

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!