Lepas atau genggam

"Kok kamu ngomong gitu sih. Aku hanya ingin berlaku sopan aja sama Harvey, masa aku langsung menghilang begitu saja padahal sudah janji."

Kendra tersenyum samar, ia tentu tahu apa yang diucapkan Maura tidak sama dengan isi hatinya. Mata dan raut wajah gadis itu masih mengharapkan Harvey yang menggenggam tangannya, bukan dia.

"Mola, kamu mau menunggu Harvey di sini atau ikut denganku?" tanya Kendra lirih. Tatapannya terpaku pada tangan halus yang ada dalam genggamannya.

Gadis itu tidak menjawab. Matanya masih fokus mencari-cari seseorang yang diharapkannya datang menemuinya. Perlahan Kendra mengurai genggamannya. Saat Kendra berada di titik pasrah akan melepas Maura, gadis itu baru mulai merasa ada yang hilang seiring tangan Kendra yang terlepas dari tangannya.

"Ken." Maura mengaitkan jemarinya pada tangan Kendra.

"Pulang bersamaku?" Kendra memastikan.

Maura mengangguk pelan. Masih terasa berat untuk memilih sesuatu yang seharusnya tidak perlu dipilih. Ia tidak mau memilih siapapun, tapi sejatinya ia juga tidak mau ditinggal oleh keduanya.

"Naik motor ya," tawar Kendra.

"Biasa jalan kaki."

"Pingin dipeluk dari belakang sama kamu."

"Iish, mesum!"

Kendra tergelak tak menghindar meski cubitan Maura di pinggangnya terasa nyeri. Bukan itu alasannya mengajak gadis yang belum lama menjadi kekasihnya itu pulang naik motor, tapi karena ia tidak mau mengambil resiko dihadang oleh Harvey sebelum mereka sampai di apartement Maura.

"Aku masakin lagi mau ga?"

"Males cuci piring."

"Nanti aku yang cuci piring, janji."

"Kalau begitu boleh, masakin udang balado ya."

"Siap, Sayang kita belanja dulu. Eh, tapi ada syaratnya."

"Apa lagi." Maura bersungut sembari naik ke atas motor.

"Peluk dong."

"Ga mau ah!"

"Ya sudah, masak aja sendiri." Kendra melipat kedua tangannya di depan dada.

"Buruan jalan." Maura mulai menggerutu kesal. Kendra masih bertahan tidak mau menyalakan mesin motornya.

Hati Kendra mulai berdegub kencang saat lengan Maura melingkar di perutnya. Kehangatan dari pelukan gadis di belakangnya, mampu mengobati rasa sakit yang ditorehkan dari ucapan saudara tirinya.

"Pegang yang erat ya, nanti jatuh." Kendra mulai menjalankan motornya. Ia merasakan kalau Maura menjaga jarak duduknya agar dadanya tidak menempel pada punggungnya.

"Issh, Kendra!" Maura mencubit lagi perut Kendra ketika pria itu tiba-tiba memberhentikan motornya saat lampu merah menyala. Ia malu kerena dadanya menghantam dan menempel pada punggung Kendra.

"Maaf, lampunya merah, Sayang." Maura tak dapat melihat senyum usil Kendra saat mengatakan hal itu. Hangat dan kenyalnya bongkahan yang baru saja menubruknya membawa pikirannya melayang-layang.

Kendra membawanya pergi ke pasar tradisional yang padat dan masih bertanah.

"Kenapa ga di pasar yang kemarin?" Maura enggan menginjakan kaki di tanah yang basah.

"Pasar itu adanya sore sampai malam hari. Ini masih siang, yuk."

Walau berat Maura menurut saja ditarik Kendra masuk ke dalam pasar. Berjubel dengan para pembeli dan penjaja keliling yang menawarkan dagangannya.

Meski terlihat memaksa untuk masuk ke dalam pasar, Kendra tetap melindungi dirinya dari pria nakal yang ingin menyenggol tubuhnya dengan sengaja.

"Jangan jauh-jauh." Kendra merangkul bahunya.

"Coba kamu yang pilih dan tawar harga udangnya."

"Iih, aku ga bisa, Ken."

"Oke, kamu lihat aku dulu ya." Kendra mendekati penjual ikan dan udang, lalu mulai memilih dan menawarnya. Maura terkagum-kagum mengamatinya.

"Sudah dapat semua bahannya, mari kita balik ke apartementmu."

"Kamu ga kerja?"

"Setelah masak untuk kamu, aku baru kerja."

Maura diam dan memperhatikan Kendra yang berjalan di depannya. Banyak yang ia belum ketahui tentang pria ini. Perkataan Harvey serta sikap misterius Kendra saat ditanya soal orangtuanya, cukup membuat Maura penasaran.

Sampai di apartement, Kendra langsung menyiapkan tempat beserta bahan makanan yang akan diolahnya.

"Mola, sini."

"Apa?" sahut Maura malas. Ia sudah nyaman duduk bersandar di depan televisi.

"Aku ajarin masak."

"Ah, malas. Kamu aja."

"Ayo, sini," paksa Kendra.

Dengan sangat terpaksa Maura bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah dapur dengan wajah merengut.

"Cuci tangan dulu, Sayang." Kendra mengambil seekor udang yang dibuat main oleh Maura.

"Aku ngapain di sini. Nanti malah ngerepotin kamu loh."

"Kupas bawang ya, Sayang." Kendra menaruh pisau dan bawang di depan Maura.

"Pedih ini, yang lain aja ada?"

"Bersihkan udang mau?"

"Ini ajalah." Wajah Maura semakin mengkerut kesal. Sembari membersihkan udang, mata Kendra mengawasi gadisnya yang menyipitkan matanya karena uap dari bawang yang ia kupas.

"Aduuh! aaah, periihh!" Maura melepas pisau dan bawang di atas meja begitu saja, tapi begitu tangannya mengusap-usap matanya berulang kali, ia semakin merintih kesakitan.

"Tanganmu bau bawang, Mola. Jangan di kucek terus. Kendra menarik tangan Maura lalu membasuhnya.

Ia juga mengusap air mata yang masih tertinggal di pelupuk mata Maura.

"Masih terasa panas? Coba buka matanya."

Perlahan Maura membuka kedua matanya. Rasa panas dan perih itu masih terasa tapi tidak seperti tadi. Ia mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya untuk menghalau rasa panas yang masih terasa.

Begitu matanya terbuka lebar, ia terkejut ketika wajah Kendra sangat dekat di depan wajahnya. Kedua tangan Kendra menangkup pipinya, sehingga ia tidak bisa mundur bahkan menghindar.

"Masih sakit?" tanya Kendra dengan mata menelisik kedua matanya.

Maura hanya sanggup menggeleng. Dalam jarak yang sangat dekat ini, ia dapat melihat bola mata Kendra dengan sangat jelas. Pria itu mempunyai bola mata coklat yang sama dengan Harvey. Hanya bedanya, Harvey mempunyai sorot mata yang tajam sedangkan Kendra lembut sama seperti tatapannya pada Maura sekarang ini.

Kendra tersenyum, tapi tetap tidak melepaskan kedua tangannya dari pipi Maura. Mata Kendra yang tadinya mengamati kedua matanya, sekarang perlahan turun menatap bibirnya.

Tubuh Maura menegang. Ia sudah dapat menduga isi kepala Kendra. Pria itu ingin menciumnya! Apakah ia harus menolak?, tapi ia juga menginginkannya lagi. Kalau boleh berkata jujur, ia sangat menikmati ciuman pertamanya dengan Kendra saat malam itu.

Seiring dengan kepala Kendra yang perlahan mendekat, Maura memejamkan matanya. Bibir keduanya bertemu tanpa saling beradu. Hanya menempel lembut, saling berbagi kehangatan.

Perlahan Kendra menggerakan bibirnya dan mulai memagut bibir tipis Maura. Gadis itu hanya pasrah bahkan mulai membuka mulutnya dan ikut mengimbangi Kendra. Saling menghisap dan melum at.

Cukup lama keduanya larut dalam ciuman kedua mereka. Kendra melepas tautan bibir mereka. Ia mengulum senyumnya saat melihat mata Maura masih terpejam dengan bibir setengah terbuka. Kekasihnya itu terlihat sangat menikmati dan masih berharap ciuman ini berlanjut.

"Kita lanjut lagi nanti, sekarang masak dulu ya."

Maura spontan membuka matanya dengan wajah merah padam karena malu dan hasrat yang mulai naik.

...❤️🤍...

Terpopuler

Comments

Nayla Ujji ...

Nayla Ujji ...

Aduh... hhee..

semoga Alloh, cepat² bikin kalian bersama selamanya. menua sampai akhir tiba... ajal menjemput.

2023-05-15

0

Red Velvet

Red Velvet

entah kenapa aku juga dukung kalau berbuat lebih sama Kendra😅 sabar ya anak2, jgn dulu🤭

2023-05-15

0

Edelweiss🍀

Edelweiss🍀

Aku dukung Mola yg menggenggam tangan Kendra, apa jadinya kalau Mola tau kebenarannya nanti ku harap dia bisa mencintai Kendra dan melupakan Harvey si kadal buntung itu🤨

2023-05-15

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!